Bab 31: Chat Nyasar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng





Melihat sapu terbang di dalam film Harry Potter sudah biasa. Tapi, bagaimana jika sapu ijuk yang fungsi awalnya untuk membersihkan lantai berubah seketika di tangan pentolan sekolah? Itulah yang jadi pertanyaan seisi kelas. Kegaduhan yang sedari tadi timbul ternyata berasal dari kegilaan gc comppany. Mereka memainkan benda kebersihan serupa microfon dan bernyanyi layaknya penyanyi profesional.

"Biar kata nenek sihir, bagiku kau Britney Spear, oh oh ... I love you bibeh ...." teriak Beta mendendangkan lagu The Changcuters. Cowok kelahiran ambon, delapanbelas tahun silam teramat percaya diri tampil di hadapan teman sekelasnya.

"Biar kata mirip buaya, bagiku luna maya. Oh oh ... I love you bibeh ...."

Beta menaiki meja, sontak menyanyikan reff lagu I love You, Bibeh. "Aku cinta kepadamu ... Sayang ini hanya untukmu ... Untukmu ... Untukmu ...."

Beta bahkan cuek-cuek bebek kala para cewek melayangkan protes, tetapi separuh dari mereka yang kurang waras mendukung penuh atas kealayan cowok berkulit eksotis tersebut.

"Ayo, semuanya .... I love You Bibeh ...." Beta makin memperpanas kelas dengan mengajak teman-temannya ikut bernyanyi. Suara nyaring si cowok Ambon membahana kemana-mana.

"I Love You, Bibeh," balas penonton dadakan yang sejak tadi menikmati pertunjukan nyeleneh ini. Kalangan murid bandel semacam mereka patut berterimakasih kepada Rysan, karena celetukan unfaedah si ketua gc memberikan inspirasi bagi Beta untuk menyanyi dan membuat satu kelas heboh. Kegabutan yang hakiki di saat jam-jam kosong.

"Lanjut tidak teman-teman? Jika lanjut maka satu tembang bakal Beta bawakan untuk kalian semua," tanya Beta serupa vokalis band yang sedang manggung off air.

"Lanjut ...."

"Markiljut, mari kita lanjut ...."

"Lanjut, Bet. Gue suka gaya lho."

"Lanjut dong Abang Beta. Pasti neng Maya sedang menanti suara emasmu keluar .... " Meja coklat panjang itu mereka pukul bak gendang. Maya yang diam di bangku kembali menidurkan kepalanya gara-gara muak berada di situasi menyebalkan seperti ini.

Cuitan warga kelas semakin meramaikan konser gaje yang dipelopori Beta. Rysan bersiul demi menyemangati aksi bodoh yang sayangnya menghibur. Cowok nakal itu tidak tahu menahu kenapa teman-temannya menyetujui saran aneh yang dirinya cetuskan. Meski selalu berujung dengan dihukum bareng oleh guru bk sebab membuat onar.

"Gue heran deh, Ros." Risa yang sudah tidak betah dengan suasana ini akhirnya angkat bicara.

"Heran kenapa? Tiru dong gue yang gak pernah merasa heran terhadap apa pun. Selow-selow bae kayak gak punya beban hidup," timpal Rosa tak lengkang dengan gaya sok santainya.

"Santai gaya lo gue udah gak heran lagi, Ros. Tugas satu bulan yang lalu baru dikerjakan sekarang mah biasa aja," ejek Risa paham akan kebiasaan selow yang temannya katakan.

"Tuh lo tau. Gue kan tergabung dalam komunitas 'Ips' kepanjangan dari ikatan pelajar santuy."

"Sekarang gue tanyalah. Emang lo gak muak dengan kebisingan ini? Gue yang sering nemeni emak ke pasar aja gak pernah tu dengar yang seberisik mereka. Cuma mereka-merekalah yang expert dalam bidang membuat onar," ungkap Risa memberi tahu isi hatinya.

"Berisik versi lo beda sama mereka Ris. Ibaratnya ya, kita di tingkat berisik yang minimum sedangkan mereka berada di tingkat maksimum. Jadi, wajar kalau merasa heran. Apalagi lo kan paling anti sama yang namanya 'cowok nakal' kayak si kutu kupret Rysan."

Risa menganga. Ia dibuat tercengang dengan teori yang temannya jabarkan barusan. Teori minimum dan teori maksimum. Selama mengais ilmu, yang Risa ketahui hanyalah teori minimum dalam pelajaran Kimia. Bukan teori dari kebisingan yang ditim

Ada-ada saja pembenaran temannya yang satu ini.

"Terserah deh, teori lo emang unik dari yang paling un," cetus gadis itu bosan mendengar keanehan sobatnya ini.

Beralih dari kebodohan terhakiki Rosa Zaliyanti, Risa mendekatkan tubuhnya guna bertanya pada Maya. Ia hendak memastikan apa teman dekatnya itu ingin muntah atau tidak akibat melihat aksi Beta di depan kelas.

"May, lo baik-baik aja kan? Gak pengen muntah gitu?" Kegabutan sedikit menggeser posisi otak Risa. Maya yang melamun lantas mengangkat kepalanya, menatap Risa intens.

Semenit bagaikan patung, barulah Maya menggeleng. Tanda kalau ia baik-baik saja. Tidak ingin muntah atau pingsan mendadak. Maha dasyat dampak Rysan dkk dalam merusak mental dan kesehatan tubuh anak orang.

"Pertanyaan lo unfaedah banget jubaidah," ujar Rosa yang mendengar pertanyaan absurd wakil ketua interpid girls.

"Suka-suka dong. Sirik aja lo Siti Rope'ah," sarkas si gadis jenong membalas ejekan Rosa.

Hening sejenak. Namun, tiba-tiba Risa ingat satu hal. "Oh ya, kalian udah siap pr sejarah yang Bu Indah kasih?" Ingatan Risa tidak jauh-jauh dari yang namanya tugas. Tugas dan tugas. Hanya itu yang terlintas di otak kecilnya.

"Udah," jawab Maya singkat. Rosa yang berbalik badan kemudian mengubek-ubek isi tasnya kembali ke posisi semula.

"Tada ...." Buku bersampul koran itu Rosa sodorkan. Wajah berseri-serinya menimbulkan kerutan di dahi Risa. "Gue dong udah siap. Master Rosa gitu loh!" Kalimat bernada bangga yang Rosa katakan mendadak membuat perut Risa bergejolak. Bukan Maya yang ingin muntah sekarang, melainkan Risa yang jijik akibat mendengar ucapan teman sombongnya.

"Somse sekali anda Rosa Zaliyanti."

"Oh iya dong. Hal kayak gini patut diapresiasi."

"Yaudah, sini. Gue pengen nyontek punya lo."

"No, no, kerjain sendirilah, lo kan punya otak jenius. Gunain dong."

"Buruannn." tekan Risa memelototkan matanya.

"Nih, gak bermodal banget sih."

"Bodo."

Cepat Risa menyalin jawaban Rosa. Sejujurnya, ia sudi tertawa menyaksikan ekspresi tidak ikhlas yang sang teman tunjukkan. Namun, kapan lagi Trisa Adriani bisa sejahil ini? Jangan Rosa melulu yang mencontek, ia pun perlu melakukannya sebaliknya supaya si lambe turah tubas paham bagaimana rasanya dicontek.

"Eh, Mil, pinjam tipe-ex dong."

Milan yang keberadaannya dilupakan dari tadi tak urung menjawab hingga detik ke enampuluh. Berdehem pun tidak. Kepo, Risa menoleh ke belakang dan membolakan mata tidak percaya. Ya, semenjak memilih duduk di belakang bersama Maya untuk sementara waktu, gadis konyol itu terus menidurkan kepalanya di atas meja. Tapi, sekarang, lihatlah di sana, ulasan senyum terus bertengger di wajah ayunya.

Sayang seribu sayang, bukannya manis, Milan justru terlihat seperti orang yang kesurupan jin penunggu pohon toge.

"Woy," teriak si interpid girls kedua di depan muka Milan. Kuah bakso turut muncrat ketika mulutnya terbuka lebar. Dasar Risa jorok! "jangan senyum-senyumlah, serem gue lihatnya Mil. Ntar kesurupan satu sekolah yang repot jadinya."

Lamunan Milan terbuyarkan. Ia sadar dan jijik atas apa yang sahabatnya lakukan. "Gak usah muncrat juga kuah baksonya."

"Makanya lo jangan kayak gitu dong. Ngeri gue lihatnya Mil. Ya kan, Ros?"

"Yoi."

Decakan keluar dari mulutnya. "Gangguin orang lagi menikmati me time aja."

"Apaan sih me time-me time. Ini masih di sekolah woy kalau lo lupa," celetuk Risa kesal.

"Serah deh. Gara-gara lo lamunan bahagia gue hilang."

Kali ini Milan sungguh-sungguh mengikuti gaya Maya. Gadis itu menyamankan kepala di atas meja kemudian menatap ke luar melalui jendela. Saat hendak menutup mata dan terlelap demi memanfaatkan jam kosong, dentingan notifikasi whatsapp terdengar.

Milan segera membuka ponselnya. Ia pikir Vera yang mengirimi pesan, ternyata nomor asing. Milan kontan dibuat terpelongo kala membaca chatnya.

0831xxxxxxxx
Makasih ya atas bantuannya waktu itu:v😘
😊

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro