34 - Meal Time

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kau tak akan bisa kabur!"

Setelah aku berhasil bangkit dan kembali ke dalam arena. Mencari jalan keluar sepertinya sangat mustahil. Satu-satunya jalan bagiku untuk keluar adalah mengalahkan mereka—atau lebih tepatnya mengalahkan Scheno.

Tetapi saat ini aku di kejar oleh dua mahluk yang sangat berbeda namun memiliki kemampuan mengerikan. Ketika aku ingin menyerang Scheno, Lot tiba-tiba saja datang sambil menyabitkan senjatanya.

Terpaksa aku pun mundur sejenak, tetapi tampaknya aku tidak akan bisa bernapas lega. Ataupun istirahat. Karena saat ini mereka tampak seperti predator di bandingkan dengan mahluk waras yang memiliki akal sehat.

Hukum seperti itu sepertinya tidak akan berlaku untuk Lot. Karena dilihat dari mana pun, kesadarannya tampak terpisah dari tubuh aslinya.

"Berlari! Berlari! Aku senang main kejar-kejaran!"

"Apa aku anak-anak?!"

Walau suaranya seberat itu, aku hanya bisa menggelengkan kepalaku ketika mendengarnya. Aku harus mencari cara untuk membalikan keadaan ini.

Sepintas ide gila tiba-tiba saja muncul di benakku. Tetapi aku tidak terlalu yakin dengan ini. Kemungkinan aku bisa melakukannya hanya sebesar 40% dan selebihnya sangat beresiko.

"Cepatlah kemari! Bermainlah bersamaku!"

"Hahahaha, kau tidak akan bisa melarikan diri dari kami, bocah!"

Setiap kali mereka menyerangku, yang bisa kulakukan hanyalah menghindar. Lalu segera berlari menjauhi mereka. Dengan bentuk arena yang melingkar ini, aku tidak bisa pergi jauh dari mereka. Walau aku berusaha keluar dari koloseum ini.

Sebuah dinding tak kasat mata akan menghalangiku. Berkatnya aku tidak bisa bergerak dengan leluasa. Dan juga karenya aku sangat tidak di untungkan. Tiba-tiba saja kakiku menjadi berat, ketika kupalingkan wajahku.

Ternyata sebuah rantai berhasil menjeratnya, kemudian aku pun di tarik kuat sekali.

Gawat, batinku.

"Akhirnya! Akhirnya! Akhirnya! Kau akan bermain denganku, 'kan?"

Entah ... aku sendiri meragukannya. Dengan pertanyaan itu, yang kudapat adalah pukulan kuat yang hampir meremukan tulang belakangku. Kembali terlempar jauh hingga menghancurkan tembok yang melingkari kami.

"Aghkkss!!—"

"Ada apa? Apakah perkataanmu yang tadi hanya gertakan?"

"S-Scheno ... "

"Ya, aku di sini. Apakah kau masih di sana? hahahahahaha"

"Bisakah aku memakannya? Aku lapar dan ingin sekali makan"

"Tunggu sebentar, Lot. Kau harus terus menghajarnya agar rasa dagingnya menjadi lebih enak"

"Hmmm, ah, jadi begitu. Baiklah, jika itu adalah perkataan Scheno."

Apa?! Memakan? Yang benar saja, terlebih kenapa dia sangat patuh terhadap laki-laki penipu itu? batinku.

Lututku memanglah terasa gemetar, di mana rasanya tubuhku menjadi lebih berat berkali-kali lipat dari biasanya. Terlebih HP-ku ... aku tidak yakin akan bisa bertahan lebih lama lagi. Jika terus seperti ini, aku akan benar-benar di habisi oleh mereka.

Tunggu sebentar pedangku ....

Ketika Lot mulai berjalan mendekatiku, tangan kanannya mulai ia angkat. Kemudian ia bantingkan sekuat tenaga ke arahku.

"Ahahahahah ... jadi makanan yang enak, aku lapar, dan ingin makan!"

Tetapi dengan cepat, lengan kananku bereaksi. Memegang Drake Blade dan langsung menebasnya secara vertikal. Di mana Drake Blade telah berubah menjadi Azure Blade. Warna hitam keabuatnnya yang menggelap, membuatku yakin bahwa pedang ini akan bisa menyelamatkanku.

"Argghhh!! Tanganku! Tangan! Tanganku! Sakit! Sakit! Sakit! Sakit!"

"Tenanglah, Lot! Dia hanya menggertak saja!"

Setelah aku berhasil menebasnya, dengan cepat aku pun bangkit, lalu menjauh darinya. dengan HP-ku yang berkurang banyak. Aku bisa menggunakan Azure Blade. Dan karena itu juga aku bisa selamat. Sehingga ide gila itu bisa kuhindari.

Darah membuncah seketika, berwarna hijau pasi yang mengeluarkan uap. Sementara Scheno sedang menenangkan Lot. Aku akan langsung menyerang mereka. Segera menghentak arena untuk menerjang, pedang kembali kuhuyungkan.

Menebas punggung Lot yang terbuka lebar, Scheno yang sedang menenangkan Lot semakin kewalahan. Karena kini Lot mulai mengamuk dan bertindak di luar kendalinya.

"Inilah titik balik, Scheno!"

"Sialan! Lot!"

Matanya kini menggelap, dimana sekumpulan aura hitam mengelilinginya. Merasa ada yang ganjal dengan hal ini, aku pun kembali mundur. Lot yang mulai berjalan ke arah pergelangan tangannya yang putus langsung mengambilnya.

Ia pun memakannya dengan lahap, seketika itu juga bagian lengannya yang putus kembali normal. Tak memiliki luka sedikit pun. Melihatnya membuatku sedikit terkejut, apalgi luka yang kuberikan tidak seharusnya sembuh secepat itu.

Benar-benar kemampuan regenrasi yang mengerikan. Aku tak bisa melihat tingkat levelnya, keculai berada di dalam mode Azure. Sedangkan saat ini, hal itu tidak terlalu kuperlukan. Karena keadaan saat ini tidak terlalu mendesak ataupun berbahaya seperti ketika berada di Makam Besar Fartera.

"Kau! Kau akan membayar semua ini! Lot!"

"Lapar! Aku ingin makan!"

Sekumpulan aura gelap itu pun mulai bergabung ke dalam tubuh Lot. Membentuknya menjadi mahluk yang berbeda. Atau bisa kusebut merekonstruksi ulang tubuhnya.

Kini tubuh besarnya itu menjadi lebih besar, membuat lengannya bertambah empat. Tanduk pun muncul, di mana kedua matanya meneteskan darah terus menerus. Tak habis di situ, perutnya pun berubah menjadi mulut lebar yang menjulurkan lidah korosif.

Sedangkan untuk wajahnya yang tadi sama sekali datar kini memiliki ekspresi yang lebih lihar dan menyeramkan. Bahkan Scheno saja ia langsung angkat dan memakannya hidup-hidup.

"Argghh! Hentikan bodoh, aku bisa mati! Aghhhkk!!—"

"Lot masih lapar!"

Cipratan darah yang menggenai arena mulai membuatku tidak nyaman. Apa yang terjadi sebenarnya?

Mengapa ia memakan temannya sendiri. Tunggu sebentar, apakah mereka adalah teman sejak awal?

Kini semuanya menjadi masuk akal. Kenapa Lot mematuhi Scheno dan mengapa akhirnya Scheno mati di makan oleh Lot. Hubungan mereka hanya sebatas ikatan perintah. Kekuatan Scheno adalah untuk membuat mahluk lainnya datang dan mematuhinya.

Sedangkan untuk Lot yang benar-benar sudah diluar kendali menganggapnya makanan karena telah menganggunya. Tidak heran, sedari tadi aku merasa ada yang aneh, dan rupanya itu semua gara-gara kekuatan mereka yang kurang stabil.

"Aku tak tahu apa yang kau inginkan, tetapi kau mengahalangi jalanku!"

"Lot, lapar ... ingin makan lagi! Masih kurang!"

Kini ia pun menghampiriku dengan hentakan kaki yang hebat. Arena bergetar ketika ia melangkah dan atmosfer pun berubah ketika mendengus. Menjatuhkan air liurnya. Aku pun langsung berlari ke sisi luar arena untuk melihat kemungkinan seranganku akan berhasil.

Tetapi siapa yang akan menyangkanya, bahwa ia berlari dengan kecepatan yang sama. Walau tubuhnya sebesar itu, kecepatannya benar-benar mengerikan. Mengangkat senjatanya dan menyabitkannya ke arahku.

Dengan cepat aku pun berguling ke samping kanan, kemudian melompat ke atas tembok menuju bangku penonton. Serangannya berhasil kuhindari dan mungkin karena itu membuatnya kesal. Geraman tak sedap untuk kudengar keluar darinya.

Di mana ia menatapku penuh dengan napsu. Setidaknya aku ingin selamat dari sini dan tidak berakhir seperti Scheno yang menyedihkan. Menyusulku di bangku penonton, Lot melompat tinggi, kini ia berhasil mendarat di hadapanku.

Sosok besarnya sudah berhasil membungkamku. Bisu tak bisa mengutarakan bentuk tubuhnya yang hancur. Mulut di perutnya menyeringai, kemudian terbuka sambil menjilati sisi bibirnya.

"Kau benar-benar membuatku merinding"

"Lapar! Makan! Kau! Mati!"

Dengan geramannya yang sedikit memuncratkan cairan korosif. Kuhela napasku, mencoba menenangkan diriku agar tidak panik. Karena jika salah langkah, mulut besarnya itu akan berhasil melahapku.

Begitu juga dengan kecepatannya yang menyeramkan. Bahkan ia bisa mengimbangiku, jika aku menggunakan salah satu Skill-ku. Tampaknya itu akan sia-sia. Karena bagaimana pun caranya, Skill itu membutuhkan beberapa detik untuk kulepaskan.

Jika aku mengaktifkannya, bisa-bisa tubuku telah di lumatnya terlebih dahulu. Kesempatanku berhasil lolos adalah setengah dari kemungkinan di makan yang memiliki peluang lebih besar.

Keringat dingin dapat kurasakan mengalir di bawah daguku.

Saatnya! Batinku.

Tak habis pikir, aku pun melakukan gerakan pengecoh. Tetapi gerakanku berhasil ia prediksi, sehingga menyebabkanku terjatuh karena kaget. Melihat kesempatan itu, mulut besarnya terbuka lebar.

"Saatnya makan!"

"Sial!—heh, tapi bohong."

Menancabkan pedangku kuat-kuat, aku pun berputar sambil memegangik bilahnya. Setelah itu melayang tinggi karena melepaskannya. Berhasil selamat dari teror mulutnya. Kusiapkan pedangku dengan penuh konsentrasi.

Begitu kulihat Lot sedang kesal, aku hanya bisa cengingiran melihatnya. Kutarik bilahnya, kemudian kulesatkan sebuah luapan plasma hitam yang kuat begitu kuakftifkan Skill-ku. Bisanya berbentuk bulan sabit.

Namun karena aku tidak menghuyungkannya melainkan mengulurkannya. Sehingga Skill-ku beradaptasi dengan gerakan tangan dan juga pedangku. Tak kusangkan ada juga Skill seperti ini.

Dengan lesatan plasma itu, tubuh Lot tetekan hebat. Hingga kekuatannya meledak dan mertakan sesisi bangku penonton. Aku tahu ini berlebihan, tetapi untuk mempertahankan diriku. Tindakan seperti ini tidak berlebihan sama sekali.

"Arghhk!!! Sakit! Sakit! Mengapa kau melakukan ini kepadaku! Apa salahku?! Aku hanya lapar dan ingin makan!"

Setelah mendarat dengan selamat, aku pun mendekati Lot yang terlentang. Di mana keempat tangannya telah putus begitu juga dengan tanduknya yang patah sebelah.

"Karena kau ingin memakanku dan ini adalah instingku untuk bertahan hidup! Mengerti!"

Lalu kuhujamkan pedanku tepat ke arah wajahnya, darah hijau pun membuncah seketika. Dengan menatapnya dengan sinis, aku pun mencabutnya kembali. Berbalik dan segera melompat ke dalam arena.

Sekali lagi tempat ini berubah dan begitu juga ruanganku yang sebelumnya. Aku kembali, kulihat Elen masih tertidur dengan pulas di dekat salah satu patung. Sepertinya kalau tidak salah patung itu adalah Grimyr, The Lazy Bookworm.

"Akhirnya selesai juga—huh?!"

Tetapi patung di dekat Elen itu mulai mengeluarkan cahaya yang menyilaukan. Sehingga aku pun menutup mataku, perlahan-lahan aku mendekat untuk mengambil Elen. Tiba-tiba saja tanganku seperti di sentuh oleh sesuatu.

Begitu aku membuka mataku. Seorang lelaki yang menggunakan setelan anak kuliah muncul di depanku. Kemeja putih berdasi hitam, sebuah rompi rajutan biru dongker, dan juga celana panjang yang lengkap dengan sepatu sekolahan.

Rambutnya hitam ikal, menggunakan kaca mata. Terlebih yang anehnya ia juga menggunakan jas lab.

"Jangan menatapku seperti kau menatap Lot yang menjijikan itu"

"Ahh, uh ... baiklah."

Lalu ia pun melepaskan sentuhannya. Matanya yang biru cerah tampak tidak mengeluarkan indikasi aneh.

"Sebelumnya perkenalkan diriku adalah Grimyr. Ini memanglah bukan tugasku, tetapi apa boleh buat"

"Tugas?"

"Mengantarmu menuju ruangan selanjutnya. Karena setelah ini kau akan menghadapi labirin tak berujung"

"L-lalu mengapa kau membantuku?"

"Pertama-tama sarungkan pedangmu terlebih dahulu, bawa anak itu bersamamu, dan ingat apapun yang terjadi jangan bertanya kepadaku lebih dari lima kali. Dengan tadi itu sudah terhitung satu.

Mengikuti perkataannya, aku pun menyarungkan pedanku, dan bergegar menggendong Elen di punggungku secepat mungkin.

"Anggap saja rasa terima kasihku karena telah berhasil menyingkirkan Lot dan Scheno yang menyebalkan itu"

"Eh?"

"Kita akan segera berangkat, sebaiknya kau mengikuti arahanku jika tidak ingin selamanya tersesat di dalam sana."

Tanpa bisa berkata apa-apa lagi, aku pun mengangguk.

"Kalau begitu tetap berada di dekatku."

Kedua tangannya seperti menggambar sesuatu dengan jari telunjuknya. Garis-garis sinar cahaya mulai muncul dan membentuk beberapa bentuk yang aneh. Mengapung di udara, semua garis cahaya itu pun mulai menyatu.

Layaknya tersedot sesuatu. Grimyr mulai memandu kami masuk ke dalam sebuah labirin yang entah di mana dan apa sebenarnya labirin itu hingga membuat Grimyr sendiri membantu kami.

"Camkan peringatanku jika kalian—khususnya dirimi sendiri tidak ingin tersesat di dalam sana!"

Akhirnya kami pun memasuki sebuah tempat, di mana rasanya tubuhku ini seperti di perkecil. Namun ketika kututup kedua mataku dan membukanya kembali. Sebuah pemandangan tak asing berhasil kutangkap.

"B-bukan kah ini kota yang waktu itu menjadi tempat ujianku?!"

"Hehhh ... jadi kau pernah ke sini, ya? Sejujunya aku kaget karena kau berhasil selamat dari sini"

"Aku sendiri tidak begitu mengerti, tetapi semua itu berlalu dengan cepat. Lalu mengapa kau menyebut tempat ini labirin?"

"Dua. Karena ketika kau membuat kesalahan yang sama, maka kau akan berpindah tempat dengan ketetapan waktu yang sama. Artinya kau akan selalu masuk ke dalam situasi yang sama ketika membuat kesalahan. Seperti terus-menerus menuangkan air ke dalam cankir tak beralas"

"B-bebarn-benar di luar nalar."

Itu artinya seberapa pun usaha yang akan kulakukan, semua akan sia-sia jika aku membuat kesalahan. Dan terlebih pengulangan waktu artinya loop tak berujung. Benar-benar berbahaya, lalu mengapa aku bisa selamat saat itu?

Posisi kami saat ini adalah tepat seperti saat aku dulu di kirim ke sini. Berada di atas sebuah bukit kecil yang di penuhi oleh berbagai palang yang menancab. Dililiti oleh beberapa tanaman berduri, berwarna ungu.

"Kau akan tahu setelah pergi ke sana, tepatnya untuk kedua kalinya kau akan paham sendiri. Kita tidak bisa beralama-lama, mereka akan mengejar kita"

"Siapa—sepertinya aku tahu siapa yang kau maksud"

"Itu akan lebih cepat. Kita harus segera pergi ke pintu keluar sebelum matahari terbenam!"

Lalu Grimyr pun langsung meluncur menuruni bukit ini, persis seperti diriku yang dulu. Namun kali ini tidak ada yang menghalangi kami berdua untuk pergi ke bawah.

Maka dari itu aku harus lebih cepat, enak sekali menjadi Elen. Ia bisa tidur pulas di punggungku. Memikirkan hal seperti ini mungkin sia-sia, tapi setidaknya bisa menghilangkan sedikit kecemasanku karenanya yang selalu gundah.

Akan kupastikan siapa sebenarnya manusia artifak itudan sekaligus menemukan Daun Slyph.    

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro