Satu Perusahaan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tring tring tring

Suara alarm yang sengaja Mita setel tadi malam terus berbunyi, Mita dengan refleks meraih ponselnya dan mematikan alarmnya karena tak ingin bocah laki-laki di sampingnya terbangun.

"Hoam," suara uapan Mita. Ia menilik jam sudah menunjukkan pukul lima pagi.

Mita menerjap-nerjapkan matanya, lalu perlahan menyibak selimut dan turun dari ranjang secara perlahan. Ia berjalan keluar dari kamar Dafin sembari menggulung rambutnya asal, menuruni anak tangga menuju dapur.

"Pagi, Bi," sapa Mita kepada salah seorang maid bernama Minah yang bertugas memasak.

"Pagi, Non." Minah tersenyum tipis melihat istri majikannya datang menghampirinya.

"Kenapa pagi-pagi sekali sudah ke dapur, Non?" tanya Minah yang hari ini sengaja bangun lebih pagi agar tidak didahului oleh istri majikannya tersebut.

"Non Mita butuh sesuatu?" imbuhnya, menawarkan bantuan kepada Mita.

Mita menggelengkan kepalanya. "Enggak kok, Bi. Mita sengaja bangun pagi, hari ini Mita mau berangkat lebih awal jadi mau bantuin Bibi masak dulu sebelum berangkat magang."

"Gak usah dibantuin juga gak apa, Non. Ini kan pekerjaan Bibi. Lebih baik Non Mita kembali ke kamar saja buat persiapan," tutur Minah lembut.

"Bagaimanapun juga, Mita ini kan istri, Bi. Jadi sebisa mungkin Mita harus menjalankan tugas Mita sebagai istri dan ibu," tutur Mita tersenyum tipis.

"Jadi biarkan Mita bantuin Bibi memasak ya?" lanjut Mita yang kini sudah mengenakan apron.

Minah menganggukkan kepalanya, tentu saja ia tak bisa menolak niat baik Mita tersebut. Minah membiarkan Mita memasak makanan untuk Sena dan Dafin, sedangkan dirinya hanya membantunya saja sembari mengerjakan pekerjaan lainnya.

Pagi ini makanan sudah tersusun rapi diatas meja, Sena yang sudah rapi dengan setelan kerjanya segera duduk di kursi meja makan untuk sarapan tanpa berniat menunggu anak dan istrinya. Ia sengaja melakukannya karena ia memang sedang buru-buru. Dari arah tangga, ekor matanya melihat sosok sang istri berjalan tergesa.

“Kamu mau kemana?” tanya Sena heran melihat sang istri terlihat rapi dengan pakaian hitam putih khas seorang karyawan baru.

“Mau berangkat kerja. Hari ini hari pertama saya magang, Mas.” Mita menjawab dengan santai.

Sena memasang wajah datarnya. “Oh gitu," ucap Sena santai. Ia menyantap kembali makanan yang ada di atas piringnya dan mengabaikan keberadaan Mita.

"Iya, Mas. Aku berangkat dulu." Mita mengulurkan tangan kanannya di depan Sena.

Sena meletakkan sendok dan garpunya. Ia yang mengerti maksud Mita pun menjabat tangan Mita. Namun, ada rasa hangat yang menjalar di hatinya ketika Mita mengecup punggung tangannya dengan lembut.

"Aku berangkat, Mas." Mita mengayunkan kakinya menjauh, tapi ia buru-buru menghentikannya dan berbalik menghadap ke arah Sena lagi.

“Ah ya, aku lupa bilang. Hari ini sampai tiga bulan kedepan saya gak bisa antar dan jemput Dafin Mas. Aku sudah bilang ke Dafin semalam."

“Hemmm."

Merasa tak mendapat respon yang baik dari Sena, Mita pun bergegas pergi dari sana dengan perasaan yang semakin kesal kepada Sena.

"Lho! Motor saya kemana, Pak?" tanya Mita yang kaget melihat motornya tidak ada di dalam garasi. Ia ingat betul kemarin ia memarkirnya disana.

Dengan wajah menunduk takut seorang sopir berkata kepada Mita jika motor Mita disimpan oleh Sena dan mulai pagi itu hingga seterusnya kemanapun Mita pergi harus menggunakan supir yang telah disiapkan khusus untuknya.

"Astaga! Ishh!" desis Mita dalam hati ketika mendengar penjelasan si supir.

"Ya sudah, Pak. Saya sedang buru-buru, tolong antar saya ya?" pinta Mita.

"Baik, Non." Sopir baru, khusus yang dipekerjakaan sebagai supir Mita pun segera membukakan pintu mobil lalu melajukan mobil menuju ke jalanan sebuah gedung perusahaan.

"Stop! Stop, Pak!" pinta Mita.

"Kok berhenti disini, Non?" tanya Kus-si supir.

"Sini saja, Pak. Saya kan hanya karyawan magang, agak lucu kalau saya naik mobil mewah begini ke kantor." Mita turun dari mobil, lalu berjalan cepat menyusuri jalanan menuju ke arah gedung perusahaan yang telah diinfokan oleh Dini.

Mita berjalan cepat, ia menuju lobi lalu bertanya kepada seorang security. "Pak, ruangan recruitment sebelah mana ya? Saya salah satu mahasiswa yang akan magang disini."

"Lurus saja terus belok kanan, Non," jawab si security.

"Terima kasih, Pak." Mita melanjutkan kembali langkahnya menuju ke arah ruang recruitment seperti yang telah diinfokan oleh Dini.

Begitu sampai di depan ruangan recruitment ia melihat salah seorang teman sekelasnya bernama Hana yang juga akan magang di sana bersama mereka. "Hana!" panggil Mita.

"Dini, Lea, Bayu dan yang lain belum datang?" tanya Mita kemudian.

Hana menggelengkan kepalanya. "Belum, Mit. Baru aku dan kamu yang datang."

Mita mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia lantas mengajak Hana untuk duduk di kursi panjang yang berada di sudut lorong. "Kita tunggu disana saja yuk, Han?"

Hana menurut, mereka duduk berdampingan disana sembari ngobrol sembari menunggu beberapa temannya datang.

Di lantai lain gedung tersebut, Sena yang baru saja datang langsung menuju ke ruang meeting. Ia memerintahkan Surya untuk memulai meetingnya pagi ini. Seperti biasa, meeting pagi ini berjalan lancar tanpa hambatan hingga usai.

"Bro, mulai hari ini akan ada beberapa anak magang di perusahaan," tutur Surya memberitahu.

Tanpa menanggapi ucapan Surya, Sena mempercepat langkahnya dan masuk ke dalam ruangan kerjanya. Sena mulai bekerja seperti biasa hingga jam istirahat tiba.

"Sen, makan yok!" ajak Surya yang nyelonong masuk ke ruangan Sena.

"Duluan aja!" sahut Sena yang masih fokus dengan laptopnya.

Mendengar jawaban dari sang sahabat tanpa berpikir panjang Surya menarik lengan Sena untuk bangkit dan berjalan ke luar ruangan.

"Ckk! Kerja terus! Makan juga penting!" cibir Surya.

Sena tak menanggapi, ia malas berdebat dengan Surya. Ia memilih mengikuti langkah Surya yang berjalan menuju kantin.

"Mau makan apa?" tanya Surya.

"Apa aja! Samain sama lu!" jawab Sena yang saat ini fokus dengan ponselnya.

Surya paham benar bagaimana sifat sahabat sekaligus bosnya itu, ia berjalan menuju ke arah kasir, memesan beberapa makanan dan minuman untuk dirinya dan Sena. Hanya menunggu beberapa menit saja makanan dan minuman yang ia pesan sudah siap. Ia pun bergegas menuju mejanya.

Disaat yang sama ternyata, Mita juga berada di kantin bersama teman-temannya. Ia terlihat makan sembari mengobrol dan sesekali bercanda. Tawa Mita dan teman-temannya lepas, membuat beberapa orang menoleh ke arahnya, tak terkecuali Surya.

"Itu kan … Mita," desisnya dalam hati.

Surya berhenti sejenak, memperhatikan wajah salah seorang gadis yang berpakaian hitam putih secara seksama. Ia menganggukkan kepalanya cepat, apa yang ia lihat ternyata tidak salah. "Iya benar, itu Mita."

Surya mempercepat langkahnya menuju ke mejanya, ia meletakkan nampan yang ia bawa lalu menangkup wajah Sena dan mengarahkan pandangan Sena ke meja Mita.

“Kenapa sih, Sur?” tanya Sena kesal.

“Coba kamu lihat ke depan, lurus! Lihat ke arah anak magang."

“Apa sih!” ucap Sena seraya mengarahkan pandangannya ke depan.

Matanya membulat, seketika ia terdiam melihatnya. “Mita," ucapnya lirih.

Sena mengalihkan pandangannya kepada Surya, mereka saling berpandangan dalam beberapa saat. Dari sorot mata Sena seolah menyiratkan sebuah kode yang berhasil Surya tangkap. Surya menganggukkan kepalanya cepat.

“Iya, bini lu magang disini Sen. Lu gak mau samperin dia?" tanya Surya.

Sena mengedikkan bahunya, ia lantas menggelengkan kepalanya. "Biarin aja, dia lagi sama teman-temannya."

Sena memasang wajah cuek, ia lantas mengajak Surya untuk memakan makanan yang telah Surya pesan. "Lebih baik kita segera makan, lapar."

Sena mengambil sepiring nasi uduk favoritnya dan Surya. Ia memakannya dengan santai sembari mencuri pandang ke arah sang istri yang nampak bahagia bersama teman-temannya. Surya mengulum senyum memergoki bosnya mencuri pandang ke arah sang istri.

"Cih! Begitu saja pakai gengsi segala!" desis Surya dalam hati.

Surya diam-diam memiliki ide jahil untuk mengerjai bosnya, ia mengirim pesan kepada bagian recruitment untuk menempatkan Mita dan beberapa temannya di devisi pemasaran yang sebagian besar personilnya adalah pria. Ia ingin melihat seberapa besar Sena dapat menyembunyikan perasaannya kepada Mita.

"Lu kenapa cengar cengir gak jelas sih, Sur? Chat sama siapa sih?" cibir Sena geram.

"Sama gebetan gue lah!" sahut Surya santai.

"Ckk! Alay!" Sena beranjak dari tempat duduknya berjalan cepat meninggalkan Surya yang masih cengar cengir sendiri.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro