BAB 08

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"All done!" Suara Pita serta keluarnya Leana dari ruang ganti sukses menghentikan tawa antara Galang, Arras, dan Desy, kakak sepupu Arras. Leana keluar dari ruang ganti dengan sebuah gaun panjang hijau tosca dengan hiasan bunga-bunga berwarna kuning bak lemon. Ketiga orang yang semula berbincang-bincang di luar itu seketika terbengong melihat Leana. Selanjutnya, satu-satunya orang yang memecah keheningan adalah Pita. "Mbak Desy, bajunya pas banget buat Leana. Arras nggak salah ya pilih Leana jadi model."

Desy tersenyum kepada Pita. Ibu jarinya mengacung. "Emang pilihan Arras selalu paling perfect, Pit," katanya.

Sementara percakapan kecil itu terus berlanjut, Arras masih saja diam di kursi tempatnya duduk. Laki-laki itu masih memandangi Leana dari ujung rambut sampai kakinya. Sampai akhirnya Desy menyikut Arras guna membangunkan laki-laki itu dari lamunan panjangnya.

Sadar sudah memandangi Leana terlalu lama, Arras lantas menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Laki-laki itu bangkit dari posisi duduknya, segera mengambil kamera yang masih dicas sejak tadi. "Yuk, mulai," katanya begitu melihat baterai kameranya sudah terisi penuh.

Menanggapi ajakan tersebut, Galang tertawa pelan, "Dari tadi juga mau mulai. Fotografernya malah bengong liatin modelnya."

Satu kalimat yang ajaibnya sukses membuat wajah Leana jadi semakin merah. Kenapa, sih, Galang dan Pita selalu saja meledek Arras dan Leana meskipun mereka berdua tidak berinteraksi?

-=-=-=-

Kampus sudah menyepi sejak tiga puluh menit lalu. Bisa Thania buktikan sebab ia melihat banyak orang berjalan dengan temannya masing-masing menuju parkiran atau halte TransJakarta terdekat. Semuanya berbondong-bondong pulang ke rumah atau indekos masing-masing. Namun tidak termasuk Thania dan Kallan.

Dua insan itu masih duduk di dalam gedung fakultas, masih memanfaatkan WiFi yang menyala untuk bermain game bersama.

"Bang, awas di balik pohon ada yang sembunyi," ujar Thania sambil menoleh kepada Kallan sekilas. Melihat Kallan hanya merespons dengan anggukan singkat, gadis itu kembali menaruh perhatian pada karakternya sendiri.

Dua insan yang jadi satu-satunya pasangan yang menduduki kursi di lobi gedung saling bahu-membahu mengejar kemenangan pada permainannya. Menit demi menit terus berlalu. Diskusi mereka terus berjalan selama permainannya juga berlangsung.

Dua puluh menit berselang, Thania bersorak, "Yey, menang!" sambil Kallan mengangkat kelima jarinya di udara, siap high five dengan Thania. Thania menyambutnya dengan antusias. "Lagi atau mau pulang, Bang?" tanyanya.

"Gue laper, Than. Lo mau makan, nggak?" Kallan bertanya balik seraya mengeluarkan aplikasi game-nya. Laki-laki itu segera menyakukan ponselnya lalu beranjak dari posisi duduknya. "Low juga baterenya."

Thania terdiam sejenak, sebelum akhirnya turut menyimpan ponselnya ke saku. Gadis itu turut beranjak, lalu mengangguk, mengiakan ajakan Kallan untuk makan dengannya. Dengan langkah santai, keduanya meninggalkan gedung fakultas yang sudah hampir kosong.

Kallan terus melangkah memimpin Thania, sementara gadis itu mengekor. Akan tetapi, setelah kakinya membawanya semakin jauh dari gedung fakultas, baru Thania sadar akan satu hal. Kallan tidak melangkah menuju ke kantin kampus. Laki-laki itu justru berjalan ke arah parkiran.

"Bang, mau makan ke mana?" tanya Thania sambil sedikit mempercepat langkahnya, menyeimbangkannya dengan Kallan. "Nggak ke kantin?"

Sambil menyungging senyum, Kallan menggeleng. Sebelah tangannya lantas merangkul Thania, menarik gadis itu untuk bergeser sedikit. "Awas, ada mobil," ujarnya, membuat Thania lantas mengalihkan kembali perhatiannya ke jalan di depannya. Gadis itu tidak memberi respons apapun. Kedua matanya melirik ke tangan Kallan yang masih bertengger di pundaknya. "Makan ke luar aja, nggak apa-apa, kan? Kalau di kantin, jam segini kan udah pada mau tutup."

Thania diam. Kallan menoleh ke arahnya, tapi pandangan gadis itu tetap saja lurus ke depan. Tersadar ada yang janggal, Kallan buru-buru melepaskan rangkulannya, lalu menjentikkan jarinya di depan wajah Thania. "Hei, nggak apa-apa, kan, kalau kita makan ke luar?" tanyanya sekali lagi. Kali ini Thania menoleh, memberikan anggukan singkat pada Kallan. "Nanti gue antar pulang sekalian."

Gadis itu tidak berkomentar lebih lanjut. Keduanya meneruskan langkah menuju parkiran motor, kemudian Kallan mengendarai motornya menuju salah satu restoran Jepang yang ada di daerah Pondok Indah. Salah satu tempat yang pernah dikunjunginya bersama Leana, dulu sekali, di awal-awal hubungan mereka bersemi.

Kallan masih memimpin langkah Thania, memasuki restoran dan menentukan bahwa mereka akan duduk di kursi rotan setinggi meja bar yang menghadap ke kaca besar dengan pemandangan pepohonan hijau. Tanpa membuang waktu lama, keduanya membuat pesanan, kemudian bercakap-cakap sedikit di sela-sela Thania sibuk memotret daun-daunan hijau di depan matanya untuk ia upload ke Instastory.

"Update bareng gue, dong," ujar Kallan tiba-tiba. Tanpa izin, laki-laki itu mengetuk layar ponsel Thania dua kali, sehingga kameranya berbalik. Kini yang Thania lihat adalah wajahnya sendiri, beserta wajah Kallah yang begitu dekat dengannya.

Jantung Thania berdetak tak keruan. Kenapa Kallan sedekat ini dengannya?

"Boomerang, boomerang," pinta Kallan. Dengan cepat Thania mengubah ke mode boomerang, lalu merekam dirinya bersama Kallan dalam satu frame. "Lucu tuh, Than. Upload, dong! Tag gue, nanti gue repost."

Seakan kehilangan kemampuan untuk menolak, Thania mengangguk, lalu mengetikkan username Kallan, dan benar-benar mengunggah boomerang tersebut ke Instastory. Selanjutnya obrolan mereka terhenti sebab pesanan mereka sudah mulai terhidang satu per satu. Akan tetapi, Kallan sudah menyempatkan diri untuk me-repost Instastory yang Thania unggah.

Lalu menit-menit selanjutnya selama mereka tidak mengobrol, pesan demi pesan menghujani notifikasi ponsel keduanya. Komentar dari beberapa orang berdatangan. Dalam hati Kallan merasa benar-benar puas. Ini kan, yang Rabu lalu jadi rencana Leana untuk Kallan?

Kallan yakin setelah ini ia akan menggapai suksesnya.

Keduanya tidak menghabiskan banyak waktu berhubung langit mulai menggelap. Setelah makan dan berbincang-bincang sedikit, keduanya memutuskan untuk pulang. Kallan benar-benar mengantarkan Thania pulang, kemudian baru membuka begitu banyaknya pesan di Instagram setelah ia tiba di rumahnya sendiri.

Di antara belasan yang masuk, ada satu yang menyita perhatiannya. Dari akun yang selalu dikenalnya sebagai Kaleana Arsyka, gadis yang baru menjabat sebagai mantan kekasihnya kini. Kallan membuka pesan tersebut, melihat balasan Leana untuk Instastory-nya satu jam yang lalu.

Leana : Ciah. Rencana gue ternyata dijalanin juga. Gerak cepat banget ya lo.

Senyum Kallan mengembang. Lekas-lekas ia mengetikkan pesan balasan, namun secepat itu juga notifikasi dari Thania masuk. Membuat perhatiannya pada Leana teralihkan. Tanpa merampungkan pesan balasan untuk Leana, Kallan segera mendahulukan Thania. Laki-laki itu beralih ke aplikasi lainnya, menanggapi pesan terbaru dari Thania.

Thania : Bang, on nggak?

Sekali lagi senyum Kallan mengembang. Jauh lebih lebar dari sebelumnya. Tanpa berpikir lama, laki-laki itu lantas mengetikkan pesan balasan pada Thania.

Kallan : Hayuk. Otw login.

Tepat setelah menekan tombol kirim, ibu jarinya beralih, menekan icon aplikasi Call of Duty di folder permainannya. Semudah itu Kallan menerima ajakan Thania dan lupa kalau ia belum sempat membalas pesan dari Leana.

Bahkan sampai berjam-jam berikutnya, pesan Leana tetap berakhir hanya dibaca tanpa mendapatkan balasan apapun. Kallan benar-benar lupa kalau ia belum sempat membalasnya.

Ketika Kallan dan Thania selesai dengan permainannya, ketika Kallan kembali menjelajahi laman Instagram, pesan yang belum dibalasnya dari Leana telah hilang. Leana mengurungkan kiriman pesan tersebut hingga sampai kapanpun, mungkin Kallan tidak akan pernah ingat Leana pernah mengomentari Instastory-nya bersama Thania.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro