51 - Time to Hunt

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ketika aku terbangun, dua buah ciuman hangat mendarat di pipiku. Ini mengejutkanku sekaligus membuatku berteriak kecil layaknya seorang perempuan yang ketakutan.

"Whaaa!!"

"Hahaha, selamat pagi Archie. Apa kau tidur nyenyak?"

Itu adalah Fera yang kini berada di atas tubuhku. Wajah kami sangat dekat dan hampir bibir kami saling bersentuhan.

Sayangnya di saat aku ingin memalingkan wajahku, kini wajah Elen lah yang begitu dekat bahkan kami hampir berciuman.

"Apa kau tidak ingin ciuman selamat pagi? Cukup menggairahkan hingga membuatku ingin memelukmu semalaman," ucapnya dengan pipi yang merona.

"Ayolah. Tidak bisakah kalian menyambut pagi hari dengan normal?"

"Ahh, tentu. Bagiku ini sangat normal, iya, kan, Elen?"

"Umm, ini normal sekali. Bahkan pagi yang indah."

Sepertinya mereka sudah akrab, tetapi sayangnya arah yang mereka tuju benar-benar sangat jauh, batinku.

"Jadi apa yang ingin kau lakukan sekarang?"

"Pertama-tama bisakah kalian tidak terlalu dekat denganku. Jika terus seperti ini aku tidak yakin akan bisa mengatakannya sebelum aku di makan oleh kalian berdua."

Dengan tawa manisnya, mereka pun menjauh dariku. Di sisi lain aku masih merasa pusing dan bahkan tubuhku terasa pegal.

"Mungkin hari ini aku akan melakukan farming"

"Farming? Apakah kau akan meningkatkan sesuatu?" tanya Elen.

"Mungkin karena kota ini cocok untuk melakukannya, ya?" lanjut Fera.

"Bisa di bilang hampir seperti itu. Tapi dengan armor seperti ini, aku tak yakin bisa mengurangi dampak serangan dari Titan atau monster besar lainnya dengan mudah."

Setelah bangkit dari ranjang, aku pun bergegas keluar dari kamar itu dan pergi menuju kamar mandi. Sebelumnya aku pernah merasakan fitur ini, tapi alasan mengapa aku bergegas keluar dari kamar adalah kejantananku merasa terancam.

"Archie?! Tunggu—"

"Hey, Archie tunggu aku!—"

"Tidak dan tidak akan pernah! Aku bisa mati karena kalian"

"Memangnya kau mau pergi ke mana?"

"Kamar mandi! Dan jangan mencoba untuk mengikutiku!"

Untungnya mereka berdua tidak mengikutiku. Aku pun memberitahu NPC yang menjadi resepsionis agar tidak mengizinkan mereka pergi menuju kamar mandi laki-laki. Jika mereka datang bisa berbahaya.

Merasakan ketenangan sementara ini, aku pun mulai merendamkan diri ke dalam bak berisikan air hangat. Rasanya status tubuhku yang pegal dan rasa lelah semuanya menghilang dalam sekejap.

Dan aku merasakan sesuatu yang sudah lama kurindukan, yaitu berendam.

"Mungkin setelah ini aku akan pergi ke Padang Rumput Algabra. Jika tidak salah tempat itu berada tidak jauh dari gerbang keluar kota ini, menuju ke selatan. Setelah itu pergi menuju Ke Reruntuhan Altos di sebelah barat dayanya."

Tiap awal maka ada akhirnya. Begitu juga dengan tubuhku yang terkejut ketika mendengar suara tak asing yang mencoba masuk ke dalam kamar ini.

Gawat! Aku harus cepat ... mengapa mereka tidak mengizinkanku untuk berada di sini lebih lama? Batinku.

Untungnya ada fitur mempercepat proses penyembuhan status. Karena itu aku bisa mandi cepat dan segera berganti baju di sana. Dengan sebuah barang yang memiliki efek seperti perubah pakaian.

Aku pun segera menggunakan setelan kasual. Dengan jaket abu, kaos putih, kalung kristal cyan, dan terakhir adalah celana lentur yang nyaman. Sedangkan perlengkapan biasa kusimpan dalam inventory.

"Archie kami masuk!"

"S-suara itu ... Elen?"

"Archie biar aku menggosok punggungmu! Eh? ...."

Melihat wajah bingungnya aku pun mengangkat sebelah alisku. Sambil menertawakannya dalam hati, kena kau. Kali ini aku tidak akan membiarkanmu seenaknya.

"Kau bisa mandi di kamar sebelah. Khusus yang satu ini untuk laki-laki ... kalau begitu aku pergi dulu—uggh!"

"Haaa ... tunggu dulu. Kenapa kau sudah memakai pakaian lagi! Kenapa kau tidak menunggu wanita tercintamu ini untuk menggosok punggungmu?"

Ia pun menarik lengan sekaligus memaksaku untuk masuk ke dalam bak air hangat.

"Apa kau gila, Elen?! Aku sudah mandi dan berpakaian, jangan memaksaku untuk mandi lagi!"

"Uuuu ... Archie. Kau bukan laki-laki yang pengertian, kenapa tidak menungguku?"

"Itu berbahaya dan jangan melakukannya sekali lagi. Atau aku tidak akan bisa menahan hasratku!"

"Ehhh, kau bolehku melampiaskan hasratmu kepadaku. Lagi pula menjadi seorang ibu bukan lah hal yang buruk," ucapnya dengan tawa genit.

"Ya, aku tidak bisa menahan hasratku untuk menendang dirimu keluar dari kamar mandi!"

Seketika itu wajahnya pun membeku. Seakan-akan apa yang ia pikirkan berjalan dengan lancar. Pada kenyataannya apa yang inginkan berbeda jauh.

"Kau ini ... aku tidak mengira bahwa kau seorang perempuan yang cukup nakal"

"E-e-eh? Bukan kah itu wajar? Kau adalah lelaki yang kucintai!"

Aku pun menutupi wajahku dengan telapak tangan. Ini sangat berbahaya, jika terus seperti ini aku tidak tahu apa yang akan ia lakukan lain kali. Tingkat kasih sayangnya melebihi perkiraanku.

Elen yang biasanya sudah lebih dari cukup. Tapi di saat ia mendapatkan kembali ingatan lamanya, perasaannya padaku meningkat lebih jauh, dan lebih intens. Ini seperti ia tidak akan berhenti sebelum bisa melakukan apa yang ia mau denganku.

"Dengarkan aku. Kita memang telah lama berpisah dan mengenal sejak lama. Tapi jangan lampiaskan hal itu di dalam dunia ini. Setidaknya tunggulah hingga tujuanku selesai, apa kau mengerti, Elen?"

"T-tapi ... aku ingin bermesraan denganmu ... "

"Hahhh, inilah mengapa aku sedikit menghindarimu. Walau kau terus melampiaskan rasa kasih sayangmu itu, maaf tapi aku tak bisa membalasmu secara langsung"

"K-kenapa ... Archie ... "

"Karena aku masih mengincar pembunuh keluargaku, sebelum aku berhasil membunuhnya. Perasaan untuk membalas kebaikanmu atau Fera tidak akan menjadi prioritasku. Kau mengerti?"

" ...."

Ia pun terdiam dan memperlihatkan wajah murung dengan gestur tubuh yang tampak kecewa.

"Benar-benar merepotkan."

Aku pun mengecup keningnya dengan lembut. Setelah itu memegangi kedua bahunya.

"Dengar ... tentu aku juga menyukaimu. Karena kau satu-satunya perempuan yang pernah berteman denganku saat dulu. Karena ada kau juga aku bisa terus maju. Tunggulah hingga waktu yang tepat, karena semuanya akan terbalaskan"

"Archie ...."

Saat ini aku mungkin sudah selamat dari serangan agresif Elen. Sekaligus menahannya hingga semua tujuanku selesai. Tapi sepertinya Fera mengerti dengan kondisiku dan ia bisa menahannya dengan baik.

Aku memang laki-laki sialan yang tidak bisa membalas kebaikan mereka untuk saat ini. Tapi bagiku, keluarga adalah yang pertama. Setelah itu baru perasaanku sendiri, aku juga masih mengemban tanggung jawab sebagai kepala keluarga.

Satu-satunya yang bertahan hidup di keluargaku. Ayah, Ibu, bahkan Adikku telah tiada. Meninggalkanku. Dan karena itulah aku bertekad untuk menyelesaikan apa yang telah kubuat.

***

Setelah semua kekacauan yang kudapatkan hari ini dan kemarin mereda. Tiba-tiba saja sikap Elen berubah. Sekarang ia terlihat menjadi sosok yang pendiam di bandingkan sebelumnya.

Aku tak tahu apakah kejadian saat di kamar mandi sedikit memukul hatinya?

Tidak, untuk saat ini aku harus fokus. Terlarut dalam pemikiranku sendiri. Fera tiba-tiba saja menyentuh bahuku.

"Archie, wajahmu sedikit pucat. Apakah terjadi sesuatu?"

Dengan refleks aku pun menoleh untuk melihat perempuan yang kini mungkin setia berada di sisiku, selain Elen. Wajahnya yang terlihat bingung itu mengingatkanku akan wajah Elen beberapa saat yang lalu.

Aku pun mengangguk lalu tersenyum kecil. "Aku baik-baik saja"

"Kau yakin?"

"Huhh, apakah instingmu sebagai perempuan yang memberitahukannya?"

"Hmmm, kurang lebih. Setidaknya aku selalu memperhatikanmu, jadi jika ada sesuatu yang aneh terjadi padamu ... mungkin aku bisa mengetahui dengan cepat"

"Hehhh. Aku takjub dengan hal itu, mungkin ... aku sendiri tak tahu. Tapi ada sesuatu yang sedikit mengganggu akhir-akhir ini"

"Seperti?"

"Mantan serikat satu tim lamamu"

"Ahh."

Namun berkat sebuah cahaya silau, aku pun menutup mataku. Keluar dari dalam kota bawah tanah memberikanku kesan seperti hidup dalam kegelapan. Walau sumber cahaya mereka berasal dari Kristal Magnoile.

Kristal itu menangkap partikel mana yang kabur, mengurungnya, dan menjadikannya energi. Hasilnya kristal itu bercahaya dalam kegelapan dan akan meredup jika ada cahaya yang lebih terang di bandingkan cahaya dari kristal itu sendiri.

"Sepertinya kita telah sampai ...."

Fera pun mengangguk. Wajahnya yang selalu ia perlihatkanku kini terlihat sangat jelas. Aku sendiri tak menyangka ada seorang perempuan luar biasa yang mau mengikuti hingga saat ini.

Meskipun pada awalnya kami berdua adalah musuh. Mungkin pepatah musuh sekarang, teman nanti ada benarnya juga.

Di padang rumput ini kami semua mulai berburu beberapa monster dan boss kecil. Kecil di sini bukan ukuran tubuhnya, tapi seperti pos sebelum berhadapan dengan boss sesungguhnya.

Selain itu pada awalnya Fera sendiri cukup terkesan dengan pakaianku saat ini. Yah, perlengkapanku saat ini memang tidak terlalu kuat. Atau mungkin dapat di katakan sementara.

Karena perlengkapanku sebelumnya kuberikan pada sebuah toko peningkat. Kemampuan alkemisku belum sampai tingkat yang dapat memberikan status tambahan pada suatu perlengkapan.

Namun setidaknya dengan kemampuan itu aku bisa membuat beberapa ramuan penyembuh dan juga sejenisnya. Dalam beberapa tingkatan, aku hanya berhasil menciptakan ramuan penyembuh pada tingkat ke dua dari lima tingkatan.

Walaupun seperti ini aku adalah mantan seorang Game Master. Pengetahuanku akan dunia ini tentu banyak, sayangnya tidak dengan diriku sekarang. Semua itu telah berlalu dan saat ini aku menjadi seorang pemain.

Merasa seperti kepingan catur yang berada dalam genggaman orang lain. Rasanya aneh juga. Biasanya akulah yang melakukan hal seperti itu saat dulu. Tapi semua berubah, karena itulah aku akan merebutnya kembali.

Dunia yang telah terkontaminasi ini akan kembali menjadi dunia yang dulu pernah kutinggali.

Berburu beberapa monster di sini tidak terlalu menyulitkanku. Kami semua berhasil mengalahkan beberapa di antaranya. Jenis-jenis monster yang ada di sini beragam dari mulai prajurit elemen, sekumpulan burung tanah, dan juga raksasa daun.

Tidak sedikit juga kami berhasil mendapatkan beberapa barang yang langka.

"Tempat selanjutnya?"

"Apa kau ini bisa membaca pikiranku?"

"Mengetahui sesuatu yang di butuhkan oleh calon suamiku adalah prioritas nomor satu," ucapnya dengan senyum manis.

"Lagi-lagi ... umurku belum cukup untuk menikah!"

"Aku hanya perlu menunggu, 'kan?"

"Astaga. Baiklah aku menyerah, setelah ini kita akan berangkat menuju Reruntuhan Altos."

Ia pun mengangguk patuh. Berusaha berjalan di sisiku, sementara Elen sama sekali terdiam tanpa sepatah kata apapun. Mungkin aku terlalu keras padanya, tapi itu harus kulakukan agar ia bisa kembali terbiasa denganku lagi setelah sekian lama.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro