Bab 52: Deep Kiss

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng





Dua Minggu Kemudian...

Siang itu permainan voli pantai mereka terasa menyenangkan. Deburan ombak pun silih berganti menghantam. Hingar bingar kota sama sekali tak mereka temui di sini. Siapa sangka kemenangan yang diperoleh dapat membawa ke-enam pemuda tersebut terdampar ke tempat seindah ini.

View laut lepas dan pondok-pondok kecil berpenyangga kayulah yang benar-benar pertama kali menyambut. Namun, ide konyol berkedok main voli jelas bukan daftar kegiatan yang mereka rencanakan.

Liburan singkat tim baseball berubah jadi ajang taruhan kala Ringgo menyalurkan aspirasinya. Sudah jelas dia takkan melewatkan kesempatan emas ini. Lima tiket pertandingan criket dan liburan gratis keliling London membuat liurnya serasa berjatuhan.

Dan sebaliknya jika kalah, dialah yang harus menanggung akomodasi liburan dadakan tersebut, tapi tidak apa-apa, peraturan dibuat untuk dilanggar. Lagipula, siapa yang akan tega melihatnya bangkrut mendadak. Galang dan Revan kan berhati malaikat, apalagi Alex, Reno serta Gio.

Siap bermain, net sepanjang satu meter telah membentang lebar, memisahkan dua regu berisikan lima orang. Rally yang Ringgo lakukan mengawali pertandingan mereka, sedangkan Galang dan Reno yang berada di garda terdepan, mati-matian menghadang serangan Gio.

Tak mau kalah, Ringgo mengumpankan beberapa smash mematikan yang sulit lawannya bendung. Skor pertama tercetak sempurna.

Spontan Alex meminta anggota timnya bertukar posisi dan itu rupanya ampuh membungkam kesombongan si anak batak. Serangan telak ia hadirkan demi membuktikan skill terpendamnya.

Di detik-detik terakhir Alex justru mengalah. Ia dengan senang hati melonggarkan pertahahan agar Ringgo mampu mengungguli skornya. Bukankah permainan mereka cuma untuk senang-senang saja? Kalah atau menang bukan masalah besar bagi Alex.

Ringgo kian terbahak lebar. Entah kenapa ia senang sekali hari ini. Tiket criket yang dirinya idam-idamkan kini sudah berada dekat di depan mata.

Galang yang menyaksikan kehebohan sang teman agaknya sudah biasa disuguhi pemandangan seperti ini, akan tetapi objek pandangnya bukan lagi mengarah ke Ringgo, melainkan ke perempuan yang sedari tadi menarik perhatiannya.

Dari kejauhan senyum itu nampak jelas tersungging. Dress floral yang ia kenakan berkibar tertiup angin. Terlebih rambutnya yang berkilau diterpa sinar matahari. Galang terus memperhatikan, berdiri mematung bak patung lilin pameran. Tanda tanya besar tercetak jelas. Namun, rasa penasarannya sedikit memudar kala gadis tersebut menarik tangannya.

Beruntung Galang pintar menyesuaikan diri sehingga adegan terhuyung ke belakang sukses ia hindari. Kini langkah kaki keduanya saling menjejak di pasir putih. Tanpa sadar, dua anak adam itu sudah tiba di sebuah ayunan berpancangkan dua batang pokok kelapa.

Sama-sama larut dalam keheningan, bola mata Galang sontak melebar sempurna ketika gadis berambut lurus ini menarik tengkuknya, mendaratkan bibir semerah delimanya di sana.

Lidah mereka tak sungkan membelit lantas saling bertukar saliva tanpa ragu. Kewarasan belum berhasil Galang kuasai, terbukti dari intensitas ciuman mereka.

Cahaya kemerah-merahan khas langit senja membuat keduanya semakin hanyut terbawa suasana. Namun, tepat di detik ke-enampuluh pandangan Galang mengabur.

Pantai berlatar pasir putih berubah menjadi furnitur yang sangat ia kenali. Napasnya menderu tak beraturan seiring detak jantung yang bertalu. Arrrgh, mimpi macam apa itu???

****

Sering Mengalami Plot Hole Hingga Membuat Cerita Tidak Logis? Yuk, Simak Cara Mengatasinya.

Perkuat Karakter Tokohmu dengan Membuat Mapping Profil.

Cek Penggunaan Tanda Baca yang Benar Menurut Eyd dan Kbbi.

Plot Twice Kunci Kesuksesan Sebuah Novel.

Satu per satu web Milan jelajahi. Berulang kali jua kursornya mengklik, membuka tiap-tiap artikel yang berada di laman teratas. Layar notebook yang semula tertidur kini berkedip setiap sang empunya menggulirkan jari. Sunyi senyap rumah dan decakan cicak menemani agenda belajarnya menyelami Eyd dan kawan-kawan.

Tidak ada waktu bersantai ria dalam kamusnya. Salah letak tanda koma bisa-bisa ia dicecar, lupa mencantumkan sumber pastilah ia diejek habis-habisan. Rudal kenyinyiran Aldira Nova dan komplotannya memang semengerikan itu. Ditambah deretan fans bar-barnya yang gemar main bully karya orang.

Mereka belum tahu saja apa yang bisa Interpid Girls perbuat saat harga dirinya diinjak-injak sedemikian rupa. Bahkan, Milan dan kawan-kawan siap membuat orang-orang itu terkena mental setiap hari jika tidak pandai menjaga etikanya dalam memanusiakan manusia. Bisa dia pastikan takkan ada mulut-mulut kesetanan yang mengomentari maha karyanya nanti.

Dan kegiatan serupa terus Milan ulangi. Semangatnya membara bagai api disulut bensin. Sesekali ia menghadir seminar, merevisi apa yang perlu direvisi dan tidak sungkan mengubah alur bila dirasa kurang srek. Sebisa mungkin plot hole ia hindari. Apa pun akan Milan lakukan demi naskahnya!

Kini anak gadis Pak Damar mendaratkan bokongnya di kasur, menulis beberapa alur yang sekiranya cocok untuk ditambahkan. Akan tetapi, coretan yang sedang dia buat di secarik kertas harus terjeda kala ingatannya memutar sebuah kejadian. Otaknya sekali lagi me-reka memori itu dengan benar. Ia sungguh tidak bisa mempercayainya.

Seorang Riska Teresa yang kabarnya dulu dipenjara dengan begitu santai mengenalkan sang pacar ke muka publik. Lebih tidak masuk akal lagi yang ia kenalkan adalah Alejandro. Masih ingat Alejandro? Artis Filipina yang kala itu berseteru dengan Riska mengenai hak cipta sebuah foto.

Milan tersedak ludah. Ia kelihatan seperti orang bodoh di depan couple goals tersebut. Diserang kenyataan nyatanya jauh lebih parah daripada diserang netijen di sosmed. Gara-gara kasus ini ia harus bersusah payah mendekati Galang. Memasang ribuan strategi agar kehadirannya dinotice.

"Kita bisa nyelesaikannya dan ngobrol lagi setelah delapan tahun," ungkap Riska selepas kegiatan penandatanganan novelnya. Koneksi yang Airin berikan untuk bertemu langsung dengan sang penulis terasa sia-sia saat Milan cuma diam dan memasang ekspresi bodohnya.

Saat itu ingin rasanya Milan membanting kursi, merobohkan meja dan mengguncangkan bumi. Jadi, selama ini ia dibodohi oleh media yang melebih-lebihkan kasus tersebut?? Ah, sudahlah, bukan sepenuhnya salah dua sejoli itu juga. Ketakutannyalah yang memperumit keadaan.

Milan menyesap mocca latte yang lama ia angguri. "Mau gimana lagi semuanya udah terjadi. Setidaknya penulis kesayangan gue ketemu sama cinta pertamanya lagi setelah delapan tahun." Monolog Milan kembali menyelesaikan revisian naskah yang tiada henti minta dibereskan.

****









Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro