Bab 13: Salah Mengira

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bolehlah dipencet bintangnya. Don't forget to follow my wattpad account:v

Tumpukan kertas berisi tugas memperlambat pergerakan gadis itu. Berkali-kali, langkahnya dihentikan paksa karena menahan kertas yang hendak berterbangan sebab tertiup angin. Jarak antar lorong dan perpustakaan di sini tidak kira-kira jauhnya.

Selepas melewati deretan kelas duabelas, ia harus menuruni beberapa undakan tangga. Nova benar-benar dijadikan kacung oleh Bu Yumna. Beliau tidak membiarkan gadis penyuka dunia tulis menulis itu berdalih seraya berkelit. Satu ultimatum tegas menyebabkan Nova mau tidak mau harus patuh.

Nova akan berbaik hati membantu, jika yang ia bantu memberikan keuntungan tersendiri bagi dirinya. Gadis ini amat pemilih. Alasannya cuma satu. Nova enggan membuang tenaga lebih untuk hal yang tidak berguna. Tak jarang ia seringkali cari muka di depan guru guna mendapat nilai tambahan atau pun dianggap baik. Semua berjalan mulus-mulus saja sampai sekarang.

Dan wajar bila banyak guru di jurusan Bahasa menyukai Nova, tanpa mengetahui sedikit pun kelicikan gadis itu

Sapaan adik kelas, Nova jawab ramah kala kakinya hendak memasuki perpustakaan. Ia tidak ingin dianggap jelek dan sombong. Walau kenyataan yang sebenarnya berbanding terbalik. Iris hitam pekat gadis itu mengedar ke sekitar. Tampak mencari seseorang. Ya, terakhir kali membawa tugas-tugas ini, Bu Yumna mengatakan akan menunggu di perpustakaan. Yang berarti ia patut menaruh kertas-kertas sialan ini di perpus.

Tubuh Bu Yumna yang pendek mempersulit pencariannya. Ditambah, guru senior itu ternyata duduk di kursi paling pojok, yang rata-rata dikelilingi beberapa rak tinggi. Selepas menyapa penjaga perpus, ia bergegas menghampiri musuh kental seluruh murid nakal di tubas.

Namun, telinganya tiba-tiba mendengar sayup-sayup seseorang tengah membicarakan sesuatu yang begitu familiar. Atensi Nova tertarik berkat satu nama. Yaitu, nama Galang Pramudya Arthasena. Orang yang ia jadikan objek untuk menjatuhkan rivalnya di dunia nyata maupun di lingkup dunia orange.

"Jadi gimana rencana kita? Lo udah ngelakuin apa yang udah gue atur kan'?" tanya orang di sebelah gadis berambut lurus, tapi sengaja dikeriting kali ini.

"Gue udah ngelakuin sama persis dengan yang udah lo atur. Tapi, sampai sekarang pun gak ada satu pun dia nge-balas dm gue," jawab Milan lesu. Ya, Nova tanpa sebab mendengar pembicaraan antara Risa dan Milan.

Beratnya tumpakan kertas sejenak terlupakan. Nova seksama menguping obrolan mereka. Tak peduli tangannya merah dan kelelahan menahan beban yang ada. Arah pembicaraan dua gadis interpid itu lebih menarik dari apapun.

Termasuk mendapat kabar bahagia ketika naskahnya dipinang penerbit. Lagipula, siapa yang akan meragukan kemampuan gadis ini dalam membuat cerita? Nova bangga dan angkuh dengan pencapaiannya tersebut. Maka, tak heran jika ia seringkali merendahkan orang lain secara tidak langsung.

"Coba gue lihat dm-nya. Gue masih gak percaya aja gitu, kalau cara brilian kita masih susah buat si doi luluh," pinta Risa sekaligus menyodorkan telapak tangannya.

Pembicaraan mereka membuat Nova muak dan ingin muntah karena arah perbincangan keduanya yang seakan menyiratkan kalau gadis-gadis payah itu ingin menjadikan Galang sebagai pacar mereka. Nova tidak akan rela bila Milan atau Risa berpacaran dengan pangeran impian seperti Galang. Egonya pasti akan terluka menerima kenyataan.

Kembali ke objek utama. Risa mengerutkan dahinya sembari menggaruk-garuk kepala. Nova masih bingung hingga saat ini. Namun, kebingungannya itu akhirnya terjawab.

Risa menyeletuk sangat besar. "Sumpah ya, Mil, rasanya gue pengen jitak lo sekarang juga. Lo begok boleh, tapi jangan bodoh-bodoh amatlah. Masa hal kecil perlu diajari lagi."

"Suara lo besar banget, Ris. Santai aja dong ngomong begoknya. Kita sesama human begok jangan saling menghina-lah. Dilarang agama, tau gak?"

"Kalau bisa ya, Mil, rasanya gue pengen ngelempar lo ke ikan hiu. Biar dimakan sekalian sama tu hiu. Begoknya gak sembuh-sembuh. Waktu deketin Vano aja pinter banget. Giliran deketin Galang, payahnya maksimal."

"Jadi, gue harus berbuat apa, Trisa Adriani? Apa yang udah lo atur, gue lakuin. Rasanya gue salah mulu jadi cewek. Biasanya kan cowok yang selalu salah di mata cewek." Di saat genting saja, humor gadis itu melambung tinggi. Nova melirik kesal.

"Seharusnya kalimat yang lo pake gak kayak gini. Gimana dia mau balas kalau lo-nya aja gak sopan. Dan gak perlu lah lo bilang bagian dimana dia lagi nyuekin," sahut Risa kesal, sementara Nova tertawa girang dalam hati. Berarti trik yang mereka pakai tidak mempan. Tak salah ia memilih Galang sebagai sasaran empuk. Ketidakpedulian Galang terhadap orang asing menjadi pion yang dapat Nova kendalikan.

Puas dengan berita itu, Nova beranjak pergi. Tumpukan kertas itu ia serahkan pada asisten penjaga perpus agar diserahkan ke Bu Yumna. Moodnya yang sedang baik tak perlu dikacaukan dengan omongan unfaedah guru terkiller di tubas.

"Kayaknya kita harus lebih ekstrim lagi, Mil. Cara kedua gue yakini pasti berhasil. Tinggal eksekusinya yang perlu kita perhitungkan lagi."

Milan menyetujui usulan Risa. Ia begitu bosan menghadapi tingkah Galang yang seakan-seakan ingin menguji imannya. Sayangnya, Milan tak sesabar itu untuk meladeni kesombongan Galang Pramudya Arthasena. Lihat saja, pemuda tersebut sebentar lagi Milan pastikan bertekuk lutut dan meng-iyakan kemauannya.

Bersambung....

Seberkas Cahaya, 20 April, 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro