10. PDKT

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Update lagi, nih.
Jangan lupa hadir di pernikahan Rara dan Genta. Wkwk
Eh, jangan lupa tap bintang dan follow akunku, ding.

Happy reading, Guys.

♤♤♤


Persiapan sudah mulai dilakukan. Vila milik Pak Hisyam akan menjadi saksi pernikahan aku dan Mas Genta. Sebenarnya, aku ingin sekali acara ijab kabul dilakukan di rumah Aba, tapi Pak Hisyam kukuh pada keinginannya untuk melakukan prosesi itu di sini. Ada banyak pertimbangan dari beliau jika prosesi itu dilakukan di sana. Beliau khawatir jika tamu tidak muat ditampung di rumah Aba. Beliau takut jika aku akan sedih ketika mengingat, seharusnya Aba yang menjadi waliku, bukan diwakilkan karena paman tidak bisa datang untuk menjadi wali dalam pernikahanku. Belum lagi jalan yang lumayan sulit dijangkau. Aku kembali pasrah pada keputusan Pak Hisyam.

"Cantik banget kamu, Ra."

Aku terkesiap ketika Kak Fani memuji. Pandanganku beralih pada cermin yang ada di depan. Tubuhku sudah terbalut gaun pengantin warna putih. Ya. Sekarang aku sedang berada di butik untuk memastikan gaun pengantin pas di tubuhku dan dan tidak ada kekurangan. Gaun ini atas permintaan Mama dan Kak Fani. Mereka menyiapkan semuanya dengan sangat baik dan sabar. Aku bahagia mendapat perlakuan baik dari mereka. Bagaimana tidak? Mereka akan menjadi keluargaku setelah aku sah menjadi istri Mas Genta.

"Genta."

Ada Mas Genta? Dia ke sini? Kenapa Kak Fani enggak kasih tahu aku kalau Mas Genta mau ke sini? Biasanya, dia akan kasih tahu aku mengenai Mas Genta.

"Bagaimana gaun pernikahannya?" tanya Mama pada Mas Genta.

Aku masih pada posisiku tanpa menatap Mas Genta. Dia pasti sudah di antara kami.

"Bagus," balasnya singkat.

"Mari Mas Genta, pakaian pengantin Mas Genta sudah siap." Terdengar karyawati butik ini menginstruksi.

Aku kembali fokus pada gaun yang melekat di tubuh ini. Perasaanku tak menentu. Lebih dominan rasa sedih. Entahlah.  Aku bahkan belum sepenuhnya yakin dengan pernikahan ini. Semua terasa begitu cepat bagi. Kesiapan Mas Genta pun masih samar. Aku hanya mendapat kata singkat dari dia, "Aku yakin dengan keputusanku.". Itu kalimat yang kudapat dari Mas Genta saat menanyakan kesiapannya melalui pesan. Aku dan dia sangat menjaga jarak, bahkan dalam pesan pun dia sangat singkat membalas. Apa dia sengaja melakukannya karena kita belum sah? Semoga saja. Aku senang jika kenyataannya seperti itu.

♡♡♡

Aku masuk ke dalam mobil setelah keluar dari tempat spa. Ya. Mama dan Kak Fani mengajak aku ke tempat spa setelah dari butik untuk memanjakan tubuh. Ini kali pertama aku masuk ke tempat spa. Dan, hari ini pun kali pertama aku satu mobil dengan Mas Genta. Sebelumnya, kami datang ke butik diantar sopir. Tapi setelah dari butik, kami naik mobil yang dikendarai Mas Genta.  Aku merasa jika Mama dan Kak Fani sengaja melakukan ini agar aku dan Mas Genta dekat. Hal ini membuatku risih.

"Kita mau ke mana lagi, Ma?" tanya Mas Genta pada Mama.

"Kita makan siang bersama dulu sebelum pulang." Mama membalas pertanyaan Mas Genta.

Aku hanya diam, mendengarkan obrolan mereka, menatap ke luar kaca. Deringan ponsel menggema di dalam mobil ini. Aku tak tahu ponsel siapa yang berdering, dan pastinya bukan milikku. Melirik ke arah depan, rupanya bersumber dari Mas Genta. Dia tidak mengangkat panggilan telepon itu, tapi justru diabaikan.

"Siapa?" tanya Kak Fani.

"Teman," balas Mas Genta singkat.

Suasana kembali hening.

Kami tiba di restoran rekomendasi Mama. Aku hanya mengikuti mereka masuk ke dalam. Restoran ini memang terkenal enak, dan hanya kalangan atas yang biasanya makan di tempat ini. Aku duduk di kursi setelah mendapat meja yang kosong. Tempat ini cukup ramai. Posisiku saat ini di tengah Mama dan Kak Fani. Tapi aku berhadapan dengan Mas Genta. Ini akan kembali membuatku risih.

Pelayan memberikan buku menu pada kami. Aku membuka buku menu dan menatap makanan yang tersedia. Cukup asing. Aku masih berpikir untuk memesan makanan apa. Mama, Kak Fani, dan Mas Genta sudah mulai memesan. Kini giliran aku. Aku pun memesan makanan yang sesuai dengan selera.

"Mama senang karena bisa ajak kalian makan siang. Ini pertama kali ajak Rara makan siang bersama. Ternyata Rara sederhana dalam segala hal. Bukan hanya pakaian saja, tapi dalam makan pun dia sederhana." Mama membuka obrolan.

"Ya. Papa enggak salah pilih Zinnirah buat Genta. Fani suka dengan Zinnirah. Dia bukan hanya sederhana, tapi juga cantik dan pintar." Kak Fani memuji.

Aku hanya tersenyum tipis mendengar pujian Kak Fani.

"Genta ke kamar mandi dulu." Mas Genta beranjak dari kursi.

"Ra. Setelah menikah dengan Genta, kamu jangan sungkan minta bantuan ke Kakak atau Mama. Kami siap bantu kamu. Terutama masalah Genta. Dia memang jutek, tapi aslinya dia baik." Kak Fani menyampaikan.

Aku hanya mengangguk. Walaupun Mama sudah banyak bercerita mengenai Mas Genta, tapi aku masih ingin tahu lebih banyak lagi mengenainya. Tapi aku pun merasa tak enak jika ingin bertanya. Biarlah aku mengetahui lengkapnya setelah menjadi istri Mas Genta.

Makanan yang kami pesan telah tiba. Mas Genta pun sudah kembali dari toilet. Jujur, Mas Genta terlihat tampan saat ini. Bukan saat ini, tapi saat pertama bertemu dengannya di pabrik tempo hari. Dia memang banyak berubah dalam segi fisik. Entah dalam segi pribadi. Semoga pribadinya pun berubah menjadi lebih baik.

♡♡♡

Aku, Mama, dan Kak Fani masuk ke dalam rumah setelah mobil Mas Genta berlalu pergi. Mas Genta langsung pamit kembali ke hotel setelah mengantar kami. Raut bahagia terlihat jelas pada Mama dan Kak Fani. Bukan lagi raut bahagia, tapi Kak Fani histeris saat menggodaku karena Mas Genta membukakan pintu mobil untukku. Mereka senang karena bisa mendampingi aku dan Mas Genta PDKT. PDKT apanya? Aku dan Mas Genta hanya diam satu sama lain dari butik sampai rumah. Apa yang membuat mereka senang? Aku tidak.

"Ini buat kamu, Ra."

Aku menoleh ke arah Kak Fani. Kulihat dia menyodorkan sebuah tas karton padaku. "Ini apa, Kak?" tanyaku padanya.

"Kado dari Kakak buat kamu. Jangan buka sekarang. Bukanya kalau kamu sudah sah jadi istri Genta," balasnya.

Aku menerima tas itu. Penasaran. Apa isinya?

Aku masuk ke dalam kamar setelah selesai menerima kado dari Kak Fani. Pernikahan aku dan Mas Genta masih beberapa hari lagi, tapi Kak Fani sudah memberiku kado. Aku penasaran dengan isinya.

Kuletakkan kado dari Kak Fani dan tas milikku di atas meja, kembali berjalan menuju ranjang dan merebahkan tubuh di atasnya. Memejamkan mata. Mataku kembali terbuka ketika mengingat belum menunaikan salat Asar. Aku beranjak dari tempat tidur, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk wudu.

Sesibuk apa pun aku berusaha agar tidak melupakan kewajibanku sebagai seorang hamba. Umi dan Aba mengajariku untuk tidak meninggalkan salat sejak kecil. Aku akan selalu mengingat pesan mereka dan pesan guru-guruku ketika aku belajar di pondok pesantren sebelum kuliah.

♡♡♡

Bersambung ...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro