Bab 36 - perselisihan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

“Di mana Aleta?” tanya Johan yang baru saja menghampiri Riki di bangkunya.

Tak lupa Donny dan Andi yang menguntit di belakangnya. “Mau apa lo?” tanya Riki yang hanay mendongak tanpa bergeming sedikitpun.

“Ada yang harus gue omongin. Gue harus laporan sama lo?” sinis Johan.

“Lo lupa? Lo akan jauhin Aleta?” Riki kini berdiri berhadapan dengan Johan.

“Bangsat,” geram Johan menarik kerah seragam Riki. Namun dengan cepat Donny dan Andi memisahkan mereka. Donny membawa Johan mundur menjauh dari Riki. Sedangkan Andi membawa Riki mundur tapi ditepis oleh Riki.

“Gue cuma nanya Aleta di mana! Apa susahnya lo jawab, ha? Lo udah berasa berhak atas Aleta?!” terik Johan.

“Dia nggak butuh lo dan nggak mau ketemu sama lo,” kata Riki lalu dia berjalan ke luar kelas.

Johan hendak mengejar tapi di tahan oleh Donny dan Andi serta Renata dan Pricille datang dari pintu. “Lo apa-apaan, sih, Han?” tanya Renata.

Johan tak menjawab. “Kalau jawabannya Aleta. Lebih baik lo lupain dia,” kata Renata.

Johan menoleh dan menatap tajam Renata. “Lo–” Perkataan Johan terpoting dengan ucapan Renata. “Rasa sayang lo sama Aleta akan memperburuk keadaan dan mempersulit posisi dia. Kalau lo bener sayang lo harusnya bisa berkorban,” ucap Renata dengan mantap.

“Renata. Nggak seharusnya lo ngomong gitu,” kata Donny.

“Lho kenapa? Gue bener,” bela Renata.

“Kenapa Ta? Lo mau nyembunyiin apa lagi dari gue setelah kasus Rani bully dia empat hari lalu? Lo tau, kan, Renata di mana?” tanya Johan.

“Gue nggak tau Aleta di mana. Tapi satu hal, kalau lo tau soal Aleta yang di bully Rani harusnya itu cukup buat alasan lo lupain Aleta. Mungkin aja Aleta udah nggak masuk selama empat hari karena itu.”

“Gue bisa selesaikan ini tapi bukan dengan cara lupain Aleta. Lo, Riki bahkan Aleta lun nggak ada hak untuk maksa gue lupain Aleta.” Usai mengatakan itu Johan ke luar dari kelas itu.

“Harusnya sebagai sahabat, lo dukung bukan ikut memperkeruh,” kata Andi lalu menyusul Johan.

Sedangkan Donny melirik Aleta sekilas lalu ikut pergi juga.

***

Johan duduk di kantin tanpa berniat memesan sepiring makanan atau segelas air minum pun.

Johan menatap meja kantin sambil mengepalkan tangannya. Selama empat hari dia tidak melihat Aleta dan yang lebih bodohnya adalah dirinya baru tahu tentang Rani yang membulliy-nya tadi pagi dari seorang adik kelas perempuan yang menjadi saksi mata.

Awalnya saat Aleta tidak masuk ke sekolah Johan tak ambil pusing. Dia menepati janjinya terhadap Aleta. Dia akan menjauhi Aleta tak akan mengikut campuri apapun tentang Aleta. Namun jika sudah seperti ini dia tidak akan bisa tak ambil pusing atau diam saja.

Bagaimana keadaan gadis itu sekarang? Apa benar kata Renata bahwa tidak masuknya Aleta selama empat hari ini ada hubungannya dengan pembulian tempo hari? Johan berjanji dalam hati dia tidak akan tinggal diam. Saat ini Rani boleh masih bersenang-senang atas perbuatannya tapi dia akan pastikan setelah ini dia akan mendapatkan hal yang setimpal. Jika di keluarkan dari sekolah tidak mungkin karena perempuan itu sudah kelas tingkat akhir maka Johan akan melakukan hak yang lainnya yang akan sama menyakitkan dari itu.

“Han, lo tenang aja, gue sama Andi akan bantu cari tahu di mana Aleta,” ujar Donny yang duduk di samping Johan.

“Gue takut terjadi sesuatu sama Aleta,” lirih Johan.

“Lagian, Riki kenapa, sih, pakek nggak mau kasih tau segala di mana Aleta,” kesal Andi.

“Makanya gue kalap. Tapi gue pastiin setelah ini, dia nggak akan berguna di hidup Aleta.” Johan mengatakannya dengan penuh amarah lewat sorot matanya.

“Han, lo benar kayanya ada yang Aleta sembunyiin dari lo. Gue yakin dia masih sepenuhnya sayang sama lo,” kata Andi yang mendapat persetujuan dari Donny.

Johan mengangguk sambil memikirkan apa alasan tersebut. Mengapa Aleta melakukan ini kepadanya? Aleta tidak akan melakukan ini hanya karena ancaman Rani. Dia bukan gadis yang lemah. Pasti ada hal yang jauh lebih besar dari ini.

Johan mrutuki dirinya lalu mengambil ponselnya. Mengapa dia tidak menghubungi Oma Arna saja.

Bunyi telpon terhubung terdengar saat Johan menekan tombol panggil ke nomor Oma Arna. Namun setelah menunggu jawaban operator lah yang terdengar. Oma Arna tidak menjawab panggilannya.

“Oma Arna juga nggak bisa di hubungin. Kenapa semuanya terkesan menutupi?” Johan bermonolog.

Pikiran Johan mulai gusar. Apa sebenarnya yang tidak ia ketahui?

Johan menghubungi Mamanya lalu meminta Mamanya menghubungi Oma Arna siapa tahu dia ingin memberi tahu. Namun setelah menghubungi Mamanya langsung mendapatkan jawaban dari wanita setengah paruh baya itu bahwa teleponnya juga tidak di angkat.

Johan hampir frustrasi memikirkan ini. Sampai Donny berujar, “gue tau gimana cara kita tau di mana Aleta.”

“Gimana?” tanya Johan dan Andi serentak.

Lalu Donny menjelaskan rencananya dan tentu saja mendapat anggukan dari Johan dan Andi.

***

Aleta sudah sadar pagi tadi. Oma Arna saat ini tengah memberikan bubur untuk mengisi perut Aleta.

Arna juga mengatakan bahwa Riki selalu kemari setiap harinya. Dia juga tahu tentang kondisi Aleta. “Dia tau dari mana, ya, Oma?” tanya Aleta.

Arna menggeleng. “Oma belum sempat nanya. Kamu nggak usah mikirin itu dulu. Sekarang kamu harus mikirin kondisi kamu, ya, kalau keadaan kamu udah stabil nanti bisa langsung kemoterapi,” kata Arna.

Aleta menghela napas berat. “Apa itu jalan satu-satunya?”

“Al, kamu mau sembuh, kan?” tanya Arna lembut.

“Oma jangan selalu menghibur Aleta dengan kebohongan. Penyakit Aleta nggak akan mungkin sembuh. Semua itu hanya memperhambat dan menyiksa,” kata Aleta pasrah.

“Al, plis,” bujuk Arna.

Aleta mengangguk dan tersenyum sekilas. Dia bersedia untuk kemoterapi. Dia tak ingin menambah beban pikiran Omanya. Setidaknya hanya ini yang dapat ia lakuakan saat ini. Menghambat waktu kematiannya untuk mencari tahu penyebab Omanya masuk ke rumah sakit dan ... orang misterius yang selalu mengiriminya pesan.

Aleta mengembuskan napas berat sambil menangkup wajah Omanya dengan lembut. “Oma Aleta akan baik-baik aja sebelum dan setelah kemo jadi, Oma jangan terlalu khawatirkan Aleta, ya? Oma lupa Aleta anak yang kuat?” kata Aleta sambil terkekeh.

Arna mengerutkan bibirnya dan tersenyum lalu memeluk Aleta.

Terdengar ketukan pintu mereka melepaskan pelukan satu sama lain samapi ternyata Riki yang ada di balik pintu masuk.

Riki tersenyum, menyalami Oma lalu menghampiri Aleta di brankar. “Hai, Al, gimana udah mendingan?” tanyanya.

Aleta tersenyum. “Gue oke, kok.”

Kemudian terdengar ketukan pintu dua kali dan pintu terbuka menampilkan Johan yang berdiri di ambang pintu dengan bahu yang naik turun. Matanya memandang lurus ke arah Aleta tepat saat Aleta ikut memandangnya.

....

Salam sayang
NunikFitaloka

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro