( WaF - 37. Antara Mata dan Telinga )

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pelipis merupakan bagian kepala ujung kanan-kiri dahi di antara mata dan telinga. Terkadang orang-orang yang merasa pusing akan memijit bagian tersebut untuk meredakan nyerinya. Hal itu dilakukan Seva sekarang. Penampilannya kacau dengan wajah sembap, mata dan hidung memerah, juga bekas air kesedihan yang menggenang di pipi.

Di perjalanan tadi, Seva tak benar-benar tidur. Ia hanya berpura-pura untuk menghindari topik yang ingin Rey bicarakan sejak di B&J HR. Sepertinya Rey tahu akal-akalan itu karena setelah sampai di apartemen, pria tersebut tidak banyak bicara. Hanya meminjamkan Seva baju ganti untuk tidur malam ini, lalu memasuki kamarnya dan tak pernah keluar lagi. Mungkin Rey marah, tetapi Seva mengerti. Ia sadar, ini salahnya.

Sejak seminggu lalu, Seva selalu menghindari Rey sebisa mungkin. Juga terus mencoba mengabaikan laki-laki itu karena praduga-tak-terbuktinya masih bekerja dengan baik untuk menghasut Seva. Mengakibatnya semakin ragu. Namun, tak mau menyerah. Keinginan Seva untuk bersama Rey masih sama besar sebelum pikiran negatif ini muncul. Tak pernah terkikis sedikit pun. Begitu juga rasanya untuk pria tersebut.

Jika boleh jujur, Seva lelah menangis. Sudah banyak tetes air mata yang ia keluarkan dalam satu pekan ini. Akan tetapi, Seva takut. Terlalu takut untuk mengungkapkan tanda tanya besar di dalam dirinya. Terlalu takut untuk mendengar jawaban yang mungkin tak sesuai ekspektasi. Terlalu takut untuk merasakan sakit yang sama kedua kalinya.

Usai mengusap wajah dan bercermin, Seva mengeluari kamar tamu yang akan ia tempati malam ini. Kepalanya sedikit melongo memperhatikan apartemen Rey yang sepi. Sosok empunya juga tak kelihatan. Sudah pasti di dalam kamarnya. Barangkali sudah tidur, tidak seperti Seva yang terjaga karena kepulan pikiran yang menghantui.

Seva memulai langkah dengan perlahan. Bahkan terbilang terlalu pelan karena gadis itu malah mengendap. Bermaksud tak membangunkan Rey ketika tungkainya bergerak menuju dapur. Ia hanya butuh cairan penyegar dahaga karena kerongkongannya letih menahan isakan. Terlebih Seva tak ingin Rey tahu ia baru selesai menangis.

Sesampainya di tempat tujuan, Seva mengambil sebuah gelas. Gerakannya terlihat hati-hati saat membuka kulkas. Kemudian, Seva menyorot isi lemari pendingin itu. Cukup lengkap untuk seukuran laki-laki yang tinggal sendiri─jika melupakan pekerjaan Rey sebagai seorang kepala koki. Di dalamnya terdapat berbagai bahan makanan seperti: sayur, buah, dan bermacam-macam daging. Juga minuman dari yang rasanya tawar hingga berperisa seperti sekotak jus melon yang Seva ambil sekarang.

Setelah mendapatkan jusnya, Seva kembali meninggalkan dapur. Kantuk sama sekali belum menandangi gadis itu. Sehingga Seva memutuskan untuk mengobservasi apartemen Rey─kendati ia harap-harap cemas karena bisa saja Rey tiba-tiba terbangun. Terakhir kali ke tempat ini, Seva tak banyak memperhatikan isinya. Kegiatannya hanya di dapur lalu pulang karena ketegangannya dengan Rey sebulan lalu.

Seva meneguk jus melon di gelasnya sebelum tersenyum tipis. Netra dara tersebut jatuh pada berbagai pigura yang ditaruh di atas sebuah bufet. Ia menilik foto-foto yang terdapat Rey di dalamnya. Ada yang bersama keluarga, juga ada yang sendiri. Seperti biasa, Rey selalu tampan sekaligus manis karena kedua lesung pipinya.

Kaki Seva menyusuri sisi bufet sembari terus melihat potret Rey. Pergerakan Seva terhenti ketika tangan kanannya tanpa sengaja menyenggol selembar kertas yang mencuat dari laci. Seva menyentuh benda tipis itu. Teksturnya seperti kertas foto. Barangkali foto Rey yang lain.

Penasaran, Seva menarik kertas tersebut hingga benar-benar keluar dari laci. Lalu membalikkannya. Benar. Itu foto Rey dan seorang perempuan. Seva memperhatikan dengan saksama wanita yang berdampingan dengan Rey. Garis wajahnya lembut dengan senyum yang sangat manis. Rambutnya sedikit kecoklatan dan bergelombang. Cantik. Namun, Seva tak pernah melihatnya sama sekali.

Untuk beberapa menit, Seva memperhatikan sosok perempuan itu. Sedikit mengagumi kecantikan dari wajah lembutnya. Akan tetapi, kemudian mata Seva terbelalak. Dahinya mengernyit. Mungkinkah ini ....

Kedua tangan dan kaki Seva mendadak lemas. Tak mau membuat keributan, cepat-cepat ia menaruh gelasnya di atas bufet. Seva mendekatkan foto tersebut ke wajahnya. Dari bahasa tubuh yang Rey dan perempuan itu tampilkan, mereka terlihat dekat dan mesra.

Mendadak napas Seva tersengal seakan ia baru saja berlari beratus-ratus mil. Dengan tangan yang bergetar, Seva membuka laci itu untuk menaruh foto tadi. Namun, gerakannya lagi-lagi terhenti ketika melihat lembar lain tergeletak di dalam sana. Seva mengambilnya. Melihat satu per satu potret Rey dan perempuan yang Seva yakini adalah Atika.

Sejurus kemudian, kepala Seva menengadah. Penglihatannya memperhatikan titik tak kasatmata di dinding dengan pikiran yang mengembara. Mengumpulkan keping ingatan masa lampau yang pernah ia tangkap. Sekaligus mencoba menyusun memori-memori itu demi membentuk jawaban untuk tanda tanya besarnya.

Rahang Seva terbuka lebar saat otaknya menyadari berbagai hal. Ia kembali menunduk untuk menatap dua insan di foto-foto tadi. Matanya seketika memanas. Menguapkan air sampai menciptakan awan hujan di sana. Sehingga beberapa detik selanjutnya, rintik-rintik bening mulai berturunan. Satu tetesnya sempat membasahi sebuah foto. Namun, dengan cepat Seva mengusapnya. Lalu menaruh lembar-lembar penyimpan kenangan itu di tempat semula.

Langkah Seva gontai saat berjalan ke arah sofa televisi. Kakinya yang lemas sudah tak mampu menampung berat Seva hingga membuatnya langsung terduduk di sana. Mukanya banjir air mata. Tangan Seva menapak ke dada. Menekannya kuat-kuat demi meredam rasa sesak yang semakin membabi buta.

Sekarang Seva tahu apa alasan Rey menetap di Italia selama lima tahun. Sekarang Seva paham kenapa Rey melajang sebelum bersamanya. Sekarang Seva sadar bagaimana ekspresi nestapa penuh ketaknyamanan yang Rey keluarkan saat ditanya oleh neneknya.

Kemudian, sekali lagi, sekarang Seva tahu di mana Rey menaruh hatinya. Hingga membuat pria itu tak bisa menentukan taraf rasa untuk Seva.

Dan, dengan disaksikan derasnya hujan di luar ruangan malam ini, setelah setahun berlalu, Seva kembali merasakan sakit itu.

( ⚘ )

Tepukan pelan di bahunya membuat Seva terbangun. Kelopak matanya terbuka perlahan demi menyesuaikan cahaya yang menyeruak masuk. Saat pandangannya jernih, alis Seva tertaut karena melihat ruangan yang ditempatinya berwarna putih keabu-abuan. Ini bukan kamarnya. Dengan cekatan, Seva langsung bangkit dari posisinya. Mengaduh kemudian sebab merasakan nyeri di bagian pinggang dan kaki. Pasti musababnya karena semalaman Seva tidur meromok.

"Kamu nggak pa-pa?"

Pertanyaan itu mengagetkan Seva. Gadis itu menengadah dan mendapati Rey berdiri di sebelah sofa. Awalnya Seva bingung, tetapi ingatannya segera kembali; sekarang ia sedang berada di apartemen laki-laki tersebut.

"Nggak pa-pa ...," lirih Seva denga suara parau. Nyaris tak terdengar.

"Kenapa nggak tidur di kamar?" tanya Rey lagi.

Seva terdiam. Lalu mengalihkan pandangan. Bingung mencari alasan. Setelah lelah menangis tadi, ia tak sempat pergi ke kamar karena kantuk lebih dulu menyerang.

"Seva," tegur Rey seraya berlutut di depan dara tersebut. Lembut sekali pria itu menyentuh punggung Seva. Tatapannya tampak khawatir. "Kamu beneran nggak pa-pa? Ada yang sakit?"

Hati Seva yang sakit, batin Seva, tetapi kepalanya menanggapi dengan sebaliknya. "Tadi malam nggak sengaja ketiduran di sini."

Rey menganggut. "Sekarang masih subuh. Kalau kamu mau lanjut tidur, di kamar aja."

Seva menggeleng. Menyingkirkan tangan Rey dari punggungnya. Lalu bangkit dan berkata, "Seva mau salat sama mandi. Bentar lagi Seva mau pulang."

Selanjutnya, Seva pergi meninggalkan Rey menuju kamar tamu. Sesudah menutup pintu, Seva tak langsung mengerjakan apa yang ia bilang tadi. Gadis itu malah berjalan ke arah meja rias. Melipat tangannya dan menelungkupkan wajah di sana. Detik kemudian, tetes air mata Seva kembali berserakan. Ia terus menangis tanpa memedulikan tubuhnya yang mengalami kenaikan suhu karena kedinginan tadi malam.

WaF - 37. Antara Mata dan Telinga )

Chapter ini kebanyakan narasi, yaw,

The simple but weird,
MaaLjs.

29 Oktober 2019 | 00:14

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro