24. Dua Puluh Empat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Dari tampang lusuh lo, gue bisa menduga kalau Will udah balik ke Batam lagi," tebak Naya.

Aku mengangguk lemas, tapi kemudian berjengit, "Emang kalau ada Will tampang gue gimana banget, Nay?"

"Ya, kayak kata orang-orang. Lo kayak abis dapat pelepasan yang We-O-We gitu. Emang beneran seenak itu ya?" Naya yang tadinya mampir ke ruang penyiar untuk menyerahkan playlist-ku, malah akhirnya memilih duduk dan mengorek informasi.

"Ya mana gue tahu! Gue juga belum pernah ngerasain, kali," jujurku.

"Ah masa?! Jadi selama ini lo ngapain aja!?" histeris Naya, untung saja ruang penyiar sedang kosong. Hanya ada aku dan Naya, jadi rahasia tentang ranjangku tidak perlu menjadi konsumsi banyak orang.

Aku diam sejenak, berpikir untuk berterus terang atau menyimpannya sendiri. "Sejak honeymoon di Bali, gue dan Will belum pernah ML lagi," aku memutuskan untuk jujur.

"APA???" Naya yang heboh itu semakin histeris.

"Nggak usah heboh gitu deh, kalau lo nggak mau bikin gue malu!" desisku.

"Jadi selama ini lo ngapain aja?" Naya menormalkan suaranya, walau nadanya terdengar gregetan, "Will udah bolak-balik Batam-Jakarta berkali-kali lho. Lo udah jadi suami istri berbulan-bulan. Gila!"

"Will sih bilangnya nggak papa, pelan-pelan aja, gitu ...."

"Emangnya lo trauma pas gagal ML pertama kali? Sakit banget ya?" Naya tampak ketakutan.

"Nggak sih. Sakit sih sakit, tapi gue beneran basah waktu itu, jadi nggak kesakitan banget. Jalan sedikit nggak nyaman, tapi bisa dikompromi kok."

"Nah trus? Lo masih aja ngerasa William pengkhianat, bahkan setelah berbulan-bulan dia tetap setia jadi suami lo tanpa dipenuhi kebutuhan biologisnya?" Naya tercengang sebelum geleng-geleng kepala, "Fixed, lo beneran sakit jiwa!"

"Lo beneran temen gue bukan sih?" protesku, "Gue juga udah sadar kali, Nay. Cuma gimana ya ... Will juga nggak pernah minta kok!"

"Astaga! Dia takut lah, Len. Setelah lo nangis kejer pertama kali dulu, mana berani Will minta macem-macem lagi."

Aku menghela napas panjang, sebelum bertanya, "Jadi gue mesti gimana?"

"Ya gampanglah, tinggal telanjang aja. Jangankan William, laki-laki normal mana pun di dunia ini bakal horny kalau liat cewek se-seksi lo telanjang, Len."

Aku mulai mempertimbangkan, ide Naya benar-benar buruk. Andai saja aku punya seseorang yang benar-benar layak untuk dimintai pendapat.

"Hati-hati lho, Len. Kalau lo begini terus, bisa-bisa yang lo takutkan bakal kejadian. Lo bisa dikhianati. Bukan karena kesalahan Will, tapi kesalahan lo sendiri," ucap Naya dramatis. Berhasil membuat bulu romaku meremang.

"Lo beneran bukan temen gue!" desisku.

"Lo belajar gih dari Ana," usul Naya kemudian.

"Anna siapa?"

"Anna-nya Christian Grey lah. Di fifty shades freed Anna lebih agresif tuh. Kali aja lo bisa tiru beberapa modusnya."

**

Semua gara-gara Naya.

Hasil obrolan sensitif di ruang penyiar yang sudah berlalu hampir dua minggu lalu berhasil membuatku uring-uringan sampai hari ini. Besok Will akan kembali ke Jakarta, dan aku masih setengah gila memikirkan bagaimana harus memulai hubungan suami-istri yang sebenarnya dengan Will.

Bukan aku tidak kepikiran selama ini, hanya saja aku mengikuti ritme pendekatan Will yang katanya "pelan-pelan aja". Dengan tidak melakukan hubungan suami-istri saja, aku sudah merasa hubungan kami sempurna.

Aku bisa merasakan kasih sayang Will, dan dia pun tidak pernah mendapat penolakanku lagi.

Tapi seperti kata Naya, "Apa Will juga merasakan hal yang sama? Apa Will nggak perlu diberikan haknya?"

Jadi di sinilah aku sekarang, duduk di ruang depan sambil memutar film yang direkomendasikan Naya, fifty shades freed.

Ketika film sudah setengah jalan, tiba-tiba pintu kamar terkuak dan penampakan Will muncul dari balik pintu.

"Kamu udah pulang?" tanyanya.

Aku terduduk dari posisi selonjoran untuk menjawabnya dengan nada suara tinggi, "Kamu di Jakarta???"

Kalau sesuai dengan jadwal yang sudah-sudah, Will seharusnya tiba di Jakarta besok. Kenapa dia sudah ada di sini sekarang?

"Aku nggak dengar suara kamu dari tadi. Aku pikir kamu masih bareng Naya, tadi kan kamu bilangnya main ke tempat Naya, jadi aku nggak mau ganggu waktu kamu sama Naya dengan bilang aku udah nunggu kamu di rumah." Will mengambil tempat duduk tepat di sebelahku. Menceritakan kronologis yang terjadi sebelum kami terjebak dalam situasi ini.

Aku memang dari tempat Naya, karena kupikir Will seharusnya tiba di Jakarta besok. Alih-alih berbincang-bincang, Naya, teman yang durhaka itu, malah terus menakut-nakutiku tentang kewajiban seorang istri yang belum kupenuhi. Katanya aku berdosalah, aku yang akan merusak pernikahan inilah, dan ... aku terpengaruh.

"Kamu kok nggak bilang pulang malam ini sih?"

"Ada maskapai yang buka jadwal penerbangan baru. Tapi aku sengaja nggak kasih tahu kamu buat ngasi kejutan."

Berhasil. Aku benar-benar terkejut, ucapku dalam hati.

"Nonton apa?" tanyanya sesudahnya.

Gawat! Ini film sarat adegan sensual.

"Nggak seru sih, matiin aja deh. Film kayak begini nggak bakal cocok buat kamu," kataku mencari-cari alasan sambil meraih remote. Tapi baru saja tanganku memegangi benda pipih berwarna hitam kelam itu, tangan Will tiba-tiba mencegahku.

"Nggak papa. Nanti kalau nggak cocok aku bisa pindah nonton di kamar," katanya.

Bermenit-menit selanjutnya kami lewatkan dengan diam. Mencekam. Aku menonton sambil memain-mainkan ujung baju blusku. Harap-harap cemas, semoga tidak ada adegan sensual sementara aku dan Will menonton bersama. Ini kenapa juga Will tidak pindah ke kamar sampai sekarang?

Setelah beberapa menit lainnya berselang, akhirnya petaka itu terjadi juga. Adegan sensual muncul ketika Anna sedang memegangi ice cream di meja makan. Dengan kurang ajarnya, Anna malah menumpahkan ice cream di sekujur dada Christian dan menjilati ice cream yang dia tumpahkan dengan lidahnya. Dengan gerakan sensual, tentunya.

Ruangan dingin di ruang tengah apartemen kami mendadak terasa panas.

Ini kenapa pula, Anna yang menjilati Christian tapi malah darahku yang berdesir, coba? Kayak pernah digituin sama Will aja? Astaga, apa yang sedang kupikirkan? Apa aku sedang memikirkan Will menjilatiku seperti itu juga? Sadar Lena, sadar!!!

Aku terlalu sibuk memikirkan reaksi tubuhku hingga tidak berani melihat respons Will yang masih duduk di sebelahku. Jangan-jangan dia sendiri tidak berani bergerak lagi saking tidak nyamannya.

Detik demi detik terasa semakin horor, gerakan Anna semakin tidak terkendali. Ice cream tidak hanya ditumpahkan di bagian dada saja, tapi juga bagian-bagian terlarang lain dan Anna konsisten menjilati semua ice cream yang ditumpahkannya dengan sengaja di bagian-bagian terlarang itu.

Terkutuklah film sensual!!!

Ketika Christian memilih untuk mengambil alih permainan, aku mulai tidak tahan. Gerahhhhh!!!

Buru-buru kuraih remote dan menekan sembarang tombol untuk menghentikan pertunjukan tidak senonoh ini.

"Aku nggak pernah-" nonton film begituan sebelumnya, adalah rangkaian kalimat yang ingin kulontarkan. Tapi terpotong karena Will berbicara di saat bersamaan.

"Kamu mau coba ...?"

"APA???" tanyaku. Lebih kepada kaget dari pada penasaran pada lanjutan kalimatnya. Salah tingkah menguasai verbalku. Siapa tahu Will belum selesai dengan pertanyaannya kan?

Kamu mau coba ... makan masakanku malam ini?

Atau mungkin, kamu mau coba ... minuman hangat?

Will menjawab dengan endikan dagu. Dagunya mengarah pada layar LED yang sekarang menunjukkan Christian sedang menjilat ice cream dari pangkal paha Anna.

Mati aku! Ternyata aku menekan tombol pause!!!

"Kamu punya ice cream di kulkas?" tanya Will menatap mataku. Dia tampak benar-benar serius dengan pertanyaannya.

Aku seperti tersihir. Semua organ tubuhku kaku.

Beberapa detik berlalu dalam diam. Hanya suara hujan yang mendarat di kolam renang apartemen dua lantai di bawah tempat tinggal kami terdengar samar. Suara itu pulalah yang menyelamatkanku. Aku jadi bisa mencari pengalihan dengan cepat.

"Di luar hujan. Dingin. Ice cream mungkin bukan pilihan yang bagus," kataku mencari-cari alasan.

Will masih menatapku sama intensnya seperti sebelumnya, seperti tidak ingin surut sekarang, "Kita coba aja. Sedikit dingin, mungkin. Tapi kalau dijilat dengan lidah mungkin ada sensasi hangat dan lembut."

Demi Christian Grey yang sudah repot-repot membuat tutorialnya melalui film fifty shades freed, aku ingin mencobanya sekarang!

Tatapan intens Will belum pudar, tiupan angin dari jendela yang kubiarkan terbuka tiba-tiba mengantarkan bau tubuh Will yang beraroma kayu bercampur citrus ke indra penciumanku, membuat hasratku memuncak begitu saja.

"Kamu mau rasa Belgian Chocolate atau Cookies & Cream?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro