Chapter 16 : Mimpi 7 Kesatria

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Story by ©

Δ SitiaraPelmansyah Δ

.
.
.
.
.

Happy Reading!

.
.
.
.
.

{<><><>___¤¤¤¤¤___<><><>}

-------------------🆙🆙-------------------

Seorang Raja tengah memandang sebuah surat yang terletak di meja kerjanya dengan diam.

Tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu masuk ruangannya. Langsung saja ia persilahkan masuk.

"Ada apa?" tanya sang Raja.

Pelayan itu menundukkan tubuhnya. "Tuan Putri mengalami mimpi lagi. Raja Wiliam," mata Raja terbuka lebar begitu mendengar putrinya.

"Di mana dia sekarang? Bagaimana keadannya? Katakan!" Raja benar-benar khawatir dengan keadaan putri satu-satunya itu.

"Putri saat ini tengah berada di kamar mendiang Ratu, Raja." tanpa bertanya lagi sang Raja segera pergi ke kamar mendiang Ratunya, ibu dari putrinya.

Jubah Rajanya berkibar ketika Ia berjalan dengan gagahnya. Ia berbelok menuju ke sebelah kanan dan menemukan sebuah pintu masuk ruangan dengan ukiran mawar merah.

Pria itu membuka tanpa mengetuk, karena ia seorang Raja. Siapa yang berani menghalangi keinginannya?

Begitu sang Raja membuka pintu, matanya langsung menyusuri isi dari ruangan tersebut.

Matanya terpaku pada sosok cantik yang tengah tertidur dengan lelapnya. Raja tersenyum melihatnya, aia perlahan mendekati sang Putri yang tertidur.

"Nak!" usapnya lembut pada kening sang anak.

"Nak!" panggilnya sekali lagi. Ia melihat mata putrinya terbuka perlahan. Bulu mata lentik itu perlahan terangkat, mata yang berwarna hitam seperti langit malam itu terlihat. Ia menatap sang Raja yang tersenyum padanya.

"Raja Wiliam?" ucapnya sembari berusaha bangkit, Raja membantunya untuk duduk.

"Maafkan saya. Karena saya tidak tahu bahwa Raja datang ke sini," Raja tersenyum sambil mengusap rambut putrinya.

Ia mengecup pucuk kepala Anaknya itu dengan sayang.

"Pelayanmu mengatakan bahwa kamu bermimpi aneh lagi?" gadis bertubuh mungil itu memeluk Pria yang tubuhnya lebih besar darinya itu dengan erat.

Sang Raja tak kalah erat membalas pelukan itu dengan lebih erat lagi.

Raut wajah gadis cantik itu begitu ketakutan.

"Katakanlah padaku, apa yang ada di pikiranmu? Jika Kau tidak mau mengatakannya, maka Aku tidak akan meminta, melainkan memberikan perintah!" sang Putri tertawa kecil karena ucapan dari Rajanya itu. Ia siap menjelaskan mimpinya pada Raja William karena ini perintah Raja langsung.

"Saya melihat 7 berlian berbeda warna, yang di tempatkan di masing-masing kotak. Kotak tersebut berbentuk kaca," ia melepaskan pelukannya dan menatap sang Raja.

"Kotak-kotak itu di tempat berlingkar di masing-masing batu oleh beberapa orang berpakaian serba gelap,"

"Saya melihat seseorang yang dipanggil tuan Levin oleh pelayannya," Raja menyengitkan dahinya mendengar ucapan Putrinya.

"Levin?" gadis kecil itu mengangguk.

"Lalu, saya melihat ketujuh orang yang seperti kesatria berjalan masuk ke tempat itu aneh itu,"

"Apa kamu melihat wajah ketujuh orang itu?" Raja bertanya.

Gadis itu menggeleng. "Tidak! Tapi, saya yakin Mereka semua para kesatria yang sangat pemberani. Itu sangat terlihat dari pedang di tangan Mereka dan pakaian yang Mereka kenakan," Raja seperti sedang memikirkan penjelasan putrinya.

Pria itu berdiri dan mengusap kepala putrinya.

"Sebaiknya kamu tidur, istirahat!" Raja berjalan keluar ruangan itu. Bahkan ia mengacuhkan pertanyaan dan seruan dari putrinya dengan terus berjalan.

"Raja! Bagaimana dengan mimpi saya ini!" tapi Raja mengacuhkannya.

"Raja! Raja Wiliam!" sang Tuan Putri berambut pirang itu menampilkan ekspresi sedih ketika sang Raja mengacuhkannya sampai pintu kamar tertutup, pertanda Raja telah meninggalkan ruangan itu.

Sementara itu, sang Raja yang di ketahui bernama Wiliam itu memasuki ruangan dengan tergesa-gesa.

Ia mengambil kertas dan bulu ayam serta tinta. Ia menulis dengan cepat.

Setelah selesai menulis, ia memanggil seseorang yang bertugas menjadi pengantar surat untuk mengantar suratnya kepada seorang Raja. Teman lamanya.

Sang pengantar mengangguk dan langsung berteleportasi setelah menerima surat tersebut.

Raja Wiliam menatap dari jendela di ruangan itu, sang pengantar berubah menjadi kelelawar dan pergi menjauh.

Sang Raja menghela nafas. "Semoga apa yang kulakukan ini adalah yang terbaik."

{<><><>___¤¤¤¤¤___<><><>}

Di sisi Hutan yang lebat. Angin berhembus kencang menetramkan suasana serta memberikan kesejukkan pada beberapa orang yang berdiri di sebuah pohon dengan dua orang berbeda gender tengah duduk bersandar di pohon itu.

"Kamu akan baik-baik saja jika lukamu dibalut dengan tanaman-tanam obat ini," Gadis itu menempelkan beberapa tanaman ke bahu terbuka Scott. Karena bajunya memang dipaksa di buka oleh gadis itu, sementara Scott kesakitan karena bahunya yang terluka bersentuhan dengan obat-obatan yang diberikan oleh Gadis yang ia selamatkan tadi.

"Tidak usah! Akhhh! Ssshhh!" Scott kesakitan dan meringis pada lukanya. Sementara teman-temannya hanya memandanginya dalam diam. Beberapa dari mereka terkikik geli melihat Scott yang memang tidak bisa melawan.

Draco dan Andrew hanya menatap datar Scott, sementara itu Joel, Dilan, dan Paul terkikik melihat ekspresi Scott karena paksaan gadis itu. Sedangkan Liam antara tega dan tidak tega. Liam tidak tega melihat penderitaan Scott, tapi dia juga tidak tega bila melihat permohonan gadis kecil itu. Gadis itu memohon pada Liam agar dia yang merawat Scott sebagai tanda permintaan maaf saat pemuda itu ingin dirawat oleh Liam.

"Sebaiknya biarkan Liam saja yang merawat Scott. Kamu tidak usah repot-repot Nona," ucap Andrew datar tanpa ekpresi.

Gadis itu menatap Andrew dengan garang. "Tidak bisa! Aku merawat Scott sebagai permintaan maafku, jadi jangan halangi aku!" seru gadis itu keras kepala.

"Tapi apa anda tidak liat! Scott kesakitan karena tanaman bodohmu itu?" balas Andrew yang sedikit menaikkan nada bicaranya.

"Pokoknya saya yang akan merawat Tuan Scott Hardin!" serunya lebih keras.

"Tapi-" Andrew berhenti bicara saat merasakan tepukkan di bahu kirinya. Ia menoleh dan mendapati Pangeran Draco yang menepuk pundaknya.

Pangeran Draco bergeleng sekali dan memperingatkan Adrew lewat pikirannya. 'Tak usah ikut campur dan anggap saja Scott menerima hukumannya'

"Tapi Pangeran-"

"Andrew!" pemuda itu terdiam saat Pangeran memanggil namanya dengan keras.

Keadaan menjadi tegang dan semuanya merasakan hawa mencengkam yang di keluarkan oleh Pangeran Draco karena perintahnya ditentang tadi. Bahkan Scott yang terluka juga merasakan ketegangan mereka, kecuali gadis yang merawat Scott yang sama sekali tidak menyadari bahwa sekitarnya tampak tegang.

"Maafkan saya, Pangeran." ucap Andrew.

"Sudah selesai!" Gadis itu berseru bahagia bersamaan dengan ucapan Andrew.

"Terima kasih!" seru Scott tersenyum pada gadis yang telah ia tolong sekaligus yang telah merawatnya.

"Baiklah, di mana rumah anda?" tanya Scott sembari berdiri dan memasang jubahnya. Gadis itu juga ikut berdiri.

"saya tinggal di Desa kecil tepat di dalam Hutan itu. Tidak jauh kok!" serunya sembari menunjuk Hutan yang lebat dengan pepohonan hijaunya. Mereka semua menatap arah telunjuk gadis itu. Gadis itu menatap Scott.

"Oh ya, namaku Jane Grass!" Scott tersenyum mendengarnya.

"Namaku Scott Hardin, ini teman-teman seperjuanganku! Liam sang pengobat, Joel, Paul, Dilan, Andrew yang bertengkar denganmu dan Pangeran kami, Pangeran Draco dari Vladkrie Kingdom," Scott memperkenalkan yang lain. Jane tampak tersenyum pada Liam, Dilan, Joel dan Paul. Tetapi, tidak pada Andrew yang malah Jane tatap jengkel. Sedangkan Draco, Jane tampak segan menatapnya karena ia seorang Pangeran. Nampaknya gadis itu tidak tahu bahwa Kerajaan Vladkrie itu adalah Kerajaan Vampire.

"Baiklah, Kami akan mengantarmu. Ya, jika kau mau di antar oleh kami?" gadis itu tersenyum dan mengangguk.

Pangeran mendelik pada Andrew. Seakan memberikan perintah yang tidak bisa Andrew bantah. Pemuda itu hanya menghela nafas lelah dan mendekati perempuan itu.

"Biarkan aku yang mengantarmu," ucapnya pada gadis itu. Gadis itu tampak malu-malu mengangguk dan berjalan lebih dulu setelah Andrew mempersilahkan dia jalan duluan.

Andrew mengangguk pada Pangeran Draco, lalu mengikuti langkah gadis itu.


"Tidak biasanya Andrew mengantar orang apalagi seorang manusia?" mereka menatap Andrew dan Jane yang berjalan menjauhi mereka.

Joel dan Paul saling menatap ketika mendengar ucapan Scott. Pemuda berambut keriting itu sepertinya belum mengenal Andrew lebih jauh. Orang yang tahu seperti apa Andrew, akan tahu apa yang akan dilakukan tangan kanan Draco itu pada Jane dan Penduduk Desanya.

{<><><>___¤¤¤¤¤___<><><>}

Bersambung.
.
.
.
.
.

® Thank For Reading ®
.
.
.
.
.

Hai readers^^

Ada yang bertanya-tanya gimana sifat Draco Vladkrie di cerita ini😆

Penasaran? Terus ikut cerita ini ya!

Jangan lupa Vote dan Komen!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro