1. Not Funny Holliday

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kejar dia! Jangan sampai lolos dari pengejaran ini. Hidup atau mati, bawa ke hadapankunhari ini juga!"

Benar orang berkata bahwa seseorang akan menjadi berbeda di situasi yang berbeda ketika mereka dituntut seperti itu. Teriakan keras dari seseorang yang tengah terluka di bagian bawah perutnya akibat bekas tembakan yang mengenai tepat di sana hampir membuatnya kehilangan banyak darah. Kalau bukan karena pekerjaan, ia tidak akan nekat kabur dari rumah sakit hanya untuk mengejar buronan polisi dan juga pihak keamanan negara.

Situasi kian menegang, tidak menutup kemungkinan bahwa ia bisa dibunuh saat itu juga oleh para musuh dari berbagai arah. Terlahir handal, bagi lelaki dengan wajah tertutup setengah topeng itu bukanlah masalah bila nyawanya melayang. Justru ia akan bersenang-senang dengan nyawa musuh-musuhnya itu.

Posisi sekarang tidaklah bagus, ia tengah bersembunyi di balik gedung kosong untuk memulihkan tenaganya juga meminum obat pereda nyeri yang tidak membantu sama sekali dari awal. Ia harusnya mendapat obat lebih keras yang masuk golongan narkotika.

"Ah, sialan! Perbannya bocor!" umpatnya tatkala melihat perban yang semula berwarna putih berubah menjadi merah melingkar yang besar. "Menyusahkan."

Tidak ada pilihan lain selain merobekan bagian bawah bajunya kemudian diikat sedikit kencang di sana.

Kemudian ia mengisi isi pistolnya dengan banyak peluru. Misinya harus berhasil hari ini, bila tidak maka keamanan salah satu pemimpin daerah yang dikenal paling makmur akan terancam dan pemimpin daerah tersebut menjadi target utama musuhnya yang mengincar beliau sejak kampanye lima tahun yang lalu.

Walkie talkie miliknya berbunyi, salah satu anggota memberikan informasi bahwa ada pemimpin komplotan di dekat lelaki itu. Mereka akan bersiap pergi menggunakan helikopter dan membawa kabur dokumen penting daerah juga dokumen amanat dari presiden negara.

"Sir, mereka akan berangkat sekitar tiga puluh menit lagi. Salah satu anggota kami yang mengikuti mereka memberi informasi bahwa lokasi mereka sekarang berada di gedung biru lantai paling atas." Suara yang serak, ditambah dengan alat komunikasinya sudah agak rusak karena terjatuh terus menerus saat pengejaran. "Apa strategi B3 akan diluncurkan sekarang, Sir?"

"Luncurkan dalam sepuluh menit, pastikan ada anggota pasukan khusus yang menyergap bagian rooftop gedung untuk mencegah mereka kabur dari sana," kata dia yang masih menahan sakit dan melihat gedung biru dari kejauhan. "Bagian B3 dan L11X memasuki bagian pintu masuk bawah gedung dan melumpuhkan keamanan bagian sana dengan tepat dan cepat. Segera lakukan sebelum aku sampai di sana."

"Perintah diterima, pasukan akan segera berangkat menuju lokasi."

"Terima kasih, dan segera."

Itu menjadi perintah terakhir baginya sebelum ia diam-diam dibuat pingsan menggunakan klorofom oleh musuh yang mengamatinya dari belakang. Lukanya di perutnya tidaklah membaik, justru bertambah buruk. Nyaris saja ia kehilangan nyawanya saat itu juga di atas gedung biru yang disaksikan oleh banyak orang.

Walaupun ia dibuat tidak berdaya, tapi strateginya berhasil melumpuhkan komplotan orang yang disewa untuk membunuh pemimpin daerah dan dalang utama ditangkap oleh Jendral Kepolisian yang berada di lokasi TKP.

Helikopter tidak jadi terbang mengudara, berbagai suara tembakan di langit Kota menjadi hal terakhir yang dianggap malapetaka warga kota tersebut. Kini, semuanya kembali menjadi normal. Dan lelaki yang sangat berjasa pada misi penangkapan komplotan itu dilarikan kembali ke rumah sakit dengan kondisi hampir membuatnya menjadi koma.

Dia selamat, matanya terbuka setelah pingsan dan melihat isi ruangan yang didominasi cat putih tulang dan harum wangi apel serta dingin dari AC.

"Selamat, misi kamu berhasil." Adalah kata-kata pertama yang diucapkan seseorang dengan baju dinas dan topi yang bersemat di kepalanya serta seulas senyum lebar menghiasi wajahnya. Dia menepuk bahu lelaki yang masih terbaring di atas ranjang dengan pakaian pasien dengan bangga. "Sekali lagi, kamu telah membanggakan institusi dengan cara hebat dan strategi yang tepat dan penyamaran yang mengagumkan. Tidak ada kata yang mampu menggantikan tindakan kamu."

"Terima kasih, Jendral."

Misi ke-10 ia nyatakan sukses.

***

Suara deburan ombak menjadi salah satu suara paling tenang yang pernah ia dengar. Angin pantai menerpa wajah lelaki itu, dingin menusuk kulit. Matahari belum bisa menyapa cahayanya saat ini, masih tenggelam—bersinar di bumi bagian lain dan digantikan oleh sinar rembulan yang terang sempurna menghiasi langit bersama bintang-bintang.

Langkah kakinya mengecap--- meninggalkan jejak di pasir pantai, matanya menatap lurus ke lautan yang terlihat indah sekaligus menyeramkan di malam hari dalam satu waktu. Jika dia bisa mengaitkan ini dengan makhluk mitologi, dia jamin akan ada Siren atau Mermaid. Karena suasananya mirip dengan film-film yang ia tonton terkait makhluk tersebut. Apakah ia percaya bahwa adanya makluk mitologi tersebut? Mungkin, iya. Lagipula ia percaya bahwa kehidupan bawah laut kayaknya daratan, versi lebih gelap dan lebih mencekam.

Akhirnya, dia mendapatkan liburan yang diinginkannya setelah sekian lama. Tidak elak, pekerjaan yang cukup membuatnya pusing dan sulit untuk mendapatkan jatah libur. Ini saja dia memang meminta karena satu tahun berturut-turut dituntut menyelidiki kasus yang beresiko bagi nyawanya. Sudah begitu, dia lelah dikejar-kejar oleh pekerjaan lainnya yang sama sekali dia tak akan menduganya.

Pria dengan kacamata hitam yang bertengger di matanya tersebut menyisir rambutnya ke belakang. Pesona dan aura keren melekat dalam dirinya membuat wanita-wanita muda dengan pakaian seksi mulai tergoda. Mereka-para wanita-mulai membuat menarik dirinya sendiri agar pria tersebut juga tertarik oleh mereka.

Astaga, sepertinya dia harus mengurangi untuk tidak menebar pesona secara tidak langsung seperti ini, atau dia bisa dipecat oleh atasannya.

"Duh, nih anak bisa bahaya kalau wajahnya terlalu familiar dikalangan banyak orang," gumam seorang lelaki yang berdiri jauh di belakannya memperhatikan gerak gerik dan situasi sekitar.

Amazo, asisten dari lelaki tersebut masih menyilangkan kedua tangan di depan dada, menyenderkan punggungnya di belakang mobil dibawanya itu. Ia sudah menjadi asisten seorang detektif ternama yang sebetulnya sangat misterius dikalangan umum.

Namanya Adiasan Demilla, putra angkat seorang anggota kepolisian tingkat tinggi, memutuskan mengikuti jejak sang ayah angkat dalam mengungkap segala kebenaran di balik kejahatan. Terutama kejahatan terbesar yang mengancam nyawa banyak orang maupun kerahasiaan negara.

Sudah tiga tahun lamanya San menjadi seorang detektif usai dilatih secara intens oleh teman sang ayah selama lima tahun. Pelatihan itu mirip dengan sekolah intelejen yang memakan waktu lama, dan San hanya butuh lima tahun untuk menjadi seorang intelejen sekaligus detektif ternama yang sudah setara dengan pemimpinnya.

Kini, di usianya yang menginjak hampir 25 tahun, San masih menyukai pekerjaan ini meski ditawarkan untuk menjadi seorang kepala kepolisian yang tentunya ia akan dilatih terlebih dahulu untuk itu. Namun, ternyata bekerja yang memiliki banyak tantangan jauh lebih menyenangkan dan membuatnya merasakan suatu kepuasan apabila berhasil menyelesaikan misinya.

Gerak gerik San terus diawasi oleh asistennya. Bermaksud baik, Amazo hanya tidak ingin San tidak terlalu diekspos wajahnya setelah kasus terakhir kemarin San hampir ditembak oleh tangan kanan mantan Mafia yang berhasil diburon oleh seluruh jajaran kepolisian karena mengedarkan ganja dan emas secara ilegal.

"San, sebaiknya jangan lepas kacamatamu secara gamblang." Amazo yang mendekat lantas menyentuh bahu atasannya itu. "Kalau masih ingat nyawa ya."

"Ck, tenang saja. Aku biasanya menggunakan tatto wajah atau topeng dansa saat bertugas. Mustahil mereka memburuku saat liburan seperti ini. Ini adalah kawasan private, tidak sembarangan orang akan ke mari. Take our time, Zo. Kapan lagi dapet jatah cuti yang agak lamaan dikit kayak gini," tutur San begitu santai.

Tidak seserius itu San mengatakan tatto wajah. Itu hanyalah sebuah tempelan supaya orang-orang tidak mengenali identitas asli lelaki tersebut saat melakukan penyerangan terhadap lawan-lawannya. Bisa gawat jika musuh tahu San. Ia memang memiliki wajah yang pasaran, namun apabila diteliti tidak terlalu dan ada kesan khas yang membuat dirinya menarik.

Musik berdengung di dekat pantai sungguh asik, meskipun suara ombak beradu. San berharap liburannya selama satu minggu yang tersisa tiga hari lagi ini benar-benar bisa ia nikmati tanpa bayang-bayang pekerjaan yang melelahkannya itu.

Ia harap begitu.

Faktanya, lima menit setelah ia memejamkan mata di atas pasir putih, suara satu panggilan masuk mengacaukan segalanya. Ia berdecak kesal, lantas melihat nama sang papa tertera di layar ponsel membuat ia memutar bola matanya malas. Pasti ada sesuatu yang penting disampaikan untuknya.

"Halo, Papa. Lapor, tidak ada masalah di sini. Lagipula, San baru aja nikmati pantai kawasan private area. Ya, setelah kemarin-kemarin kita cuman di kolam renang hotel selama dua harian. Kenapa sih?" Setelah mengomel singkat, San bertanya dengan nada protes.

Arjun tertawa di seberang telepon. Kasihan sekali dengan putra angkatnya yang satu ini, menikmati liburan saja dia ganggu.

"Kamu sudah tau saja kalau ditelpon begini, berarti ada dua macam; papa kangen atau tugas lagi. Jangan galak gitu nadanya, San. Papa biasa mau menyampaikan tugas baru buat kamu dari Pak Jeff," kata Arjun membuat San membuat bola matanya.

Sudah San duga, tugas lagi. "Memangnya kali ini apa sih tugasnya? Bukan komplotan pembunuhan orang penting lagi, kan?" tanyanya memastikan. "Kemarin San nyaris ketembak loh, makanya gak mau ambil kasus sejenis, apalagi ternyata mereka dibayar menggunakan narkoba. Beneran pengin caci maki orangnya karena hampir aja kecolongan buat kabur naik helikopter."

"Tenang, Nak, kali ini kasusnya bukan itu. Karena kita tidak tahu pelakunya berlatar belakang apa untuk kasus baru kamu. Chase selanjutnya ... adalah menyelidiki kematian seorang pengusaha sekaligus pemimpin utama Bank Chicago bernama William Addison, mati dibunuh didalam banknya sendiri dalam ruang tertutup."

San membeku mendengar nama yang disebutkan sebagai korban kasus yang ia akan bawa. Sebuah nama yang tidak asing bagi telinganya.

William Addison.

Lelaki itu, sangat benci oleh San. Namun ternyata setelah bertahun-tahun mereka tidak bertemu, kabar kematianlah yang membawanya untuk mendengar namanya untuk kedua kalinya. Sang Ayah kandung, bajingan kotor yang berhasil membuang anak emas seperti San hingga nyaris membuat nyawanya melayang.

Mulutnya terkatup rapat, masih sedikit terkejut. Bayangan masa lalu terputar bak film dokumenter, langsung buyar manakala Amazo menggoyangkan tubuhnya karena Tuan Arjun terus memanggil nama San berulang kali di seberang sana.

"San, Papa tahu kalau kamu masih ada dendam dengannya di masa lalu. Tapi, ini beda cerita. Kamu harus profesional sebagai seorang detektif. Karena kematiannya membawa pertanyaan, terlebih, pembunuh hanya membawa batu permata dan meninggalkan satu jejak saja. Karena itulah, Pak Jeff meminta kamu yang cerdas untuk menguak kasus tersebut hingga tuntas."

Tugas tetaplah tugas. San akhirnya menyetujui dan menerima tugas barunya itu, dengan sebuah syarat tentunya. Karena ia tahu bagaimana mantan ayahnya itu merupakan salah satu orang terpenting di negara, San ingin ada yang menemaninya.

Arjun tahu siapa yang bisa menemani puteranya dalam menjalankan tugas tersebut.

"Baik, kamu akan ditemani oleh Kanaya Fredella. Seorang dokter forensik sekaligus penyamar hebat, dia juga memiliki kepandaian seperti intelejen. Papa yakin kalian akan menjadi patner yang cocok."

Kanaya Fredella. Perempuan yang usianya empat tahun lebih tua daripadanya, tunangan seorang anggota kemiliteran yang tengah bertugas di perbatasan negara. Wow, San terkejut mengetahui bahwa sang patner bertugas adalah dia. Tidak apa. Justru itu kabar yang bagus mendapatkan patner hebat seperti dia yang pandai memainkan ekspresi di depan banyak orang.

Dengan senyum tipis di bibir serta mata yang tetap terpaku memandang pantai, San membalas, "Oke, Pa. Aku setuju. San menerima tugas ini."

**

Hello Everyone, welcome to new lapak
Setelah lama gak publish, aku bawa cerita baru ni yang mana temanya tentang detektif. Aku bakal coba riset habis-habisan biar cerita ini tetap seru namun realistis alias sesuai real dalam jobdesk pekerjaannya. Karena gak mudah ya.

Now, let's introduce cast!

ADIASAN DEMILA
(Detektif)

KANAYA FREDELLA
(Dokter forensik)

TADREA AMAZO
(Asisten)


MICHAEL JUNHO
(Millitary)


And the other cast will update!

Semoga karya ini gak mengecewakan

Sampai jumpa di bab lain!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro