11. Degup Nyata

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Oleh Schyler_, ArlenLangit, Noorah91, Jenirenita, redlotus11, titizkyla, asni_putri, b4p3rgirl

Azkiya bergerak tak nyaman ketika samar-samar mendengar pintu kamar hotelnya diketuk beberapa kali. Ia berdecak kesal karena ketukan tersebut terdengar semakin brutal disertai teriakan yang menyuruh untuk bangun.

“Siapa coba yang ganggu pagi gini?”

Gadis itu turun dari tempat tidur kemudian melangkah ke arah pintu tanpa membuka mata dengan benar. Mata yang tadi masih setengah terpenjam lantas terbelalak ketika melihat sosok Narendra.

“Ayo, siap-siap! Kita jogging dulu,” ucap lelaki itu sembari masuk ke dalam kamar tanpa dipersilakan.

Azkiya menatap jam di atas meja nakas kemudian berdecak. Pukul 06.00. Baginya itu masih terlalu pagi untuk bangun apalagi melakukan jogging. Gadis itu masih mengantuk karena bergadang tadi malam, ia pun nyaris terjatuh ketika hendak membuka pintu beberapa saat lalu.

Jangan pernah berharap Narendra akan menerima penolakan karena lelaki itu memberi penekanan yang sangat jelas ketika berucap, “Anak gadis kok malas, sih? Sana cepat! Nggak pakai lama!”

Alih-alih menjawab, Azkiya menggembungkan kedua pipinya kemudian merampas pakaian olahraga di dalam lemari. Tamat sudah waktu tidur panjangnya. Di rumah dan Singapura sama saja, selalu ada yang mengganggu waktu tidurnya.

Tak memerlukan waktu lama, mereka sekarang telah berkeliling di tengah segarnya udara pagi. Bahkan sekarang mereka telah mencapai putaran ketiga hingga Azkiya yang kelelehan nyaris pingsan, terlebih lagi ia dehidrasi mendadak. Rasanya benar-benar ingin tumbang sekarang juga seperti pohon yang biasa ditebang orang tak bertanggungjawab.

Narendra yang melihat penderitaan gadisnya sejak tadi mulai melunak. Lelaki itu meminta sang pujaan hati untuk duduk sementara dirinya membeli minuman. Meskipun lebih sering menunjukkan sikap semena-mena, ia sebenarnya pribadi yang perhatian.

Setelah Narendra berlalu, Azkiya memejamkan matanya sebentar untuk menetralisir detak jantung yang sudah mencapai titik kelewat batas. Rasanya organ yang memompa darah itu ingin meledak sekarang juga.

Ketika mulai memasuki zona nyaman dalam memejamkan mata, sesuatu yang menyentuh tangannya membuat Azkiya membuka mata. Jantungnya yang perlahan menjinak kembali membuas karena terkejut.

“Kak, namanya Kak Azkiya, ‘kan? Ini bunga buat Kakak.”

Dari mana gadis kecil itu mengetahui namanya? Azkiya tidak tahu hingga mengerutkan dahi karena bingung. Meskipun tidak mengerti, ia tetap meraih bunga tersebut sembari menerbitkan senyuman.

“Lagi bunganya, Kak. Ambil semua!”

Azkiya menerima seluruh bunga dari gadis itu kemudian menghitungnya. Ada 24 bunga. Tak heran tangannya terasa sangat penuh karena bunga-bunga tersebut. Ia tidak tahu harus diapakan seluruh bunga itu.

Ketika ingin mengambil dompet untuk memberikan uang pada anak tersebut, ia terlebih dahulu ditinggal berlari. Ralat. Lebih tepatnya menghilang karena matanya tak lagi menangkap sosok gadis itu.

Mawar merah di tangannya sangatlah wangi dan segar. Azkiya memejamkan mata ketika menghirup aromanya kemudian tersenyum.  Hingga saat ini, ia masih penasaran dengan sang pemberi yang sesungguhnya. Tidak mungkin ada yang memberinya secara percuma.

Azkiya mengedarkan pandangan untuk mencari seseorang yang mencurigakan di sekitarnya. Namun, usahanya sia-sia karena tak kunjung menemukan jawaban. Sebelum rasa penasaran itu menghilang, seorang wanita tiba-tiba menghampirinya.

“Mbak, namanya Azkiya, ‘kan? Ini buat Mbak.”

Lebih aneh lagi. Bibir Azkiya nyaris terjatuh karena pangling melihat wanita yang kini menjauh setelah menyerahkan boneka beruang merah muda bertuliskan I Love You. Boneka itu tersenyum padanya, tapi tidak tahu kenapa rasanya seperti diledek.

“Ini apaan, sih? Iseng banget!” Gadis itu tersenyum aneh pada benda-benda yang kini memenuhi tangannya.

Azkiya kembali duduk kemudian meletakkan bunga serta boneka tersebut di sebelahnya. Ketika ingin mengembuskan napas, sesuatu yang terasa dingin tiba-tiba menyentuh pipinya. Lagi-lagi, jantungnya memberontak karena terkejut.

“Ya, ampun!”

Azkiya mendelik kesal ke arah sang pelaku, sedangkan yang ditatap hanya menunjukkan senyuman tak bersalah, tapi mempesona. Berapa kali ia dikejutkan oleh seseorang dalam hari ini? Bisa terkena serangan jantung mendadak jika terus seperti itu.

“Maaf, saya nggak niat. Lagian, kalau kamu kena serangan jantung dadakan, saya yang bakal jagain kamu. Jantung kamu itu jantung saya juga.”

"Terserah Pak Naren aja, deh. Bebas!" Ucapannya memang seperti itu, tapi wajah yang memerah tak dapat disembunyikan hingga Narendra terkikik geli.

Azkiya meraih botol yang diberikan Narendra kemudian meminum air di dalamnya. Sembari terus membasahi tenggorokan, ia mengerutkan dahi ketika melihat gitar di tangan sang lelaki tampan.

“Mau ngamen?” Bukannya tersinggung, Narendra malah tertawa kecil setelah mendengar pertanyaan itu. Lelaki itu kemudian mengangguk dan mengatakan bahwa Azkiya harus memberikan hatinya sebagai bayaran.

“Lihat nanti aja.”

Buka hatimu, bukalah sedikit untukku
Sehingga diriku, bisa memilikimu

Suara Narendra yang menjadi pelengkap melodi gitar itu berhasil membuat Azkiya terdiam. Gadis itu tak mampu menahan darahnya yang semakin mendidih hingga menciptakan warna merah pada pipi.

Setelah menyelesaikan nyanyiannya, Narendra menatap Azkiya sembari bertanya, “Aku boleh tanya nggak, sih?”
“Tanya apa?”

Ia kembali memosisikan jemari pada kunci gitar tanpa memetiknya kemudian mendekatkan diri pada telinga Azkiya sembari berucap, “Aku boleh panggil kamu ….”

“Apa?”

“Sayang.” Bisikan itu terdengar sangat lembut di telinga Azkiya hingga wajahnya semakin memerah, ia kemudian mengangguk sebelum Narendra melanjutkan, “Sayang, opo kowe krungu? Jerite atiku, berharap engkau kembali. Sayang, nganti memutih rambutku, rabakal luntur tresnoku ….”

“Saya mau balik sekarang juga!” teriak Azkiya sembari meninggalkan Narendra yang tak hentinya bernyanyi seperti orang kerasukan.

***

“Apaan tuh Pak Naren tadi? Ngapain pakai acara nyanyi nggak jelas gitu?” Azkiya menggerutu sembari menghempaskan tubuh ke atas kasur.

Jika lelaki itu tidak membuatnya malu karena menyanyikan lagu Sayang secara dadakan, mungkin Azkiya takkan sekesal ini. Omong-omong tentang bernyanyi, suara Narendra cukup bagus di pendengarannya. Ah, mengingat hal itu saja membuat wajahnya memerah untuk kesekian kali.

Gadis itu kembali mengingat apa yang telah dilakukan Narendra beberapa saat lalu hingga senyuman manis tercipta begitu saja di bibirnya. Namun, tak lama setelahnya, ia mengingat sesuatu yang sedari tadi terlupakan.

Senyuman Azkiya memudar ketika menemukan secarik kertas di sela boneka beruang merah mudanya. Sejak kapan benda itu ada di sana? Ia tidak tahu karena tidak memerhatikan dengan jelas ketika boneka itu diserahkan. Tanpa berpikir panjang, ia segera membuka surat tersebut kemudian membacanya.

Beruang itu unik. Indah, tapi mengerikan. Indah karena tubuhnya kekar sekaligus lucu dengan tubuh mirip seperti panda. Dia sangat mengerikan ketika marah akibat diganggu, sama seperti dirimu. Mengerikan ketika marah, tapi indah saat sedang tersenyum. Tetaplah tersenyum semanis sari bunga hingga lebah sepertiku merasa puas menghasilkan madu yang sangat manis

Senyuman Azkiya kembali tercipta setelah membaca surat tersebut, wajahnya pun semakin memerah. Omong-omong, rasa penasarannya telah menghilang sejak tadi karena yakin yang melakukan semua itu adalah Narendra.

“Oh, iya. Kok Pak Naren bisa bahas lebah, ya? Padahal tadi beruang,” ucapnya setelah sadar akan sesuatu yang terasa mengganjal. Namun, sebelum ia sempat memikirkan lebih lanjut, getaran ponsel tiba-tiba menginterupsi.

Pak Naren
Kamu udah baca suratnya?

Nah, keyakinannya tepat sasaran. Seseorang di balik penyerahan bunga serta boneka beruang adalah bosnya sendiri.

Azkiya
Sudah

Pak Naren
Udah nemuin maknanya?

Azkiya mengerutkan dahi setelah membaca pesan tersebut. Ia bertanya pada diri sendiri apakah ada suatu makna tersembunyi dalam surat tersebut. Namun, gadis itu tak kunjung menemukan misteri selain beruang berubah menjadi lebah setelah membaca kembali isinya.

Pak Naren
Cermati kata-kata terakhir

Azkiya menujukan matanya pada satu kalimat terakhir. Tetaplah tersenyum semanis sari bunga hingga lebah sepertiku merasa puas menghasilkan madu yang sangat manis. Setelah membaca kalimat tersebut, ia mengembuskan napas karena tak mengerti.

“Hingga lebah sepertiku merasa puas menghasilkan madu yang sangat manis,” ucapnya mengulangi beberapa kata terakhir yang terasa sedikit mengganjal. “Menghasilkan madu yang sangat manis.”

Menghasilkan. Satu kata yang berhasil membuat Azkiya terdiam beberapa saat. Gadis itu kembali mengulang kalimat yang sama sebelum terhenyak ketika menyadari maknanya.

“Sial, maksudnya anak, ya? Masa dia ngelamar aku?” teriaknya histeris kemudian melempar ponsel ke atas meja tanpa membalas pesan Narendra.

To be Continued

A/n: Selamat malam Minggu bagi kalian jomblo bahagia dan ngenes~ Azkiya aja udah dapat calon, masa kalian belum sih?
Narendra katanya nggak nyaman ngomong pakai aku. So ya, dia tetap pakai saya biar keliatan jabatan bos besarnya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro