Bab 19 Kali Ini

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seseorang akan memilih diam karena sudah lelah untuk mengeluh. Namun, ada yang memilih bersuara karena sudah lelah menahan segalanya

*****

"Sebenarnya Raja sedikit bingung, apa yang harus saya lakuin," ucap Raja dengan menghela napas.

Pak Ruswandi hanya tersenyum dan beranjak duduk di samping Raja.

"Cukup jadi dirimu sendiri, kamu akan tau apa yang harus kamu lakukan. Kamu kesini dengan beraninya menelepon saya untuk menghadiri konferensi pers nanti, berarti saya yakin, keputusan yang kamu buat adalah pilihan yang tepat," jelasnya sembari merangkul Raja.

"Iya Pak, sekali lagi saya terima kasih, Bapak selalu membantu saya dari dulu hingga saat ini." Raja tersenyum ia sangat bahagia memiliki orang yang sudah ia anggap seperti Ayahnya sendiri.

Pak Ruswandi adalah orang yang pertama kali merangkul Raja pada saat pemakaman orangtuanya. Pada pertemuan itu mereka akhirnya menjadi cukup dekat dan membuat Raja sedikit tidak khawatir lagi.

"Yasudah saya pergi dulu, ada rapat kelurahan. Jaga rumah ya," ujarnya sembari segera beranjak pergi keluar.

"Tunggu Pak." Sebelum Pak Ruswandi pergi terlalu jauh, Raja menghentikan pergerakannya.

"Ini Pak, takutnya nanti Bapak pulang hujan atau cuacanya dingin." Raja menyodorkan sebuah jaket hitam miliknya dengan tersenyum lebar. Pak Ruswandi terdiam sejenak dan memandang Raja senang.

Jika bertanya anak dan istrinya kemana, mereka meninggal persis bagaimana orangtua Raja meninggal. Mungkin, itu yang membuat Pak Ruswandi bersikap baik kepada Raja. Namun, Raja sungguh bahagia mempunyai sosok seperti Pak Ruswandi. Ia juga sempat bekerja di perusahaan itu, hingga akhirnya memutuskan keluar karena ia sudah tidak nyaman lagi.

Raja memang sudah memikirkan hal ini, ia tidak ingin orang-orang beranggapan lagi bahwa ia adalah orang yang buruk. Di sisi lain, ia merasa khawatir dan bersalah pada Vyo. Ia tak memberi tau padanya, karena, ini adalah masalahnya sendiri yang harus ia selesaikan. Ia tak ingin Vyo terbebani oleh masalahnya.

*****

"Ibu, dia siapa? Pacarnya?" Frisa membuka suara dengan tersenyum kecil saat suasana yang lumayan tegang itu.

"Ah, sudahlah, yang jelas Raja tidak disini." Rima segera pergi meninggalkan Vyo dan Frisa di ambang pintu.

Frisa tak henti-hentinya menatap sembari tersenyum gadis dihadapannya.

"Kakak mau nemenin aku suatu tempat gak?" tanya Frisa dengan suara manisnya. Vyo yang sedari tadi hanya khawatir pada Raja, segera ia enyahkan.

"Ayo," ucap Vyo dengan segera menyingkirkan perasaan sedihnya. Sejujurnya, ia sedikit bingung. Seorang anak kecil yang baru saja menemuinya langsung mengajaknya jalan.

"Frisa tau Kakak itu pacarnya Kak Rajakan?" ucap Frisa manis dan menarik lengan Vyo.

"Kita mau kemana?" tanya Vyo mengalihkan dan hanya menuruti tangan mungil gadis itu yang memegang tangan Vyo sedari tadi.

"Inikan, taman deket rumahku. Memangnya kenapa kita kesini? Terus kamu tau tempat ini dari siapa? Lalu, rumah kamu kesini itu lumayan jauh. Kamu berani kesini cuma buat main doang?" Vyo heran dan bingung, kenapa gadis kecil itu bisa tau tempat ini.

"Hmm, Kakak ini banyak pertanyaan deh. Frisa kesini tuh tau dari Kak Raja, Kak Raja itu selalu kesini bareng Frisa. Katanya, tempat ini istimewa. Emangnya apasi yang istimewa? Frisa juga tau tempat ini udah lama Kak, dari tahun kemarin. Soalnya, Frisa sangat suka Kak Raja," jelas gadis mungil itu dengan gestur yang menggemaskan.

"Istimewa?"

"Jangan-jangan, orang istimewa itu Kakak ya?" lanjutnya lagi yang membuat Vyo benar-benar salah tingkah.

Frisa tiba-tiba berlari ke arah perosotan dan bermain dengan gembira. Vyo hanya menonton sambil berdiri dan entah kenapa, ia mulai tak khawatir lagi pada Raja. Entah karena ia percaya atau ia memang seharusnya memercayainya.

"Ouh iya Kak, waktu itu Kak Raja nulis puisi dibuku merah polos disini loh, Kak Raja bahkan sampe kegirangan menulisnya. Aneh banget ya," ucapnya terkekeh sambil bermain.
"Tapi, Kak Raja itu orangnya kuat, ia kerja di Alfamart milik Ibu Frisa, ia juga sering dimarahi, dimaki tapi selalu tersenyum," lanjutnya kembali dan beralih ke ayunan.

Vyo hanya diam dan sedikit terharu mendengar cerita dari gadis kecil ini. Tak habis pikir, Raja melalui itu semuanya sendirian. Tapi, mengapa dia selalu menyembunyikan? Itu yang membuatnya kesal.

"Ouh iya nama Kakak siapa?" tanya Frisa diayunan.

"Vyosha Kenza," jawabnya dan beranjak menghampiri Frisa.

*****

Hari ini adalah hari yang paling ditunggu Raja, belakangan ini Raja memang tak memerdulikan kehidupan sekolahnya. Ia hanya ingin mengungkapkan kebenaran yang sesungguhnya, bahwa orangtuanya tak pernah melakukan itu. Walaupun, sikapnya pada Raja terbilang cukup menyedihkan.

Jam menunjukkan pukul delapan pagi, yang dimana konferensi ini dimulai pukul delapan lebih lima belas menit. Raja segera bersiap-siap dengan memakai pakaian rapi seadanya, sedangkan Pak Ruswandi sedang memanaskan motornya untuk mengantar Raja pergi.

"Kali ini, aku tak akan membiarkannya!"

Raja segera beranjak pergi ke halaman yang sedari tadi sudah ada Pak Ruswandi yang menunggu.

"Ayo"

Mereka segera pergi dengan perasaan yang tak berbentuk. Diperjalanan mereka terjebak macet yang membuat Raja sedikit kesal.

"Sabar Raja, kita pasti bisa melalui ini. Sebentar lagi kita sampai hanya beberapa ratus meter lagi," ucap Pak Ruswandi menenangkan.

Raja lagi-lagi hanya mendecak kesal dan gelisah. Disaat semua itu terjadi, seorang gadis kecil yang berada dalam mobil sedan berwarna abu membuka jendela mobilnya.

"Cima, tutup," ujar seorang wanita paruh baya dikursi mengemudi.

"Nggak mau, Cima pengen liat sekitar, bosen di dalem terus," protesnya.

Mobil sedan dan gadis kecil itu, tepat berada di sisi Raja.

"Ternyata konferensinya sudah mulai dari tadi," ucap wanita paruh baya lagi, dan mulai menyalakan radionya. Raja hanya terdiam lama dan memerhatikan mereka.

"Saya mohon maaf pada semua orang, terutama orang yang selalu setia membeli dari produk perusahaan kami, karena telah mengecewakan kalian. Saya juga minta maaf bahwa pemilik perusahaan ini melakukan hal sekeji ini, pada masa lampau. Saya juga salah menyembunyikan suatu kesalahan yang tidak benar. Tapi yang pasti, itu hanyalah masa lalu, saya akan menjernihkan nama perusahaan ini dengan produk-produk yang berkualitas," suara wanita dalam radio itu cukup terdengar jelas dalam telinganya.

Matanya membulat marah, tangan yang mengepal keras, dan napasnya yang tak beraturan. Ia segera menunduk dan helaan napasnya yang cukup keras membuat Pak Ruswandi bersigap dan mulai melaju tanpa menghiraukan macet yang terjadi. Menyalip sana-sini dengan kecepatan yang lumayan. Entah mengapa, Raja sangat sakit melihat keluarganya dituduh seperti itu. Jika ia bilang pada Rima, Rima juga tak akan membantu.

Setelah beberapa menit dengan menyalip sana-sini, akhirnya mereka sampai disebuah gedung yang besar. Tempat dimana konferensi pers itu diadakan. Tanpa memerdulikan yang lain Raja segera turun dan berlari ke arah gedung.

Napasnya tersenggal-senggal, batinnya yang sakit membuat ia tak ingin diam saja. Raja hanya berpikir, ketika berita itu muncul pertama kali. Ia hanya menganggap itu sebuah lelucon yang hanya ingin mengusik hidupnya. Hanya saja, berita ini terus muncul dan malah membuat berita semakin menjauhi fakta.

Raja menatap pada knop pintu ruangan yang menjadi konferensi itu. Dengan napas yang masih terengah-engah, ia memegang dada dengan kedua tangannya untuk menenangkan dirinya. Terdengar cukup jelas, para wartawan yang ingin bertanya-tanya, terdengar jelas juga suara kamera yang memotret wajah dari pemilik perusahaan itu. Tangan kanannya sudah memegang knop pintu, dan menghela napas panjang.

"Kali ini, aku memilih bersuara karena lelah menahan segalanya"

To Be Continued

Hayoo, apa yang terjadi selanjutnya sama Raja?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro