07 💫 Pengadilan Langit.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Gabriel bersimpuh di atas lantai emas tahta surga. Sebuah tempat khusus melingkar di atas langit membentuk seperti lapangan besar dengan tujuh undakan di depan matanya. Sebelah kiri dari lokasinya terduduk, terdapat seorang Malaikat Agung yang memegang neraca emas di tangannya. Ia memejamkan mata dan menunjukkan timbangan berat ke kiri.

Prosesi pengadilan langit dilaksanakan bersamaan dengan para malaikat agung, pun malaikat lain sebagai penonton di barisan belakang. Suasana di tempat tersebut hening, tidak ada satupun yang berani untuk bergerak sedikitpun. Tujuh undakan surga, duduk di sana para Dewa dengan posisi tertingginya adalah Dewa Pencipta.

Sang Malaikat Agung pendosa, Gabriel, menundukkan kepalanya dalam-dalam. Mata sebiru lautan miliknya mana berani menatap Dewa dalam keadaan berdosa. Ia melipat tangan di depan kepala, membungkukkan diri semakin dalam hingga keningnya menyentuh dinginnya lantai pengadilan surga. Sayap besar Gabriel menekuk hingga tubuhnya tertutup oleh sayap besarnya tersebut.

"Engkau melanggar undang-undang langit, Gabriel 'de Seraphim." Ucapan Dewa Pengadil terdengar di telinga Gabriel. Sang Malaikat Agung gemetar, ia tidak bisa menjawab apapun sebab dirinya memang jelas melakukan dosa tersebut. Tidak ada tanggapan selain hanya penyesalan di dalam hati yang tidak diungkapkannya melalui suara. Gabriel hanya mendengarkan Dewa Pengadil yang lanjut berkata, "Sesuai dengan hukum langit, berdasarkan dosa yang engkau lakukan, Dewa akan menjatuhkan hukuman."

"Hamba adalah pendosa yang pantas mendapatkan hukuman tersebut, Ya Dewa Pengadil." Gabriel menjawab dalam tutur yang begitu lembut. Suaranya memberat, mengandung tumpukan sesal pada setiap kata yang keluar dari mulut. Namun, sesaat ia menyadari sesuatu hal. Mengapa ia menyesal di waktu yang seperti ini? Padahal sebelumnya ia melakukannya dengan sengaja dan baru meratapi dosa saat pengadilan langit dilangsungkan seperti ini.

Isi kepala Gabriel seakan bercabang, ia tidak bisa terfokus dan pikiran-pikiran seperti ia senang pada saat melakukan dosa tersebut tetapi ada setitik sesal setelahnya kembali merambat dan mengganggu. Seharusnya ia sadar sedari awal bahwa dosa adalah dosa dan ia tidak sepantasnya berbuat seperti itu. Namun, Gabriel sendiri bahkan kesulitan untuk meyakinkan dirinya sendiri alasan pasti dari mengapa ia melakukan hal tersebut.

Simpati? Ia pernah bersimpati pada makhluk lain, pada manusia lain, pada ras lain. Namun, ini terasa seperti berbeda dan Gabriel tidak mampu menarik kesimpulannya.

Dewa Pengadil memandang Gabriel tajam. "Angkat kepalamu, wahai Malaikat Agung Berdosa."

Gabriel perlahan melakukan hal tersebut, mengangkat kepala dan memandang ke arah suara agung Dewa. Di hadapannya, Gabriel hanya melihat undakan tinggi dan luas, ia tahu bahwa Dewa berada di sana tetapi wujud dalam penangkapan matanya adalah bola besar bercahaya emas. Gabriel dengan sadar, meski tidak melihat jelas wajah Dewa, ia merasakan bahwa Dewa di hadapannya menaruh kasihan terhadapnya.

Pandangan Gabriel kabur, tertutup oleh bulir-bulir bening yang kemudian turun membasahi pipi. Ia lantas berkata, "Hamba memohon ampunan atas dosa besar yang hamba lakukan, Ya Dewa. Hamba meminta hukuman sebagaimana seorang pendosa diadili."

"Engkau diberikan pikiran, diberikan pilihan bebas atas benar dan salah. Perbuatanmu adalah tanggung jawabmu. Jangan pernah sekali-kali engkau menyalahkan bisikan iblis dan setan sebagai pembenaran atas dosa-dosa yang engkau lakukan." Dewa Pengadil memberikan peringatan.

Gabriel terkesiap. Sekali lagi kepalanya tertunduk, air matanya yang menetes jatuh membasahi lantai surga. Baru saja ia sempat terpikirkan akan kesalahannya yang juga didasari pada bujukan Raja Neraka. Sempat untuk sesaat saja merasa bahwa dirinya terhasut dalam bujuk rayu dari si Raja iblis. Hingga ia disadarkan oleh Dewa Pengadil yang mengetahui isi kepalanya.

"Ampuni hamba, Ya Dewa yang maha mengetahui segalanya." Gabriel membalas.

"Dengan ini, Pengadilan Langit menetapkan Gabriel 'de Seraphim sebagai pendosa atas pelanggaran undang-undang langit. Status Malaikat Agung yang disematnya akan dihilangkan bersamaan dengan menurunkan kekuatannya sebagai seorang malaikat." Dewa Pengadil mengumandangkan titah.

"Hamba menerima hukuman Dewa," ucap Gabriel yang kembali bersujud di lantai surga.

"Turunlah dari surga dalam seribu tahun. Renungkan dan bertaubatlah," Wahyu Dewa Pengadil yang kemudian dicatat oleh Malaikat Agung lain ke dalam buku besar pendataan langit.

"Wahai ciptaan-Ku, Gabriel 'de Seraphim." Suara Dewa tertinggi di tahta langit, Dewa Pencipta.

Tubuh Gabriel semakin gemetar mendengarnya, tangisannya berhenti, tergantikan oleh membelalak dalam sujudnya yang semakin dalam. Keningnya bisa saja sakit akibat decitan benturan kepalanya yang semakin ditundukkan. Tidak hanya Gabriel, seluruh malaikat yang ada di ruang Pengadilan Langit ikut bersujud saat suara itu menggema.

Maha Besar Dewa Pencipta. Berkali-kali ia mengucapkan kalimat tersebut dari dalam hati. Ia merasakan kehadiran Dewa Pencipta dalam wujud nyata. Ia merasakan, Dewa Pencipta memenuhi seisi ruang surga seakan tempat itu hanya berada di dalam telapak tangan-Nya. Gabriel bisa mengetahui, langit di atasnya saat ini adalah mata sang Dewa Pencipta. Seakan sang Dewa sedang melihat ke arah dirinya yang begitu kecil berada di ruang surga dalam genggaman tangan-Nya.

"Sesungguhnya Aku menciptakanmu dengan memiliki perasaan dan cinta. Aku menciptakanmu dengan keagungan dan kekuatan yang tidak dimiliki oleh Malaikat Agung lainnya." Dewa Pencipta bersuara, hening dan khidmat menyelimuti suasana di ruang pengadilan tahta surga.

"Maha Agung Dewa Pencipta," puji Gabriel penuh dengan ketulusan.

"Ribuan tahun masa hidupmu, engkau mengabdikan diri pada tugasmu, pada kodratmu, pada penciptamu. Maka atas belas kasih, Aku akan mengampuni dirimu." Dewa Pencipta kembali memberikan wahyu.

Gabriel terkejut, dadanya bergemuruh nyaring. Tangannya yang gemetar masih menyentuh lantai surga. Pikirannya tidak dipenuhi oleh hal lain selain hanya menyembah pada Dewa Pencipta yang baru saja bertitah atas dirinya.

Gabriel hanya mendengar khidmat ketika Sang Dewa kembali berucap, "Aku akan mengembalikanmu ke tahta surga sebagai Malaikat Agung dengan syarat selama masa hukumanmu berlangsung, engkau harus ...."

Tubuh gemetar Gabriel berhenti, tergantikan oleh ketenangan yang menyejukkan hati. Mata Gabriel memejam mana kala ia merasakan tangan lembut yang menyentuh punggungnya dengan penuh kasih. Itu adalah tangan dari Sang Dewa Pencipta. Gabriel memuji di dalam hati berulang kali atas belas kasih sang Dewa. Ia mendengarkan dengan saksama tanpa melewatkan sepatah katapun bisikan yang disampaikan Dewa kepadanya.

Lantas, seusai tugas Dewa Pencipta tersampaikan, Pengadilan Langit diakhiri. Malaikat-malaikat yang ada di sana mulai berpencar untuk kembali pada tugas mereka masing-masing. Para Dewa juga tidak mewujud di tahta surga. Menyisakan Gabriel yang masih termenung beberapa saat di lantai pengadilan sebelum akhirnya ia mengepakkan sayap dan pergi meninggalkan surga.

Gabriel bukanlah orang yang akan berpaling dari janjinya. Maka, persis seperti apa yang dijanjikan oleh sebelumnya, ketika masa hukumannya telah tiba, ia kembali datang menemui Lucifer 'de Demonica di depan pintu gerbang neraka.

.

🌹🌹

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro