( WaF - 41. Alat Penyedot Debu )

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jika alat penyedot debu dapat menghisap segala kotoran, maka Rey merupakan orang yang membuat napas Seva terhisap entah ke mana. Ketika melihat sosok pria itu berjalan ke arahnya, tubuh Seva kontan menegang. Ia menunduk. Mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali, lalu kembali menengadah demi membuktikan bahwa yang menghampirinya memanglah Rey. Namun, mengingat seminggu tanpa mendapati kabar atau melihat laki-laki tersebut, Seva masih skeptis. Kakinya melangkah mundur. Bermaksud menghindari Rey yang kian mendekat.

"Mau ke mana?"

Suara dan pertanyaan itu jelas tertuju pada Seva. Terbukti dari kedua mata Rey yang menatapnya, tetapi Seva masih tak percaya. Ia malah berbalik, memastikan kehadiran seseorang dari belakangnya yang mungkin diajak Rey bicara.

"Saya ngomong sama kamu, Seva."

Mendengar namanya disebut, jantung Seva sontak terpompa lebih kencang. Pelan sekali ia berbalik dengan kepala yang kembali tertunduk. Sebab tak mau melakukan kontak mata. Seva takut tangisnya yang mulai memenuhi pelupuk luruh.

"Kamu masih ada kelas?"

Seva menggeleng.

"Ada yang mau saya omongin. Bisa ke gedung kosong?"

Cebikkan Seva tertahan. Ia yakin, Rey ingin membicarakan tentang agenda memberitahukan perpisahan mereka pada keluarga. Sejujurnya, Seva belum siap. Bahkan ia tak menceritakan masalah ini pada Orlin dan Bia. Akan tetapi, saat mengingat bahwa dirinyalah yang membuat keputusan kemarin, Seva akhirnya mengangguk tanda setuju.

"Kamu bawa mobil?"

"Bawa."

"Kalau gitu saya jalan duluan, saya tunggu di sana, ya."

"Iya ...," jawab Seva sebelum Rey beranjak pergi.

Setetes air jatuh dari masing-masing bola mata Seva tatkala melihat punggung Rey menjauh. Tak mau menjadi tontonan─karena menangis─seperti bulan lalu, Seva segera beranjak ke mobilnya.

Sesampainya ia di dalam kendaraan beroda empat itu, Seva tak serta-merta menjalankannya. Gadis tersebut memilih untuk mengaplikasikan geming sambil memandang kemudi. Bersama keheningan, Seva tak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa ia masih menyimpan rasa pada Rey. Perasaan itu terus dipupuk selama sebulan hingga membuatnya tumbuh menjadi cinta. Lebih kuat dari rasa yang terakhir kali Seva ungkapkan. Dan ketika membayangkan kehampaan yang benar-benar akan dirasakannya setelah ini, napas Seva kembali tertahan. Ribuan sesak mulai mencuat di dadanya.

( ⚘ )

Ini bukan kali pertama Seva bertemu Rey. Namun, kegugupan berhasil mengitarinya bak planet yang berevolusi. Membuat Seva melangkah pelan menuju sofa yang sudah ditempati Rey. Benda yang menjadi penyembunyi keluh kesahnya. Juga saksi bisu perpisahan mereka tempo lalu.

Tatkala jarak Seva dan sofa menipis, Rey menyadari kehadirannya. Pria itu berbalik. Menampilkan senyum lesung pipinya yang selalu Seva rindukan seminggu ini. Lengkung kebahagiaan yang ingin sekali Seva lihat setelah lama tak bertemu Rey. Namun, di saat seperti ini, Seva tak mampu membalas barang sedikit pun. Kenelangsaan memekati seluruh bagian tubuhnya.

Seva menarik napas dan menghelanya pelan. Ia mendudukkan diri di sebelah Rey dengan jarak yang cukup kentara. Wajahnya melengos. Mencoba mengabaikan senyum dan tatapan Rey yang berhasil membuat jantungnya kembali berdetak janggal.

"Kemarin kamu sakit, kan," Rey memulai obrolan, "sekarang udah sembuh?"

"Udah," jawab Seva. Indra penglihatannya masih tak mau bersobok dengan milik Rey.

"Alhamdulillah."

Bibir Seva terlipat ke dalam untuk beberapa saat. "Om nggak kerja?"

"Saya izin sebentar."

"Kalau gitu, langsung ngomong sekarang aja .... Om bisanya weekend, kan?"

Di tempatnya, Rey mengernyit tak mengerti. Setelah paham maksud pertanyaan Seva, barulah pria itu mengerjap beberapa kali. "Bukan itu yang mau saya omongin."

Kini giliran Seva yang menautkan alis. Kelopak matanya mengerjap. "Jadi ...?"

Cukup lama tidak ada jawaban dari Rey. Sampai beberapa kalimat yang tak pernah Seva harapkan keluar, "Saya pernah bilang, tahap mencintai bagi saya ada lima: kagum, tertarik, suka, sayang, dan cinta. Tapi, sekarang saya udah nemuin tahap baru setelah cinta. Namanya obsesi dan ... saya terobsesi sama Atika."

Seva impuls memandang Rey. Ketaksukaan menyarati netranya. Bulu-bulu halus di dahi Seva semakin menyatu. Tak mengerti kenapa Rey malah membicarakan ini di suasana yang sensitif.

Paham dengan tatapan Seva, Rey cepat-cepat menimpali, "Obsesi emang lebih dari cinta, tapi nggak akan pernah lebih baik. Saya akui, saya pernah cinta Atika, tapi saya telalu tergila-gila sama dia. Sampai rasa saya berubah jadi obsesi ... dan sejak itu, semuanya salah. Harusnya saya nggak pernah sampai di tahap enam. Mungkin, alasan Atika pergi supaya bisa selamat dari saya ...."

Melihat bagaimana senyum Rey memudar ketika melanjutkan ucapannya, mata Seva memanas. Rasa tak suka dan simpatinya datang bersamaan. Tak suka karena Rey menceritakan kisahnya dengan Atika; simpati sebab membayangkan ketragisan yang Rey alami selama ini.

"Dan di sini saya mau minta tolong sama kamu, Seva." Rey mendekat. Mengikis jarak di antara mereka. Meraih tangan Seva dengan hati-hati. Saat tak merasa ada perlawanan dari si gadis, Rey memberanikan diri menggengam jari-jari lentik itu. "Tolong bantu saya supaya benar-benar terlepas dari Atika, karena saya nggak mau kehilangan lagi. Saya nggak mau kehilangan kamu."

Bulir-bulir jernih dari netranya tak dapat Seva tahan. Kepalanya kembali tertunduk. Mengakibatkan rintik-rintik air matanya tak terbendung. Ia terisak sangat pelan karena tahu jelas, laki-laki di depannya meminta kesempatan lagi.

"Sejak saya berhubungan sama kamu, saya selalu coba buat lupain Atika, karena saya benar-benar mau serius sama kamu. Saya tahu, saya udah dikasih waktu lama buat lupain Atika, tapi semuanya nggak semudah itu, Seva."

Seva menengadah untuk menelisik kejujuran dari mimik Rey. Akan tetapi, atensinya tertuju pada dua bola mata merah yang menatapnya. Hati Seva mendadak mencelus. Sebab ia sadar, di depannya, Rey menahan tangis.

"Tolong kasih saya waktu buat lupain Atika. Tolong bantu saya, karena saya yakin kamu bisa. Saya bakal berusaha untuk nggak ngebandingin kalian, atau cari orang lain yang benar-benar mirip Atika. Karena sekarang yang saya mau itu kamu. Selama ini, kamu selalu bikin saya nyaman dengan cara kamu sendiri. Saya cinta sama kamu. Itu taraf rasa saya ke kamu, Seva." Satu tetes air berhasil lolos dari mata Rey setelah pria itu menuntaskan ucapannya.

Pandangan Seva tak pernah lepas dari Rey ketika pria itu memuntahkan ketulusannya. Saat melihat Rey menangis karenanya, dada Seva terasa diremas. Ia luluh, tak tega, dan yakin bahwa laki-laki tersebut tak berbohong.

Tanpa membuang waktu, Seva melepaskan tautan tangan mereka. Lalu menghambur ke dalam pelukan Rey. Mendekap pria itu dengan erat, sembari menyalurkan rindu yang beberapa hari tak terluapkan. Dengan bersandar di bahu Rey, Seva semakin menumpahkan air matanya. Ia juga tak mau kehilangan Rey.

Menyadari Seva secara tak langsung telah menerimanya kembali, Rey tak dapat menahan kedutan di sudut bibirnya. Laki-laki itu membalas pelukan Seva tak kalah erat. Mendaratkan beberapa kecupan di puncak kepala gadisnya.

"Seva juga cinta sama ... Mas Rey," ungkap Seva setelah tangisnya reda.

Mendengar sapaan Seva, Rey merenggangkan pelukan mereka. "Tadi kamu manggil saya apa?"

"Mas Rey ...." Seva menjawab tanpa menatap Rey. Kegugupannya semakin membuncah karena keputusan yang baru ia ambil.

Rey terkekeh geli. "Sebut sekali lagi."

Sebelum menuruti, Seva menggigit bibirnya. "Mas Rey."

"Satu kali lagi."

"Mas Rey!" seru Seva lebih keras.

"Lagi."

"Udah, ih! Capek, tahu!" Seva merengut. Mendorong Rey yang terpingkal sehingga pelukan mereka benar-benar lepas. "Udah, ya, waktunya kerja sekarang! Seva nggak mau punya suami pengangguran!"

( WAF - 41. Alat Penyedot Debu | Tamat )

Wait! Wait! Mau fangirling dulu: Huee gemes!!! Mau satu yang kayak Om Rey juga!!! 😭

Okay, sip, kita mulai AN penutupnya.

Uyey kita udah berada di akhir cerita. Alhamdulillah cerita ini kelar dalam waktu 2-3 bulan aja! Seneng banget ya Allah! 😭 Nggak nyangka setelah hiatus setahun, M bisa lumayan produktif lagi. Kirain bakal ngadat-ngadat updatenya kayak pas ngerevisi TSOL dulu, ternyata ...! 😭

For my brain:

Love ya, my amazing sweety brainie. You've done a good job.

Buat yang mau nungguin seri kedua MITAM, sampai ketemu tahun depan!

Buat yang mau intip work M yang lain, yuk, kita ke seri Akalara! Yang bikin kalian kenal sama 7 cogan, termasuk jodohnya M, Babang Langit:)


See you! ✨
Btw, I'll miss my ReVa, eung. (。•́︿•̀。)

The simple but weird,
MaaLjs.

9 November 2019 | 02:00

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro