Bab 28: Sebuah Lagu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jungkook bilang, lagu yang ia nyanyikan saat perayaan anniversary Kafe de Jeon's beberapa hari yang lalu adalah lagu ciptaannya sendiri. Lagu yang mengisahkan seorang remaja yang mendapatkan cinta pertamnya. Lirik demi lirik kudengarkan melalui earphone di kedua telingaku. Dua menit yang lalu, Jungkook mengirimiku audio ini. Audio yang ternyata merupakan rekaman suara saat ia menyanyikan lagunya sendiri.

Dua pipi tembam bersemu merah,
Mata bulat besar menyiratkan ketertarikan,
Tatapan polos menenggelamkan hati dalam rasa penasaran,

Seorang gadis elok dengan senyumnya yang anggun telah menawan hatiku ....

I want to be your mine, and please be mine too ....

Lirik ini mengingatkanku pada pertemuan pertamaku dengan Jungkook. Kedua pipiku yang merah jambu menahan malu ketika dengan gentle-nya ia membawaku bangun dari jatuhku. Mataku yang terus menatap lekat ke arahnya, menyimpan banyak rasa ingin tahu. Ingin tahu namanya, ingin tahu di mana kelasnya, dan alasan kenapa ia membantuku waktu itu padahal ia bisa mengabaikanku kalau sedang terburu-buru.

Jeon Jungkook adalah cinta pertamaku. Aku mengakuinya. Dulu aku bermimpi bisa dekat dengannya, bisa menjadi miliknya. Tetapi, pepatah yang mengatakan bahwa "Cinta pertama selalu mengalami kegagalan" itu benar. Jungkook rasanya terlalu tinggi untuk kuraih. Gadis pendiam dan pemalu sepertiku mana pantas bersanding dengannya yang popular dan dikenal banyak orang. Bisa-bisa aku terlibat banyak masalah, banyak orang yang akan memusuhiku jika aku berhubungan dengan Jungkook. Membayangkannya saja sudah mengerikan.

"Sohyun?"

Aku langsung melepas earphone-ku ketika samar-samar kudengar suara Kak Jin memanggil dari arah dapur. Aku bergegas turun dan menghampirinya.

"Iya, Kak?"

"Kau sedang apa? Cepat bantu Kakak memasak, kau tidak lihat ini jam berapa hah?"

Ya ampun, gara-gara keasyikan dengerin suara Jungkook, aku sampai lupa jadwalku bantu-bantu Kak Jin masak.

"Maaf, Kak. Hampir saja aku lupa."

"Memangnya apa yang kau lakukan di kamarmu? Dari tadi betah sekali tidak keluar kamar. Padahal, Kakakmu nyaris mati kelelahan mengupas bawang."

"Berlebihan deh! Ih, Kak Jin. Gini doang juga!" Aku merebut bawang dan pisau dari tangannya. "Biar aku yang kerjakan."

"Nah, gitu dong. Peka." Kak Jin terkekeh dan melanjutkan acara memasaknya.

Di sela-sela aktivitas kami, Kak Jin tidak berhenti berbicara. Ia selalu aktif seperti ini. Setiap hari, setiap waktu, tak pernah ada yang namanya kehabisan topik jika Kak Jin sudah membuka mulut. Dari yang awalnya membicarakan "Mau makan apa?" malah jadi acara mengenang masa lalu atau membawa gosip-gosip murahan dari tetangga perumahan yang tidak sengaja terdengar oleh Kak Jin di jalan pulang.

"Eh, Sohyun. Masih ingat Bibi Heejin dan Paman Seokho?"

Aku menghentikan kegiatan memotong bawangku. Berusaha mengingat nama-nama yang disebutkan Kak Jin. Tapi sayang, ingatanku sangat terbatas kali ini. Aku tidak secerdas Kak Jisoo kalau soal menyimpan memori.

"Aduh, siapa Kak? Aku nggak ingat."

"Itu loh, tetangga waktu kita masih tinggal di rumah lama. Bibi yang sering mengajakmu pergi main ke rumahnya dan membuatkanmu kue beras. Kalau kau dari rumah Bibi itu, pasti tanganmu tidak pernah kosong."

"Oohhh!! Bibi kue beras? Aku ingat. Memang kue buatannya yang paling enak. Hm, aku masih bisa merasakannya. Tiba-tiba aku jadi rindu beliau."

"Iya, yang itu. Katanya, Mama bertemu dengan Bibi Heejin di Gangneung."

"Hah, kok bisa? Bukannya Bibi itu udah nggak tinggal di Seoul? Aku nggak tahu sih tepatnya pindah ke mana, tapi kok bisa ketemu sama Mama di Gangneung? Beliau menetap di sana?"

"Enggak sih. Kata Mama, memang beliau juga ikut suaminya mengurus bisnis. Dan Mama bilang, Bibi Heejin menanyakanmu. Anak laki-lakinya yang dulu nakal itu, pingin banget ketemu sama kamu."

"Dih, si anak comberan. Ngapain mau ketemu sama aku? Mau diajak main di selokan lagi hah? Ogah banget."

Aku menggoyangkan kedua bahuku, menunjukkan ekspresi paling jijik yang pernah ada. Aku masih ingat, waktu kecil, anak laki-laki dari Bibi itu selalu iri padaku. Ia bilang, aku selalu merebut perhatian mamanya. Wajar sih, Bibi Heejin ingin punya anak perempuan tapi nggak kesampaian. Makanya jadi sangat memperhatikanku bahkan sering banget berkunjung ke rumahku hanya untuk bermain denganku.

Sekarang, anak nakal itu seperti apa ya? Bahkan aku tidak ingat siapa namanya. Yang kutahu, dia anak comberan karena suka sekali bermain di tempat-tempat kotor. Seperti selokan, lumpur, kubangan air setelah hujan. Pokoknya tempat yang penuh kuman deh. Padahal sayang sekali, seingatku ia berkulit putih dan tampan. Tetapi ketampanannya sirna ketika ia masuk ke air comberan. Benar-benar deh. Aku berharap tidak akan pernah bertemu lagi dengannya. Sudah malas aku di-bully lagi. Ia selalu semena-mena terhadapku mentang-mentang tubuhku lebih kecil darinya.

"Oh iya, ngomong-ngomong soal Bibi Heejin, Mama nitip pesen. Katanya, pekan depan Mama sama Papa mau ke Seoul menghadiri ulang tahun pernikahan Bibi Heejin yang kedua belas tahun."

"Wah, serius Kak? Mama–Papa mau ke Seoul?"

Kak Jin mengangguk. Aku melepaskan pisauku dan bergerak merangkulnya seketika.

"Ahhh seneng banget! Akhirnya bisa ketemu Mama sama Papa langsung! Soalnya kita liburan nggak bisa ke Gangneung kan?"

"Iya, kamu seneng banget pasti. Eh iya, ini." Kak Jin melepas rangkulanku. Tangannya merogoh saku dan menemukan dompetnya. Kak Jin memberikan sebuah kartu yang tentu jika dibelanjakan akan mendapatkan barang apapun yang kuinginkan.

"Kamu pergi beli gaun sana sama Jisoo."

"Buat apa, Kak?"

"Kan tadi Kakak udah bilang. Mama sama Papa ke Seoul buat menghadiri perayaan ulang tahun pernikahan Bibi Heejin. Ngomong-ngomong, beliau menyewa gedung di lantai paling atas hotel bintang lima yang ada di Gangnam. Mewah nggak tuh! Kan malu kalo pakaiannya kayak gembel."

"Aish, kan aku masih ada gaun yang pernah aku pake waktu jadi bridesmaid di acara nikahan Kak Yoongi, sepupu kita."

"Sohyun, itu gaun udah zaman kapan? Sampe si Yoongi udah punya anak dua. Pasti udah nggak muat lah. Masa iya kamu ke acara pesta pake gaun bridesmaid? Apa kata orang nanti."

"Masih muat kali, Kak. Tubuh aku tuh langsing, lagian juga aku yakin, tamu-tamunya nggak ada yang kenal kita."

"Jangan ngomong gitu, kan kamu nggak tahu ada siapa aja yang bakal diundang. Udah deh, jangan ngebantah. Ini ATM Kakak kamu bawa buat beli gaun sama Jisoo."

"Terus Kakak gimana? Kakak nggak mau beli jas?"

"Kakak sih udah punya. Udah dapet dari hasil pemotretan. Designer-nya ngasih cuma-cuma. Gimana? Keren, kan?"

Mulai lagi deh narsisnya.

"Iya, iya. Keren, kok. Keren, haha."

"Bohong. Kamu ketawa palsu, berarti bohong."

"Udah tahu isi pikiranku apa, masih aja ditanyain. Salah sendiri!"

"Oh gitu ... ya udah, sini balikin ATM-nya," pinta Kak Jin. Tangannya sudah menengadah meminta kembali benda kotak dan pipih itu.

"Eits, nggak bisa. Barang yang udah dikasih nggak bisa dikembalikan dong, nggak baik!"

"Kalo kamu nggak bisa muji Kakak, ya balikin. Kakak nggak peduli."

"Nggak mau. Ngapain muji Kakak? Mending muji Yeontan, anjing tetangga yang suka gonggong kalo liat Kakak, haha."

"Sohyunn!!"

Aku kabur membawa ATM pemberian Kak Jin. Dan begitulah malamku. Kuhabiskan waktuku untuk bercanda tawa, memasak, dan menggosip dengan Kak Jin hingga akhirnya aku pergi berbelanja gaun ke mall bersama Kak Jisoo.

***
Tbc

Btw, itu nikahan Yoongi, dia nikahnya sama aku ya. Jadi, aku kakak sepupunya Sohyun juga🌚

😜

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro