Chapter 10 - Tembakan dari Pangeran

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Panjul

"Oh, ada tamu tidak diundang!" gumamku melihat hadirnya kapal pesiar mewah yang ukurannya cukup besar bertandang ke Lemuria. Tertera nama Poseidon di badan kapal dan kini berada dekat di Hotel Marina. Aku menoleh pada Hotel Lincoln yang telah aku bakar atas permintaan Galuh. Dasar bodoh! Justru itu cukup memancing perhatian pendatang baru itu dan Galuh entah menghilang ke mana. "Aku harus kembali ke hotel," gumamku yang saat ini berada di bangunan pencakar langit yang berada di seberang Hotel Marina.

Poseidon, model kapal pesiar itu terlihat futuristik dengan desain menyerupai pulau tropis yang dapat bergerak. Terdapat pahatan marmer berbentuk trisula di puncaknya, simbol senjata Poseidon, dewa laut dalam keyakinan pagan Mitologi Yunani. Mataku menyipit untuk dapat melihat kumpulan titik dari penumpang kapal tersebut. Para orient kaya, tidak berbeda dengan orient yang pernah mendiami Jayakarta di masa lalu. Lemuria bukan lagi tempat yang cocok mereka huni, namun lebih tepat sebagai tempat wisata menegangkan bagi mereka. Dari sini aku bisa melihat pria bertubah tegap berdiri di puncak yang menyerupai podium. Pakaian berupa jubah yang dia kenakan memiliki banyak medali, layaknya seorang penguasa.

Aku meyakini jika orient muda tersebut adalah pria berpengaruh di Poseidon

Tampaknya bukan keseruan yang menyelimuti kapal itu. Samar hanya keributan dan terdengar adu mulut keras dan panas, membuat kapal itu terasa ngeri. Aku beringsut, mencari posisi terbaik untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. Setelah berada di puncak Hotel Marina lalu mengambil binokular yang sering aku letakkan di dekat langkan, meskipun pada bagian kanannya sudah rusak, namun kirinya masih berfungsi untuk meneropong.

Kejadian seru, lebih tepatnya menegangkan terjadi antara penumpang Poseidon yang termasuk pria dengan jubah penuh medali terhadap seorang perempuan yang berdiri di tengah kerumunan, terkepung hujatan dilemparkan padanya. Perempuan berambut panjang dengan paras orient yang bisa aku katakan cantik nan manis. Bentuk hidung dan bibirnya menawan dengan sepasang bola mata indah yang memiliki sorot tidak kenal gentarnya. Seandainya aku bisa mendengar jelas apa yang mereka katakan, hanya seruan dan teriakan penuh kemarahan, membuatku penasaran ingin mendekat. Aku menaruh kembali binokular, termenung sebentar demi menyadari kehadiran kapal itu bukan sebagai tujuan wisata ke Lemuria semata.

Sampai aku mendengar teriakan bersumber dari pria berjubah itu. "Penghuni Lemuria, nama jelek yang kalian berikan pada kota tenggelam ini! Di mana pun kalian berada, aku tahu kalian sedang bersembunyi, takut kami datang, khawatir jika kami memunahkan kalian!" Dan suara penuh hujatan berikutnya disusul tawa serta cercaan membuat hati panas. "Tapi, kalian tidak perlu khawatir. Kami kemari dengan damai untuk Lemuria, wahai perbum. Maka dari itu tunjukkan diri kalian dihadapan kami. Karena aku, adalah Pangeran Saiga. Pewaris tahta Republik, anak dari Kaisar Takeda, dengan penuh hormat ingin disambut sebagai tamu bagi Lemuria." Pria itu yang menyebut dirinya pangeran itu dengan merasa memiliki kehormatan menanti seorang perbum menyambutnya, menerka salah jika ada banyak orang sepertiku di Lemuria. "Ayolah, kami tidak akan melukai kalian. Aku ingin bertemu dan bicara."

Lantas aku melangkah ke langkan, tanpa khawatir terjatuh. Sebelumnya aku menarik tudung jaketku, menutup sebagian wajahku yang tertutup bayangan sinar matahari sehingga penampilanku tersamarkan. Seketika Pangeran dan orang-orang di bawah sana mendongak ke puncak hotel. Aku berdiri kokoh, seakan tidak menerima kehadiran mereka di sini.

"Orang sombong cepat mati oleh air laut!" teriakku lantang pada mereka.

Ucapanku menimbulkan kegegeran dan suara sumbang di kapal tersebut.

"Aku meminta kalian pergi dari sini sebelum kami mengamuk," pekikku lagi.

Pangeran sambil menggunakan pengeras suara lalu melontarkan balasannya.

"Kamu tidak tahu berhadapan dengan siapa! Panggil kawananmu, jangan hanya jadi pengecut saja di sana!" tidak kalah sombong dengan ekspresi galak yang dibuat-buat, cukup membuatku jengkel dan ingin sekali menonjok pangeran sok berkuasa itu. "Atau sepertinya hanya kamu orang paling tersial yang masih hidup di kota tenggelam bau ikan busuk ini!"

"Anda berhak menjadi angkuh di kotamu yang ada di sana!" lantas aku melompat dari langkan menuju balkon di bawah. Aku melakukan gerakan salto, melepas peganganku sambil meraih pegangan berikutnya pada balkon berikutnya hingga mencapai lantai 15. "Tapi Anda tidak berhak mengatakan itu di tempat kami. Aku sarankan bawa kapal mewahmu itu pergi!" seruku sekilas menoleh ke dalam kamar, Alif di sana menonton dari jendela. Sambil lalu aku memberi kode agar dia menjauh dari jendela, Alif mengangguk patuh dan mundur ke tempat tidur. "Pangeran orient terhormat, sebaiknya kamu mendengarku dan memahaminya."

Balasan yang aku terima hanyalah tawa khas orient yang menjengkelkan, bercampur komposisi sombong tingkat akut dengan makian menggelikan. Aku semakin turun ke balkon berikutnya sambil melihat wajah-wajah orang kaya itu semakin jelas. Mataku menyisir dan setelah mengedarkan pandanganku, hanya seorang wanita yang tidak tertawa. Wanita yang mengenakan kaos merah dan sebelumnya mendapat makian dari seorang Pangeran sombong. Wanita itu hanya mematung ditengah kerumunan orang seraya menatapku statis.

Pijakanku sudah berada balkon lantai lima, merupakan dasar yang belum tersentuh permukaan air. Dari sini Poseidon terlihat lebih jelas meskipun menjaga jarak dari jangkauan jika aku hendak menyeberang kesana. Memberinya sedikit peringatan dan mengusir mereka dari Lemuria. Tatapan mereka padaku tidak lain hanya tatapan menjijikkan. Pangeran sudah terlihat dari jelas dari tatapan mataku, berdiri sambil bersedekap, menunjukkan wajah orient-nya dengan mata kecil namun menyimpan nyali yang berani membalas tatapanku. Pangeran menyeringai bercampur mengejek, memandangku dari atas ke bawah, menyelidik pakaianku seakan menimbulkan ledekan dari gurat wajahnya, memancing hasratku ingin menonjoknya. Pangeran bersama kelompok wisatanya sekarang telah berkumpul memandangiku.

"Jadi kamu pemimpin di Lemuria ini?" tanya Pangeran sombong itu, memiliki wajah

menyerupai mayat hidup yang sungguh pucat dan menunjukkan betapa dinginnya dia.

Aku tidak segera merespon pertanyaan pria terhormat di Poseidon, namun menyelidik ke seluruh orient yang berdiri disisinya begitu dekat dan akrab. Seorang wanita yang mirip dengan sosok Pangeran yang mungkin saja adiknya, dia mengenakan kimono putih dengan motif burung bangau merah muda, wajahnya seperti tokoh kartun Asia di jaman dulu. Dua orang lainnya, seorang pria dengan jas hitam mewah dan wanita dengan pakaian tradisional biru yang cukup berbeda dengan kimono, keduanya mirip karakter ikonik aktor dan artis yang sering muncul di serial televisi jaman dulu. Berikutnya, wanita berpenampilan seperti ingin menonton konser musik metal yang membuatku penasaran dan menjaga jarak dari Pangeran, seperti terintimidasi. Kecemasan tersirat di wajahnya, seakan dirinya terjebak di sana.

Wanita orient itu berada dalam kesulitan.

Dan wajahnya tampak tidak asing bagiku.

"Aku ... pemimpin Lemuria," kataku baru saja menjawab Pangeran. "Dan segala hal yang terjadi pada Lemuria merupakan tanggung jawabku. Jadi sebagai tamu di kota ini harap kalian menghormati para arwah mengerikan yang hidup di bawah kapal kalian itu," kataku, meskipun adalah kebohongan, tapi aku harap mereka seketika takut dengan ancamanku. "Di bawah air sana, korban tidak berdosa bencana air bah. Tidak ingin terusik karena kehadiran kalian yang teramat mengganggu." Seketika ancaman itu membuat wajah-wajah sombong itu cemas lalu melangkah mundur, enggan melihat permukaan air gelap Lemuria.

Orang seperti mereka mudah ditakuti, terlalu memercayai takhayul. Selama bertahun-tahun aku tinggal di Lemuria, aku lebih menakutkan dari makhluk gaib penghuni lautan jika mereka memang ada. Bahkan Galuh yang sering aku kagetkan dengan cerita omong kosong itu justru menantang jika makhluk astral Lemuria itu datang dan mengganggunya. Hanya saja jika mereka memang nyata, sepertinya mereka lebih memilih tidak ingin mengusik daripada mencari masalah denganku dan Galuh. Sebagai manusia, kami tidak perlu takut.

Ancamanku tidak juga membuat satu orang gentar yaitu Pangeran. Lantas dia meraih sesuatu dari sabuk di celananya, detik berikutnya suara letusan menghujaniku, membuat para orient terdekat sontak berteriak. Suara letusan memekkan telinga itu menimbulkan sengatan menyakitkan di pundak kanan kemudian pada kaki kiriku. Peluru tembakannya telak setelah bersarang menyakitkan. Aku terhuyung menahan sengatan panasnya, lantas ambruk melewati langkan, terjun ke air laut. Terakhir kali yang aku dengar adalah makian Pangeran.

"Lebih baik kamu bergabung dengan kawan air lautmu di sana ...." samar-samar suara Pangeran yang teredam air ditelingaku menimbulkan kekacauan di kapal. "Wanita jalang, aku belum selesai ...." kembali suara teredam tapi aku berusaha mendengar keributan di kapal, sementara darahku mengucur deras memerahkan air. "Kamu juga ikut ... perbum sialan ...." Suara itu timbul tenggelam sampai kemudian aku mendegar suara teriakan parau di sisi kapal, seseorang baru saja di ceburkan ke dalam air meskipun tanpa tembakan. "Kamu bergabung ... dasar pelacur!" hinaan itu terus menerus disemprotkan Pangeran sombong bukan main.

Aku masih melihat bayangan orang itu tercebur semakin tenggelam lebih dalam dan tidak lain adalah wanita orient yang tadinya adu mulut dengan Pangeran. Wanita itu berusaha mengambang tapi sepertinya dia juga tidak bisa berenang. Seperti anjing kecil malang yang berjuang melontarkan sumpah serapah pada Pangeran, secara perlahan wanita itu tenggelam. Bayangan lambung Poseidon sudah menjauh, tapi tidak langsung beranjak kembali pulang, seakan memilih menelusuri Lemuria lebih dalam. Hingga tidak lama berselang kembali lagi satu orang diceburkan ke lautan Lemuria, dan sosok itu juga seorang perempuan.

Sebelum mataku terpejam karena terlalu banyak air laut menekanku, perempuan yang terakhir diterjunkan lantas berenang ke arah wanita orient, menyelamatkannya.

Aku tidak tahu nasibku kelak, ketika segalanya menjadi gelap gulita.

***

Rasa sakit itu seperti panas yang mencengkeram daging dan kulitku. Perlahan sudah mereda dan cahaya tipis menelisik mataku. Aku membuka mata dengan perlahan, menyadari keberadaanku, jika disekelilingku tidak lagi dipenuhi air laut dan kegelapan. Aku terbaring di atas tempat tidur di mana aku dan Alif sering melepas lelah. Sembari terbangun dengan kaki dan pundak dibalut perban yang terasa nyeri, aku sadar itu bukan mimpi buruk. Aku baru saja ditembak untuk pertama kali dalam sejarah hidupku, namun sekarang aku masih hidup.

Namun di tempat tidurku ini aku tidak seorang diri. Aku pikir ada Alif disampingku, sambil memeluk boneka kesayangannya. Aku menoleh, mendapati wanita orient cantik yang juga korban kebiadaban Pangeran masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Seseorang datang masuk ke kamar. Sosok wanita, namun tidak terlihat seperti orient, membawa nampan berisi persedian obat-obatan dan perban milikku. Dia terlonjak, menaruh nampan di atas nakas saat melihatku siuman. Dibelakangnya Alif tersenyum gembira, berlari mendekatiku. Wanita itu membiarkan saja Alif melompat ke atas tempat tidur, hendak memberiku pelukan.

"Alif, pelan-pelan, Kak Panjul-mu pundaknya masih sakit lho," kata wanita itu seakan telah mengenaliku sudah lama. Pandangan matanya tersorot padaku, tersenyum, pikirku gadis yang sangat manis. "Syukurlah, kamu siuman," katanya kembali mengambil nampan di atas nakas, mengecek obat-obatan di sana. "Beruntung peluru itu masih bisa aku keluarkan. Tidak sampai mengenai bagian penting organ tubuhmu. Sebaiknya kamu jangan bergerak dulu, luka di badanmu belum sepenuhnya kering, sebelumnya aku baru saja mengobatinya."

Wanita itu segera menunjukkan wadah piring di mana peluru pistol berukuran besar telah dikeluarkan dari pundak dan kakiku. Aku menggeleng, memutar bola mata. Pangeran orient biadab itu berniat membunuhku. Wanita itu memegangi pundakku yang sehat sembari menyarankanku berbaring. Aku mengangguk atas permintaan gadis manis itu, sementara Alif sudah turun dari tempat tidur atas bujukan lembut gadis itu padanya.

Alif terlihat lengket sekali dengan wanita yang baru saja dikenalnya itu. Entah sudah berapa lama aku tidak siuman. Melihat cahaya matahari diluar sana sudah perlahan tertutup awan senja, menandakan bahwa sebentar lagi gelap. Apakah aku mungkin tidak sadarkan diri belum lama ini, mungkin sehari, atau berminggu-minggu? Entahlah. Aku memandang wanita baik itu, mengerti apa yang mau aku tanyakan sebelum buka mulut seperti orang bodoh.

"Hanya sehari," tukasnya. "Aku khawatir keadaanmu semakin parah. Persediaan obat yang kamu miliki terbatas. Semampuku, menggunakan peralatan yang ada, menarik keluar peluru itu, menjahit lukamu yang lebar dengan keadaan serba terbatas," wanita itu menyentuh keningku yang berkeringat dingin dengan punggung tangan. Jujur, aku merasa lebih gugup kendati tatap matanya hangat dan senyuman lembut terukir di bibirnya. Bukan orient namun tidak sepenuhnya perbum. "Beruntung fisikmu kuat, sekarang beristirahatlah."

Sontak aku meraih tangan wanita itu sebelum dia hendak pergi, terasa halus.

Wanita itu menoleh, terkejut kendati tindakanku, bukan bentuk kurang ajar.

"Terima kasih," kataku sambil menyengir. "Aku boleh tahu siapa namamu?"

Alif melompat disisi wanita itu. "Namanya Kak Juleha, dia baik banget Kak Panjul," kata bocah kecil yang mendapat elusan rambut dari gadis bernama Juleha itu. "Selama Kak Panjul belum bangun, Kak Juleha yang menemaniku, dia masak, dia menemaniku main. Kak Juleha juga suka berdongeng, salah satunya tentang perempuan pengembara padang pasir."

Aku tersenyum, merasa bersyukur jika gadis penolongku ini berlaku baik pada Alif, setidaknya aku merasa lega sambil menghela napas baik-baik saja. "Terima kasih, Juleha. Sudah menjaga Alif," kataku sementara gadis itu menyingkirkan untaian anak rambut yang menghalangi mata. Kemudian aku menoleh pada wanita berkaos merah di sampingku.

"Kak Panjul!" Alif bergumam menunjuk si wanita orient." Tante itu seram!"   

To be continued...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro