12. Seorang Yatim Piatu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 12 Seorang Yatim Piatu

“Berhenti?” Lily mengulang perintah Kruz dengan suara yang lebih rendah dan sopan meski tak menyangka keinginan sang kakek akan sejauh ini. Tak hanya menerimanya sebagai cucu menantu tapi …

“Kau sudah menjadi bagian dari keluarga ini. Jadi kau butuh tahu dan ikut andil dalam keluarga ini.”

Lily menatap dua berkas yang diletakkan di tengah meja. Elva’s Gallery, galeri kesenian yang menyimpan dana taktis dan rahasia kebusukan seorang Elva. Berkas tersebut tak lebih lengkap dari yang ditunjukkan Barron padanya. Meski begitu, ia tetap harus menghargai pemberian sang kakek yang tak hanya memberinya restu masuk ke dalam keluarga ini, kan? 

“Kau keberatan?”

Lily menggeleng dengan cepat. “Lily akan memikirkannya. Saat ini, Lily memiliki pekerjaan yang bagus.”

“Ya, papa. Mempelajari galeri tidak membutuhkan waktu yang sedikit. Ijinkan dia mempertimbangkan dan memahami tentang yang satu ini,” sahut Elva menambahkan. Meyakinkan sang mertua untuk keputusan berbahaya ini. Menatap lurus kedua mata Lily, yang menyiratkan senyum sementara bibirnya menipis tak terima. Mendorong dua berkas di meja berada lebih dekat dengan wanita itu.

“Mama benar, Kakek. Pernikahan kami masih terlalu awal bagi Lily untuk mendapatkan kepercayaan sebesar ini dari kakek. Tanpa mengurangi rasa hormat Lily, Lily akan berusaha yang terbaik untuk menjadi menantu yang baik bagi keluarga ini.”

Kruz awalnya tampak tersinggung dengan penolakan halus tersebut, akan tetapi … ia tak mengatakan apa pun selain memberikan satu anggukan singkat. Memperhatikan sang cucu menantu yang pamit berdiri dengan sopan hingga keluar dari ruangan tersebut.

“Ini masih terlalu awal, Pa? Kenapa papa memberikan dia kepercayaan secepat ini?”

“Dia termasuk salah satu direktur muda yang cerdas di Izzan Company. Kau tak membutuhkannya?”

“Galeri bukan hanya membutuhkan seseorang yang cerdas.”

“Tapi membutuhkan seseorang dengan reputasi yang bagus sepertinya, kan?”

Elva diam.

“Jangan gunakan hubungan emosionalmu dengannya, Elva. Aku menerimanya bukan tanpa alasan.”

Wajah Elva membeku. Apakah itu artinya Kruz juga mencari tahu tentang Lily?

*** 

“Lily, kemarilah.” Panggilan Monica menghentikan langkah Lily yang baru saja keluar dari ruang kerja Kruz dan hendak naik ke arah tangga.

Lily menatap Cave yang duduk di samping Monica, sementara Ivie melengoskan wajah ketika ia bergabung dan duduk di samping sang adik ipar.

“Ceritakan tentangmu.” Monica mencondongkan tubuhnya dengan senyum semringah yang seolah membawa keceriaan di ruangan ini. Suara tawa wanita itu bahkan sampai terdengar ketika ia masih berada di dalam ruangan Kruz. “Bagaimana kalian bertemu hingga berhasil meyakinkan Caveku untuk berkomitmen seumur hidup. Ck, kau tahu reputasi Cave, kan? Atau … dia menutupnya rapat sehingga kau mau terjebak seumur hidup bersama pria ini,” kikiknya sembari melemparkan kerlingan bercanda pada Cave.

Cave mendengus tipis.

Lily tersenyum. “Kau ingin mengenalku atau tentang kami berdua?”

“Keduanya tentu saja.”

“Tak ada yang menarik tentangku. Aku hanya anak panti asuhan yang beruntung dan sekarang bekerja di Izzan Company.”

“Dan sekarang pencapaian dan keberuntungan terbesarmu adalah berhasil menikah dengan Cavero Zachery?” sahut Ivie yang tak bisa menahan nada mencemoohnya.

Lily tersenyum, menoleh pada Ivie lalu menampilkan senyum lebih lebar yang menjengkelkan sang adik ipar sebelum menjawab, “Ya, kau benar. Dicintai kakakmu adalah keistimewaan dan keberuntungan terbesar yang bahkan tak pernah kubayangkan akan terjadi di hidupku yang menyedihkan. Sebagai anak yang hidup dan besar di panti asuhan.”

Ujung bibir Ivie menipis, siapa membalas jawaban mengesalkan tersebut tetapi hanya mampu menelannya kembali karena tatapan tajam Cave.

“Aku tak bisa merubah masa laluku, tapi sekarang … aku tak ingin merubah masa depanku selama itu kakakmu masih mencintaiku.”

Cave berdiri dari duduknya. Menangkap pergelangan tangan sang istri dan membawanya kembali ke kamar mereka.

*** 

Ivie mendengus, menatap Monica yang duduk di seberang. Dengan sikap santainya menikmati teh hangat. “Kau terlihat tak menyukainya,” gumam Monica dari balik bibir cangkirnya.

“Kau tidak?”

“Apakah harus?”

Dengusan Ivie lebih keras. Memutar kedua bola matanya dengan jengah. “Dia merebut Cavemu. Aku tak sabar menunggu sampai belang wanita itu terbongkar dan Cave mendepaknya dari rumah ini.”

“Kau harus tenang, Ivie. Cave mencintainya.”

Ivie tertawa dingin. “Meski aku tak menyukai bayangan kau akan menjadi kakak iparku, tetap saja melihat Cave sebuta itu pada wanita yang tak jelas asal usulnya lebih mengerikan.”

“Benarkah?” Salah satu alis Monica terangkat. Meletakkan kembali cangkir di tangannya.

“Ck, jangan berpura-pura tak tahu, Monica. Percayalah, Mama menginginkanmu kembali ke negara ini bukan karena merindukanmu. Dia ingin segera mempercepat hubungan keluarga kita yang sudah dia rencanakan sejak kau dititipkan di rumah ini.”

Monica tertawa, meletakkan cangkir tehnya. “Ketahuan juga,” balasnya yang disambut gelak tawa keduanya.

*** 

“Kau ingin membalasku?” Lily menyentakkan pegangan Cave begitu keduanya berada di dalam kamar.

“Tidak. Dan aku tidak kekanakan seperti itu. Kau tak perlu menjawabnya jika memang tidak ingin. Dan kau bahkan tak perlu bergabung jika tidak mau.”

“Apa artinya itu?”

“Aku hanya tak ingin membuatmu tak nyaman. Tidak lebih.” Cave mendesah kasar. Merentangkan keduanya tangannya dengan kefrustrasian yang mulai kembali bergetar di wajahnya. “Tidak bisakah kita berhenti berdebat. Kau benar, siapa pun yang mengirim gambar itu,  dia ingin reaksi semacam ini dariku.”

Lily terdiam, mengamati raut wajah Cave yang mulai melunak. Cave lah yang lebih berhak marah. “Apakah kecemburuanmu memang sebesar itu?”

“Kau tahu jawabannya, Lily.” Cave maju dua langkah.  Membawa tubuh sang istri ke dalam pelukannya. “Aku hanya tak bisa memikirkan suatu saat akan kehilanganmu.”

Lily terdiam. Menelan gumpalan yang tiba-tiba muncul dan tertahan di tenggorokannya. ‘Apakah sedalam itu Cave memberikan hatinya pada hubungan mereka?’

“Jangan mencintaiku sedalam itu, Cave.”

Cave terkekeh. “Di saat semua orang menginginkan lebih dalam hubunganku, kau malah menolaknya.”

Lily menarik napasnya panjang dan mengembuskannya perlahan. Jauh lebih mudah jika Cave menjadi pria berengsek seperti pria itu yang sebenarnya. Sehingga lebih mudah untuk membuangnya. Ia hanya butuh Elva yang membayar semuanya. Merebut apa yang sudah menjadi miliknya.

“Bagaimana pun, terima kasih.”

Cave maju dan kembeli memeluk Lily. “Aku tak akan mendesakmu, tapi aku berharap kau mengatakan semuanya padaku di saat kau merasa siap.”

Lily mengangguk. “Masa laluku bukan hal baik yang ingin kuingat.”

“Ya, aku mengerti. Seharusnya aku tak mengatakan hal semacam itu tentangmu.”

“Sebelum mengenalmu. Aku pernah menjalin hubungan dengan seseorang. Kupikir dia tulus, dan mungkin ia memang tulus. Sampai akhirnya dia mencampakkanku. Menghamili wanita lain dan hidup bahagia dengan keluarga kecilnya.”

“Seharusnya dia tidak lebih bahagia dari kita berdua saat ini.”

Lily tertawa kecil. “Aku senang kau mengatakan itu.”

“Ya, karena dia bodoh. Dan aku senang dia bodoh. Jika tidak, kau tak mungkin berada dalam pelukanku.”

“Ya, kau benar.”

*** 

Elva membanting berkas yang ada di tangannya tepat di hadapan Egan, membuat pria itu terkejut karena pikirannya yang sedang kacau. “Bagaimana mungkin kau dengan tololnya menyembunyikan hal semacam ini dariku, Egan. Kau pikir aku bodoh?”

Egan menatap berkas tersebut. Cepat atau lambat, mertuanya memang akan tahu. “Kupikir aku bisa menyelesaikannya.”

“Katakan itu setelah perusahaan itu diakuisisi oleh perusahaan lain, dan apa yang bisa dibanggakan darimu, hah?!”

Egan bergeming. Kata-kata penghinaan semacam itu memang sudah biasa ia dengar dari mulut pedas Elva. Ia hanya perlu menahannya. Lagi dan lagi.

“Kupikir rumor tentang ketidak becusanmu hanyalah gosip dari orang-orang yang ingin menyingkirkanmu. Tapi lihatlah sekarang. Apa kau bahkan tahu kalau Lily akan mengambil alihnya?”

Mata Egan melebar terkejut. Kepalanya terdongak menatap sang mertua. “Apa maksud mama?”

Elva mendengus keras. “Barron Izzan berencana mengakuisisi perusahaanmu.”

Egan tertegun. Bisa dipastikan semua kekacauan ini karena Barron berada di baliknya. Wajahnya mengeras.

“Besok pergilah ke kantor Cave. Bujuk dia.” Elva menyeringai, tentu saja ia tak akan membiarkan perusahaan ini jatuh ke tangan Lily. “Dan berikan semua ini padanya.”

“Apa ini?” Egan mengambil berkas yang dilempar sang mertua.

“Semua bukti kelicikan Barron. Dengan ini, niat wanita itu akan jelas di mata Cave.”








Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro