Chapter 2 : Surat Kerajaan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Story by

Δ SitiaraPelmansyah Δ

.
.
.
.
.

Happy Reading!

.
.
.
.
.

{<><><>___¤¤¤¤¤___<><><>}

-------------------🆙🆙-------------------

Seorang pria tampan tengah mondar mandir di depan tenda berwarna putih. Dari raut wajahnya, dia nampak begitu cemas sekali.

Ia berhenti sebentar dan menatap ke dalam hutan yang lebat lalu mondar mandir kembali.

"Ke mana mereka berdua!" gerutunya sembari berjalan mondar mandir. "Kalau mereka tidak kembali, bisa-bisa aku ditendang dari istana!"

"Aduh! Bagaimana ini!!!" pria itu mengacak-acak rambutnya.

"Tuan!" seru seorang anak buahnya. Pria tampan itu menoleh.

"Ada apa?"

"Putri Hebe dan Putri Hermione telah kembali!" Prajurit itu menoleh pada dua orang perempuan yang tengah berjalan kemari. Pria tampan itu mengacak-acak rambutnya kembali.

"Dari mana kalian! Apa kalian tidak tahu kalau aku di sini hampir gila?!" serunya pada dua orang gadis di depannya.

"Pff, hahahahahhahah!" bukannya minta maaf atau menjelaskan ke mana mereka pergi, tapi justru pria itu ditertawakan kedua gadis yang berada di depannya ini.

Apa mereka tak tahu, kalau pria itu sejak tadi berjalan bolak balik khawatir menunggu kepulangan kedua gadis itu. Dia merasa hampir mati jika terjadi sesuatu pada kedua gadis itu. Nyawanya berada pada keselamatan mereka, jika sampai hal yang tidak diinginkan terjadi. Maka tinggal menghitung detik saja nyawanya akan melayang di tangan Rajanya, ketika mendengar kabar buruk dari anak-anaknya.

Pria tampan itu memasang wajah galak, ia menahan emosi terlihat dari wajahnya yang berwarna merah.

"Kalian!" ucapnya menahan amarah.

"Kalian itu harus meng.."

"Tuan!" seru seorang bawahannya yang memotong ucapannya. Pria itu tidak suka ucapannya di potong, langsung saja ia berbalik dan membentak prajurit itu.

"ADA APA!" bentaknya penuh emosi, prajurit yang berdiri di depannya bergetar ketakutan. Prajurit itu dengan ragu menyodorkan sebuah surat dengan stempel sebuah kerajaan.

Stempel itu berbentuk sebuah perisai dengan ukiran perak yang sangat indah dan agung. Terdapat ukiran merpati dan elang putih sedang terbang bebas dan dikelilingi mawar putih.

"Ini surat dari Raja White. Tuanku," jawab prajurit itu.

"Benarkah?"

"Iya Tuanku, saya permisi." prajurit itu langsung pergi dari hadapan pria itu.

"Kak Hades!" panggil salah satu gadis yang berdiri di belakangnya.

Ia berbalik. "Iya. Ada apa, Mione?" si bungsu yang memanggilnya.

"Itu surat dari Yang Mulia Raja White?" tanya si bungsu. Pria bernama Hades itu mengangguk."Iya benar. Surat ini dari Yang Mulia." jawabnya singkat.

"Apa isinya?" tanya Hermione lagi. Pria itu tidak langsung menjawab tapi mengacak surai cokelat terang milik Hermione.

"Mau tahu saja kamu anak kecil," katanya sedikit mengejek Hermione membuat gadis itu cemberut.

"Sekarang, lakukan perintahku!" Ia menatap kedua gadis itu sambil menaruh kedua tangannya di pinggang.

"Kalian harus pergi ke tenda untuk beristirahat dan jangan berbuat macam-macam. Paham!" perintahnya pada dua gadis itu, Dia lalu pergi setelah melihat mereka berdua mengangguk.

Hermione menatap Hebe yang berdiri di samping kanannya "Sekarang kita buat apa, kak Hebe?" tanyanya pada sang kakak.

Kakaknya menatapnya sembari melotot dengan kedua tangan di pinggang. "Kamu tidak mendengar apa kata kak Hades? Kita harus tetap di tenda, Mione!" serunya memperingati adiknya yang terkadang bersikap kekanak-kanakan.

Hermione memeluk lengan kiri Hebe. Ia memasang wajah penuh kepolosan yang Ia yakin akan mempan pada Hebe, karena Hermione tahu Kakaknya itu sangat menyayanginya dan akan menuruti semua keinginannya.

"Kita kabur saja Kakak! Kita ke hutan tempat aku memanah rusa itu?!" jawabnya sambil tersenyum.

Hebe terkadang jengkel dengan sifat pemaksa dan kekanak-kanakan milik adiknya itu. Apa karena Mereka terlalu memanjakan dan selalu menuruti keinginan Hermione, sehingga anak ini menjadi nakal dan sangat pemaksa. Hebe itu seperti Ratu White dan Pangeran Hermes yang terlalu menyayangi Hermione, hingga apapun yang Hermione inginkan mereka akan kabulkan apapun caranya. Bahkan mereka bertiga bisa melanggar aturan demi menuruti keinginan Hermione.

"Memangnya kamu ingin berbuat apa di sana?" tanya Hebe dengan lembut.

"Kita harus mengambil rusa yang Aku panah tadi!" jawabnya penuh dengan nada kepolosan.

"Kenapa tadi tidak dibawa?" tanya Hebe.

"Lupa. Hehehe." Hermione terkekeh sementara Hebe memandangnya datar.

"Ayolah, Kakak! tadi kamu menyuruhku untuk cepat-cepat kemari. Karena itu aku melupakan rusa yang aku panah tadi!" bujuk Hermione sambil menggoyangkan lengan Hebe.

Dengan cemberut, Hebe menjawab. "Baiklah, ayo kita pergi!" Hermione mengerjapkan matanya lucu saat mendengarnya.

"Benarkah?" tanyanya sembari tersenyum.

"Iya." ucap final Hebe.

"Yeayyy!" Hermione memeluk erat tangan kiri Hebe yang juga tersenyum.

"Ayooo!" seru Mereka serempak.

{<><><>___¤¤¤¤¤___<><><>}

Seorang pemuda berambut pirang sedang mengasah pedangnya sembari duduk pohon yang sudah tumbang. Mata biru pria itu menatap tajam pada pedangnya.

Pedang yang diasah pemuda itu sangatlah unik, karena pegangan pedang itu berlapis perak dengan ukiran naga dan terdapat permata berwarna biru di tengahnya. Sungguh pedang yang sangat unik.

"Pangeran Mahkota!" mata pemuda itu menatap ke depan, di mana seorang pria berpakaian bulu berwarna cokelat terengah-engah sembari menekuk lututnya dengan kedua tangan.

"Ada apa?" tanyanya dengan raut muka datar.

"Raja Valdkrie, mengirimkan sebuah pesan untuk anda." prajurit itu menyodorkan sepucuk surat dengan stempel lambang unik.

Lambang stempel itu cukup unik, yaitu sebuah bintang berwarna emas dengan setes darah yang bertebaran di sekitar bintang itu.

Pemuda yang ternyata seorang pangeran itu menatap tajam surat di tangannya.

{<><><>___¤¤¤¤¤___<><><>}

"Kamu sudah menyampaikannya?" ucap seorang pria yang duduk di singgasana berwarna hitam.

Pria itu bertanya kepada bawahannya yang berdiri di samping singgasananya.

Pria yang dimaksud menjawab dengan nada formal. "Saya sudah menyampaikannya. Baginda,"

"Tetapi, mengapa anda tidak mengatakan secara langsung saja kepada Pangeran Mahkota?" tanyanya dengan nada bingung.

"Bukankah, Pangeran Mahkota sangat ahli dalam membaca pikiran? Anda dan Pangeran dapat berkomunikasi dalam pikiran masing-masing?" jelasnya.

Pria itu menghela nafas sebelum menjawab. "Aku dan dia sedang dalam masalah yang cukup besar. Ia menutup akses pikirannya dariku sehingga Aku tidak dapat membaca pikirannya,"

"Kamu tahu sendiri, kan kalau dia sangat ahli dalam menutup akses pikirannya?" sosok Raja yang memiliki surai pirang panjang itu menatap dingin bawahannya yang berdiri di sebelahnya.

Pria yang ditatap menundukkan kepala sebagai tanda hormat saat tuannya menatapnya.

{<><><>___¤¤¤¤¤___<><><>}

Seorang pria berpakaian serba merah dengan sebuah mahkota di kepalanya memegang sepucuk surat yang tidak memiliki stempel lambang apapun.

"Surat apa itu, Baginda Raja?" tanya seorang pria yang berada di belakangnya. Pria yang dipanggil 'Baginda Raja' menoleh ke arahnya.

"Pembunuhan terjadi di mana-mana. Apa yang harus kita lakukan?" tanyanya meminta nasehat.

Pria yang berdiri di depannya itu terlihat bingung, walaupun penasehat tapi saat ini tidak ada yang dapat dilakukan. Dia tidak dapat memberikan nasehat apapun.

Pria itu menjatuhkan satu lututnya ke tanah sembari menunduk. "Maafkan saya Raja, sekarang saya tidak dapat memberikan nasehat apapun karena masalah ini sangat berat untuk Saya."

{<><><>___¤¤¤¤¤___<><><>}

Bersambung.
.
.
.
.
.

Thank For Reading.
.
.
.
.
.

Hai readers.

Ada yang nunggu cerita ini gak?

Maaf ya lama, soalnya Author harus memikirkan alurnya biar menarik^^

Penasaran apa masalah yang dihadapi seluruh Raja Vampire? Terus vote dan ikuti cerita ini.

Jangan lupa vote dan komen.

Salam cinta dari Tiara Feltson❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro