Sheet 12: Is it Really Necessary?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Welcome to The A Class © Fukuyama12
Genre : Teenfiction, drama, Psychology
Rate : T+

.
.
.

Sheet 12: Is it Really Necessary?

.
.
.

Argia dan Zwart mengeluh dan berdecak bersamaan. Argia mengacak rambut depannya kesal dan kembali menjulurkan tangannya. Pemuda itu berkata dengan menolehkan wajahnya ke arah lain. "Maaf sudah mengejekmu."

Zwart menjabat tangan Argia. "Maaf sudah menarikmu."

Mr. Oliver tersenyum. Ia mengeluarkan dua botol minuman bersoda dan meletakkannya masing-masing di atas kepala Argia dan Zwart. "Apa kepala kalian sudah dingin? Aku harap tidak ada lagi kejadian seperti ini lagi di kelasku."

Argia dan Zwart tersenyum, walau dalam hati mereka masih tak sudi untuk saling memaafkan. "Ok, kalian punya waktu lima belas menit sebelum bel masuk untuk membersihkan ini. Ah, ini minuman untuk kalian berdua juga. Terima kasih sudah membantuku," kata Mr. Oliver dengan memberikan kedua botol yang tersisa untuk Zelts dan Raven.

---

Suasana hening sudah tercipta sejak Mr. Oliver memasuki kelas. Guru baru itu tak berbicara apapun dan hanya berdiri sambil memandangi anak didiknya. Suasana canggung tak dapat terelakkan hingga beberapa menit.

"Apa kalian sudah menemukan alasan yang tepat?" tanya Mr. Oliver setelah keheningan yang cukup lama. "Saat itu kalian semua ada di kelas ini, bukan? Tak ada satupun dari kalian yang memanfaatkan waktu kalian dengan baik."

"Mr. Oliver, maaf sebelumnya, tapi Itu bukan urusanku untuk melerai mereka. Tak ada untungnya bagiku untuk melakukan itu," jawab Azure. Dialah yang pertama kali membuka suara.

"Benarkah?"

Blue mengangguk setuju, "Lagipula mereka sudah sering bertengkar seperti itu. Ini sudah biasa terjadi, Mr. Oliver."

Mr. Oliver bersikap tenang, "Apa kalian sedang meremehkan hal kecil? Melerai orang lain memang sebuah hal kecil, tapi jika kalian mengabaikannya, maka akan menimbulkan hal besar. Hal kecil yang kalian abaikan dapat menimbulkan domino effect atau butterfly effect suatu saat nanti. Mungkin kalian tidak akan merasakannya sekarang."

Suasana kelas berubah hening. Mr. Oliver masih mendominasi seluruh kelas, tak ada satupun siswa yang mau menyela guru itu.

"Aku pikir sifat individualis kalian terlalu tinggi, apa aku benar?" tanya Mr. Oliver, tak ada satupun yang menjawab dan itu bisa jadi jawaban benar, "Memang benar pada era ini, manusia cenderung bersikap individualis. Saya ingin kalian mengurangi sifat itu sedikit demi sedikit. Karena pada dasarnya manusia itu makhluk sosial yang saling bergantung satu sama lain. Jangan biarkan sifat itu menjadi sifat kalian. Jangan dipelihara!"

Mr. Oliver tidak marah, ia hanya kesal dengan sikap anak muda zaman sekarang. Mereka cenderung mementingkan diri sendiri dan tak peduli pada lingkungannya. Mereka tidak tahu betapa berbahayanya hal itu.

"Aku tanya sekali lagi. Apa yang saja yang kalian bicarakan di luar jam sekolah? Antara teman satu kelas, bukan orang lain. Juga bukan membahas tentang pelajaran," mata hazel Mr. Oliver mencari sasaran yang tepat, "Kniga Acanthus!"

Kniga tersentak dan berusaha mencari jawaban. Ia tak pernah berbicara apapun pada teman sekelas di luar jam pelajaran, kecuali..., "Tentang lagu rock papan atas minggu ini," Kniga berdeham singkat, "Dengan Aida Eucharis."

Mr. Oliver menatap Aida untuk memberi penjelasan lebih lanjur dan Aida membenarkan pernyataan Kniga, "Bagaimana denganmu, Azure Magnolia?"

Azure terkejut. Ia terdiam. Ia sadar jika ia tidak pernah berbicara di luar jam pelajaran, di saat jam istirahat sekalipun, "Aku rasa tidak penting bagi Anda untuk mengetahui apa yang aku bicarakan dengan yang lain."

"Bukankah sudah kukatakan? Jangan abaikan hal kecil. Kau tak perlu mengelak, Magnolia," Azure tertunduk, ia tak berani menatap mata Mr. Oliver, "Aku juga yakin jika hampir semua dari kalian melakukan hal yang sama seperti Azure. Interaksi adalah syarat penting dalam sebuah kelompok. Kalian ini satu kelompok. Kelompok yang disebut dengan A Class."

"Kalian seperti siswa yang baru pertama kali memasuki A Class. Padahal ini sudah hampir tiga bulan kalian di sini, bukan? Interaksi kalian bisa saja menciptakan hal besar. Apalagi jika cap kalian adalah siswa A Class. Apa kalian tidak tahu arti sukses bersama?"

Suasana kelas terus terasa hening dan mencekam. Sive dalam hatinya mengumpati guru itu karena terlalu ikut campur. Tak hanya Sive saja yang berpikir seperti itu, beberapa dari mereka, termasuk Raven yang juga memikirkan hal yang sama.

"Atau jangan-jangan kalian menganggap jika teman kalian adalah musuh kalian sendiri?"

Satu kata. Tepat. Dan tak ada yang berani mengelak, karena mereka semua berpikir seperti itu. Tradisi lama A Class yang selalu muncul tiap tahunnya.

Mr. Oliver menggeleng, "Seharusnya aku memang menolak saja tawaran untuk mengajar kalian. Aku lebih suka mengajar siswa dengan kelas paling rendah daripada mengajar kalian yang tak memiliki kepedulian satu sama lain."

Mr. Oliver berjalan mengelilingi kelas dengan membagikan lembaran kertas kepada setiap siswa.

"Tulis apapun tentang diri kalian sesuai dengan pertanyaannya. Tidak boleh ada satu soal pun yang kosong. Kalian wajib mengisinya tanpa terkecuali!" perintah Mr. Oliver.

Tiap kelompok merapatkan mejanya dan saling duduk berhadapan. Di hadapan tiap siswa ada kertas dengan pertanyaan seputar diri sendiri, mulai dari nama lengkap, tempat tanggal lahir, informasi tentang keluarga maupun hal favorit, sampai dengan hal-hal yang tidak disukai. Benar-benar lengkap layaknya sebuah interogasi.

"Mr. Oliver, apa ini penting?" tanya Blue ragu-ragu.

Mr. Oliver mengangguk, "Sangat penting. Jika kalian tidak ingin mengisinya, kalian bisa keluar dari kelasku dan tidak perlu kembali."

"Ini aneh," gumam Raven. Walaupun bergumam seperti itu, ia tetap mengisi pertanyaan yang ada.

Oliver berjalan mengelilingi kelas, lagi. Ia melihat satu per satu apa yang ditulis oleh anak didiknya. Ia terkekeh saat melihat Sive menarik kertasnya hingga bersembunyi di balik bahunya dan melemparkan tatapan tak suka padanya.

Tatapan Oliver terhenti pada squishy berbentuk muka kucing. Ukurannya kira-kira sebesar kepalan tangannya. Cukup besar. Ia bergerak untuk mengambilnya.

Tangan Oliver terhenti saat ada yang memegangnya terlebih dahulu. Ia menoleh dan sekali lagi mendapat tatapan tak suka dari Sive. Ia tak menyangka jika benda itu milik seorang pemuda.

Sive mendekatkan squishy berwarna ginger itu ke hidungnya. Ia tak mempedulikan tatapan aneh dari gurunya, atau ia memang tak pernah peduli.

"Apa itu milikmu?" tanya Oliver penasaran. Sive mengangguk tanpa menatap balik. Pria itu jadi teringat dengan barang-barang yang ia temukan di mejanya, "Apa kau pernah membawa mainan seperti ini sebelumnya? Kau tahu, seperti rubik dan spinner?"

Sive menatap Mr. Oliver dengan cepat dan mengangguk pelan. Ia menyimpan mainannya itu ke dalam tas. Ia tak ingin squishy barunya dirampas lagi.

"Baguslah, kau bisa mengambilnya di mejaku nanti," kata Mr. Oliver.

Pria itu menyentuh pelan pundak Sive. Sebelum Sive mengucapkan apapun, ia sudah pergi meninggalkannya. Ia tak menyadari bahwa pemuda itu meremas pelan tempat yang sempat ia sentuh tadi. Ia tak tahu jika Sive tak suka disentuh.

Pria 26 tahun itu kembali berkeliling dan setelah beberapa langkah ia kembali terhenti. Ia berdiri di belakang pemuda jangkung karena melihat salah satu bagian yang terlewati. Bagian tentang informasi keluarga, bukan tentang nama ayah atau ibu, melainkan tentang deskripsi.

"Kenapa kau melewatinya?" tanya Mr. Oliver. Pemuda bernama Sage itu tersentak dan menoleh cepat ke arahnya, sebuah ekspresi umum yang akan dikeluarkan oleh siswa yang tiba-tiba ditanya oleh seorang guru.

Sage mengelus tengkuknya, "Aku pikir ini bagian yang cukup susah."

"Kau bisa menulis apa pun yang ada dalam pikiranmu. Tak perlu malu," Mr. Oliver mencoba untuk membantu. Sage tersenyum dan mengangguk, namun ia tetap melewati bagian kosong itu.

Mr. Oliver menepuk tangannya dua kali, "Aku baru ingat, bisakah kalian tidak menggunakan penghapus? Jika sudah terlanjur tidak apa-apa. Aku juga ingin kalian menulisnya tanpa perasaan malu, jadilah diri kalian sendiri. Anggap saja apa yang kalian tulis adalah cerminan diri kalian. Tidak mungkin cermin akan menampilkan pantulan yang berbeda, kan?"

Mata hazel itu menangkap seorang gadis berwajah asia. Ia mendekatinya dan bertanya, "Apa kau sudah menulis sesuatu yang kau sukai?"

Azure menoleh dan menggeleng kecil, "Ah, tapi aku sudah menulis makanan dan warna favoritku."

Mr. Oliver tersenyum dan pergi meninggalkan gadis itu. Ia duduk pada kursi yang ada di depan kelas dan kembali memperhatikan muridnya satu persatu.


.
.
.

To be Continue

.
.
.

Author's note:

Chapter kali ini setengah kali lebih pendek dari biasanya. Diambil dari sudut pandang Mr. Oliver, menceritakan tentang pengalamannya.

I love Mr. Oliver so much.
~(^з^)-♡

Regards,
Fukuyama12

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro