11. Galangan Kawah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Lilja, apa kamu lapar?"

Gadis itu menggeleng. Sudah berkali-kali kutawari dia untuk memakan bekal kami ataupun menawarinya untuk beristirahat. Namun, Lilja selalu menolak dan kami terus berjalan menanjak menuju puncak.

Aku betul-betul mengkhawatirkan Lilja yang dari caranya berjalan saja tampak sedikit limbung. Sesekali, bahkan Elenio lebih cepat tanggap untuk membantu Lilja berdiri ketika gadis itu tersandung akar pohon atau sedikit tergelincir di jalanan basah.

Bagaimana aku tidak cemburu? Elenio lebih banyak melakukan perhatian-perhatian kecil yang dapat membantu Lilja, sementara aku selalu diabaikan dan selalu menjadi orang sampingan yang bertugas menjaga bagian belakang.

Kami berbaris melalui jalan setapak yang terus menanjak. Elenio memimpin di depan, Lilja berada di tengah-tengah antara Elenio dan aku yang bertugas menjaga posisi belakang. Jika dihitung mungkin kami sudah melakukan perjalanan selama empat jam lebih, sebab hari sudah sore dan beranjak malam. Kami pun mulanya memutuskan untuk membangun tempat perlindungan dan beristirahat selagi menunggu pagi datang, tapi Lilja tampak tidak sabar untuk melanjutkan perjalanan sehingga ketika bulan bersinar menggantung di langit, kami tiba di area terjal yang mengelilingi kawah panas yang mengerikan.

Ceruk besar yang mengepulkan asap belerang tampak membuatku sedikit gemetar. Kami berada di atas pijakan pasir dan batuan kapur yang agak rapuh. Lilja mengamati sekeliling entah mencari apa. Kemudian dia berseru senang saat melihat ada rekahan berbentuk lingkaran berdiameter kurang lebih satu setengah meter.

"Di situ akses masuknya. Kita harus segera ke sana," serunya.

Akan tetapi, satu hal yang makin mengkhawatirkanku adalah jalan menuju lingkaran itu yang berupa galangan kecil yang berbatasan langsung dengan jurang dan kawah belerang.

"Mungkin sebaiknya kita jalan satu pe satu. Agak mengerikan jika salah satu dari kita tergelincir dan ...."

"Jangan membuatku pesimis begitu, Elenio. Kita hanya perlu bergerak cepat untuk sampai ke sana. Fokus saja berjalan ke depan," potongku yang kemudian disetujui Lilja.

Gadis itu tanpa berpikir panjang bahkan langsung berlari melewati galangan tanpa rasa takut dan berhasil sampai ke lingkaran dengan cepat. Jarak galangan yang harus kami tempuh memang tidak panjang, hanya sekitar sepuluh meter dengan beberapa belokan tidak rata.

Setelah Lilja, Elenio berjalan ragu menyusuri galangan. Baru kali ini aku melihat Elenio menujukkan raut panik dan ketakutannya. Sebab selama ini kutahu Elenio mampu menyamarkan segala emosinya dan tidak pernah menunjukkan rasa takutnya pada siapa pun.

Kawah belerang di sisi kanan kami mengeluarkan gelembung yang kemudian pecah di udara. Aromanya sangat menyengat dan menusuk hidung hingga membuatku meringis dan menutup hidung. Tak lama kami merasakan getaran karena kawah tampak meletup-letup seperti sedang mendidih. Getaran itu membuat Elenio tidak mampu menyeimbangkan tubuhnya tergelincir ke sisi kanan. Aku refleks berlari tanpa memedulikan sisi jurang yang mampu merenggut nyawa. Yang penting bagiku sekarang adalah lengan Elenio yang harus segera kuraih.

Sekali gerakan, aku bisa menangkap tubuh Elenio yang kini bergantung di ambang kawah dan menumpukan sepenuh bobot tubuhnya pada kekuatan lenganku.

Wajah Elenio terlihat berkeringat karena panas bercampur rasa takut. Sementara aku meringis ngeri karena merasa lenganku seakan ingin lepas karena berkeringan dan membuat licin genggaman.

Sial! Aku tidak bisa menarik tubuh Elenio semakin lama semakin turun.

"Lepaskan saja, Bardi. Mungkin memang sekarang waktunya aku kembali menyatu dengan alam."

"Bicara apa sih? Tenang sedikit, aku akan menarikmu ke atas. Diamlah!"

"Kau itu terlalu naif, Bardi. Memangnya menurutmu di dalam permainan kita punya berapa nyawa? Kurasa aku bisa hidup lagi."

Perkataan Elenio seketika membuatku berpikir apakah mungkin bisa terjadi seperti? Aku lantas melirik Lilja untuk mendapat konfirmasi, tetapi gadis itu ternyata sudah berjalan ke arahku dan menarik pinggangku agar tidak terjatuh. Namun, ketika tarikan itu dilakukan, pada saat itu pula genggamanku terlepas dari lengan Elenio.

"EL!" teriakku.

Bodoh. Mengapa genggamanku bisa selemah itu? Aku tidak bisa untuk tidak menyalahkan dirimu karena Elenio akhirnya jatuh.[]

To be continue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro