Sheet 14: Exhausted

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Welcome to The A Class © Fukuyama12
Genre : Teenfiction, drama, Psychology
Rate : T+

.
.
.

Sheet 14: Exhausted

.
.
.
S

age memasukkan kunci berwarna perak itu pada tempatnya dan memutarnya. Ia memasuki rumah itu dan tak ada satu orang pun yang menyambut kedatangannya. Samar-samar ia mendengar suara percakapan dua orang, ditambah dengan suara samar dari televisi.

Sage menghela napas sebelum ia benar-benar melewati ruang keluarga. Ia memunguti sampah-sampah yang ada di sana, tak lama kemudian seorang wanita tua berlari ke arahnya dan membantunya untuk memunguti sampah yang berserakan.

"Apa Dad sudah pulang?" tanya Sage. Ia tahu jika itu adalah sebuah pertanyaan bodoh.

"Belum, tuan muda," jawab wanita tua itu. Tanpa mengucapkan apapun dan hanya menghela napas, Sage berjalan menuju ruang keluarga.

Tak ada penerangan apapun selain dari cahaya televisi. Di depannya, ada dua orang yang saling berbincang-bincang. Dua orang berlawanan jenis dan terlihat sangat akrab. Terjadi sentuhan-sentuhan kecil di antara mereka.

Sage melewati keduanya seraya tak melihat apapun. Ia menyalakan lampu dapur dan melepaskan almamater biru tua dengan garis tipis biru muda itu. Ia juga melonggarkan dasinya dan menggulung lengan bajunya. Apron bermotif bunga lili putih itu terpasang di badan jangkungnya.

Poni rambut itu diangkatnya dan dilanjutkan dengan garukan sedikit kesal. Sage tak menemukan apapun dalam kulkas dua pintunya. Hanya ada telur ayam, kacang polong berwarna hijau, dan beberapa bumbu makanan. Ia membuka penanak nasi dan melihat nasi itu tak tersentuh, uap asap yang keluar terasa panas di wajahnya.

"Maaf, tuan muda. Nyonya mengambil uang belanja minggu ini, jadi saya tidak dapat membeli apapun," ucap wanita tua itu. Ia sekali lagi meminta maaf pada tuannya.

Sage tersenyum dan mengeluarkan dompetnya pada saku celananya. Ia mengambil semua uang kertas yang ada di sana dan memberikannya pada pelayan itu.

"Gunakan uang ini dengan baik, hanya ada uang ini di dalam dompetku," kata Sage. Wanita itu membungkuk dan mengucapkan terima kasih sebelum meninggalkannya.

Sage mulai menyalakan kompornya dan mengambil nasi dalam penanak itu. Ia memecahkan telur ayam dan menggorengnya bersama dengan potongan bawang yang sudah mulai mengering. Ia mulai memasak nasi goreng untuk makan malam.

"Ternyata kau memang sudah pulang. Tak ada yang memasak makanan di jam segini selain dirimu," suara itu datang dari belakang punggung Sage. Tanpa menoleh pun ia tahu siapa pemilik suara itu.

"Aku sedang membuat nasi goreng. Apa kau mau makan bersama?" tawar Sage pada ibunya. Ia tersenyum lebar dan membuang rasa kesal saat ia menyadari bahwa ibunya tak sadar bahwa dirinya sudah berada dalam rumah ini beberapa saat yang lalu.

"Tidak perlu, aku sudah pergi makan malam di luar," tolak wanita itu.

"Dengan pria itu?" tebak Sage. Mrs. Autumn mengangkat kedua bahunya dan kembali melipat kedua tangannya di depan dada setelahnya.

Mata Sage bertemu dengan sepasang mata asing. Ia tersenyum pada pria itu dan kembali melanjutkan acara memasaknya. Ia dapat mendengar suara kikikan wanita yang tak lain adalah ibunya.

"Apa dia anakmu, honey?" suara asing itu masuk dalam indra pendengar Sage.

Mrs. Autumn mengangguk dan menggenggam sepasang tangan yang memeluk pinggangnya. Sebuah kecupan kecil diberikan pria itu di pipi kirinya dan membuatnya tertawa geli.

"Apa ada masalah jika aku sudah punya anak?" tanya Mrs. Autumn dengan nada menggoda. Keberadaan Sage terasa menghilang begitu saja.

"Tidak juga. Kau tahu, aku harus pergi setelah ini," kata pria itu. Pelukan pada pinggang Mrs. Autumn terasa mengerat. Mereka berdua berjalan menuju pintu keluar dan meninggalkan Sage dengan nasi gorengnya yang sudah matang.

Sage duduk di kursi makan dengan nasi goreng di depannya, apron bergambar bunga yang sama sekali tak cocok dengannya itu sudah terlepas. Ia mengambil smartphone miliknya dan menelepon seseorang yang tak lain adalah ayahnya. Sage menunggu cukup lama dengan sesekali memakan masakannya.

"Nomor yang ada tuju...."

Sage menghela napas. Ia kembali mengutak-atik smartphone-nya dan berkata, "Apa Dad bisa pulang malam ini? Mr. Oliver, guruku, akan melakukan kunjungan rumah dalam waktu dekat. Apa kau punya waktu untuk itu? Ayo, kita bicarakan."

Terkirim.

Sage kembali memakan nasi gorengnya setelah mengirim voice chat-nya. Ia berpikir jika ayahnya mungkin sedang ada rapat di perusahaan. Pria itu selalu pulang malam dan pergi setelah sarapan sebelum pukul enam pagi. Setidaknya ia bersyukur bisa melihat wajah ayahnya setiap pagi dan ia berusaha untuk bangun pagi karenanya.

"Kunjungan rumah?" tanya ibunya tiba-tiba.

Sage menoleh dan mengangguk, "Guru baruku ingin berkunjung. Di luar hari libur. Aku ingin kalian berdua yang menemuinya. Apa bisa?"

"Biar ibu saja yang bertemu dengannya. Tidak perlu meminta ayahmu untuk melakukannya," kata Mrs. Autumn.

"Tapi aku ingin kalian berdua yang menemuinya," pinta Sage. Ia memainkan kacang polong yang ada di atas piringnya. Mengetuk kacang polong itu hingga hancur, lalu memakannya.

Sage berdiri dan mengambil barang-barangnya, smartphone, tas, dan almamaternya. Ia berjalan mendekati ibunya dan menghadap wanita itu.

Wanita itu mendongak menatap anak semata wayangnya. Ia melihat pemuda itu tersenyum hingga matanya menyipit. Dia juga dapat mendengar perkataan Sage yang menyuruhnya untuk memakan masakannya.

"Guruku cukup tampan, aku tidak ingin kau menggodanya, jadi aku ingin ada Dad di sana nanti," cerita Sage, "Aku tidak memasukkan sayur apapun selain kacang polong. Kau bisa meminggirkannya jika tetap tidak suka. Tidak perlu makan di luar, aku bisa buat makanan apapun yang Mom mau. Rasa masakanku lebih enak dan jauh lebih bergizi, kan?"

Mrs. Autumn menghela napas, "Jangan menasehatiku, boy. Aku seorang ibu dari anak berusia enam belas tahun, kau tahu."

Senyuman itu tak menghilang dari wajah Sage. Sebenarnya umurnya masih lima belas tahun, dan akan berusia enam belas tahun Desember nanti. Ia menggenggam tangan ibunya erat setelah memasukkan ponsel pintarnya ke dalam saku. Ia mencium pipi ibunya lembut sembari mengatakan bahwa ia sangat menyayanginya. Setelah itu, ia pergi menuju kamarnya.

Sage menutup pelan pintu kamarnya dan menyalakan pendingin ruangan. Ia melepaskan kemejanya dan mulai membersihkan badannya. Rasa segar ia rasakan, sekaligus ia merasa semua bebannya hari itu terangkat.

Ranjang empuk itu bergoyang pelan saat Sage menjatuhkan dirinya di atas sana. Ia memeluk erat salah satu batalnya. Hari ini benar-benar melelahkan baginya. Tidak hanya lelah fisik, melainkan lelah batin juga.

Mengenai guru baru di kelasnya, ia tak terlalu menyukainya. Rasanya menyebalkan saat melihat orang suka mengatur kehidupan orang lain. Belum lagi fakta bahwa ia akan mengajar seluruh mata pelajaran yang ada. Sage masih dapat mengingat wajah sombong pria itu.

Sage berguling di atas kasurnya dan mendesah resah. Bohong rasanya saat ia berkata bahwa hatinya tak sakit saat melihat ibunya seperti itu. Di depan matanya sendiri, ia melihat ibunya selingkuh dengan pria lain dan ini sudah terjadi sejak ia masih kecil. Ia tak pernah mengeluh tentang itu, entah karena apa. Ia sudah lupa alasannya.


.
.
.

To be continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro