Regret

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hujan deras mengguyur kota Seoul malam itu, seolah merasakan kekacauan hati seorang Mark tuan. Pria kelahiran Amerika itupun nampak duduk ditepi ranjangnya seorang diri, sambil meremat kedua tangannya. Sepulangnya dari kediaman Trelos, Mark memang langsung mengurung diri di dalam kamar. Ia perlu merenung, untuk semua yang terjadi padanya hari ini.

"hyung...selamat tinggal" satu kalimat terakhir dari Minggyu kembali berputar dalam ingatannya.

Pelan Mark mencoba menarik nafas dalam2 mengisi rongga dada yang terasa sesak. Entah sudah berapa kali pria itu melakukan hal serupa, namun perasaannya masih juga merasa tak nyaman.

Tok...tok...tok

Suara ketukan pintu terdengar, membuat Mark sedikit terperanjat. Pelan pria itu melangkah ke pintu masuk, guna membukakan pintu untuk orang yang mengetuk.

"Jaerin?" ujarnya saat pintu kamar tersebut sudah terbuka

Ice mage itu tersenyum tipis sambil memandang lekat pada sosok Mark.

"boleh aku masuk?" tanya Jaerin kemudian

"ne, silahkan" Mark sedikit menggeser tubuhnya, guna memberi jalan untuk Jaerin memasuki kamarnya.

Jaerinpun segera melangkah memasuki kamar Mark, lantas duduk di tepi ranjang milik pria tersebut. Mark ikut mendudukan diri di sisi Jaerin, namun masih tetap memberi jarak dengan gadis tersebut.

"terimakasih" cicit Jaerin tak lama setelah Mark mendudukan tubuhnya

Mark menoleh dengan dahi yang dihiasi kerut2 halus. Shadow mancer itu bingung kenapa Jaerin berterimakasih padanya.

"kau sudah menolongku, aku berterimakasih untuk itu" paham pria di sisinya itu kebingungan, Jaerin pun coba menjelaskan maksud kata2nya.

"ah" Mark mengangguk sambil tersenyum samar "jangan sungkan" sambungnya kemudian.

Bisa Jaerin rasakan nada sedih saat Mark mengucapkan kalimat tersebut, hal itu pun membuat Jaerin sedikit merasa bersalah.

"maafkan aku" tukasnya lagi

"sekarang kau meminta maaf untuk apa?" tanya Mark

Jaerin mengigit bibir bagian bawahnya pelan sebelum berujar "aku minta maaf karena menjadi penyebab semua ini"

Sesaat Mark diam, pria itu cukup paham maksud ucapan Jaerin barusan.

"kau tak salah, jadi jangan meminta maaf" larang Mark

"tidak Mark, aku salah. kalau bukan karena aku...kau tak mungkin membunuh..."

Kata2 Jaerin terhenti saat ia merasakan tangan Mark meremat jemarinya pelan. Jaerinpun menatap Mark yang juga tengah memandanginya dengan tatapan sendu.

"hentikan...jangan salahkan dirimu lagi" larang pria itu kemudian.

"tapi..."

"apa yang aku lakukan memang hal yang seharusnya aku lakukan, jadi...jangan pernah merasa bersalah tentang itu" potong Mark cepat

Mata Jaerin menatap lamat kedua mata Mark dan mendapati kesedihan juga rasa bersalah disana.

"apa yang bisa kulakukan?" tanya Jaerin

Kembali Mark merasa bingung dengan maksud kata2 Jaerin.

"untuk membuat perasaanmu membaik, apa yang harus kulakukan?" jelas Jaerin

"aku tak bisa melakukan banyak hal, tapi kuharap...aku tetap bisa membuat perasaanmu membaik"

"tak usah melakukan apapun, kau sudah selamat itu sudah lebih dari cukup untukku" tukas Mark sambil mengukir senyum di wajahnya

Coba menyelami perasaan Mark, Jaerinpun memberanikan menatap lekat kedua iris gelap milik Mark. Lama gadis itu menatap manik kembar, membuat sang pemilik sedikit kebingungan.

"kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya Mark

"aku melihatmu karena kau tampan" balas Jaerin seadanya.

Dia tak bermaksud menggombali Mark, sungguh. Jaerin hanya mencoba membuat perasaan bersalah yang menguasai Mark teralihkan oleh kata2nya.

"kenapa baru sadar sekarang" Mark berujar sambil terkekeh pelan.

Lega menaungi hati Jaerin kini, setidaknya gadis itu berhasil membuat seorang Mark kembali tertawa.

"kau cukup menyebalkan...karena itu aku baru menyadari itu sekarang" tak ingin mood Mark kembali buruk, Jaerin masih coba melontarkan candaannya.

"begitu ya?"

"hmm"

"memangnya apa yang membuatku terlihat menyebalkan?" Mark memiringkan tubuhnya, agar bisa menatap Jaerin lurus.

Jaerin diam sesaat sambil mengusap dagunya dengan ibu jari.

"sikapmu" jawab Jaerin

"sikapku?" ulang Mark yang disambut anggukan oleh Jaerin.

"memangnya apa yang salah dengan sikapku?" Mark kembali bertanya

"kau itu terlalu percaya diri Mark oppa dan hal itu cukup menyebalkan menurutku" jelas Jaerin.

Mark mengangguk2 pelan, pria itu nampak senang dengan keterus terangan Jaerin.

"apa penawaranmu masih berlaku?" tanya Mark tiba2.

"penawaran?"

"tadi kau bilang bersedia melakukan sesuatu agar...perasaanku membaik" jelas Jaerin.

"ne...kurasa penawaran itu masih berlaku" jawab Jaerin sambil mengangguk

Senyum Mark mengembang mendengar itu, bersama netranya yang mengunci kedua manik indah milik Jaerin.

"kalau begitu bisa aku sedikit lancang, karena...sepertinya aku tak bisa menahan diriku lagi" tukas Mark membuat alis Jaerin saling bertaut.

Jaerin baru akan bertanya maksud ucapan Mark padanya, saat gadis itu merasakan sebuah benda kenyal menyentuh bibirnya. Hal itupun membuat Jaerin sempat terkesiap beberapa saat, namun beberapa detik kemudian matanya justru terpejam.

Dada Jaerin bergemuruh, ketika merasakan lumatan2 kecil yang Mark berikan di bibir cherynya. Bahkan Shadow mancer tersebut sudah mengikis jarak tubuh mereka dengan melingkarkan tangan kekarnya di pinggang dan leher Jaerin.

Entah ia sadari atau tidak, Jaerin kini pun ikut mengalungkan tanganya di leher Mark. Gadis itu bahkan mulai membalas ciuman panas Mark yang dirasakan cukup memabukan.

"Mmmpht..." Jaerin melenguh pelan disela ciuman mereka saat gadis itu merasa kehabisan oksigen.

Dengan berat hati, Mark pun melepas tautan mereka sambil menatap Jaerin yang mencoba meraup udara dengan rakusnya. Senyum bahkan terukir di wajah pria Tuan itu, melihat bibir Jaerin yang semakin memerah karena ulahnya.

'apa yang kau lihat?" tanya Jaerin setelah berhasil mengontrol deru nafas juga detak jantungnya

"bibirmu" jawab Mark ringan tanpa mencoba berbohong

Wajah Jaerin memanas mendengar itu, dia pun buru2 memalingkan wajahnya untuk menetralkan rasa gugup di hatiny.

Sesaat ruangan itupun terasa hening karena keduanya memilih diam tanpa mengatakan apapun.

"kenapa?" suara Mark memecah senyap yang mereka bangun

Perlahan Jaerin kembali mengarahkan tatapannya pada Mark dengan raut heran yang tergambar jelas di wajahnya.

"kenapa kau tak marah dan menolak saat aku menciummu?" tanya Mark menjelaskan maksud ucapannya.

Jaerin diam sebentar mendengar pertanyaan yang Mark ajukan untuknya. gadis itu juga bingung kenapa dia tak menolak, bahkan tadi Jaerin juga ikut membalas ciuman yang Mark berikan padanya.

"aku..aku melakukannya karena kupikir itu bisa membuatmu merasa membaik" jawab Jaerin asal

Bisa Jaerin lihat Mark yang menahan tawanya mendengar jawaban yang baru saja dia lontarkan dan hal tersebut membuat wajahnya kembali menjadi merah.

"hanya itu?" balas Mark

"uhmm...aku belum pernah berpacaran sebelumnya dan kurasa...ciumanmu terasa ma...nis" entah kerasukan setan apa, Jaerin justru melontarkan jawaban diluar akal sehatnya

Kali ini Mark gagal menahan diri untuk tertawa, pria itu bahkan sudah terpingkal karena mendengar jawaban dari Jaerin.

"ya! jangan tertawa" Jaerin meraih bantal yang ada di dekatnya dan memukul wajah Mark

"jawabanmu begitu lucu...jadi bagaimana aku tak tertawa" balas Mark

"ish" Jaerin kembali memukul wajah Mark keras membuat pria itu mengaduh.

GREB

Pukulan dari Jaerin berhasil Mark hentikan dengan menahan kedua tangan gadis itu. Mark pun menatap lamat iris Jaerin membuat sang pemilik kembali dilanda gugup.

"aku ingin egois, apa boleh?" tanya Mark

"egois? egois untuk apa?" Jaerin balas bertanya.

Tangan Mark menarik bantal yang ada di tangan Jaerin, lantas mengenggam jemari gadis tersebut dalam genggamannya.

"aku ingin memilikimu Ahn Jaerin. Aku...ingin kau jadi milikku" jawab Mark membuat Jaerin membatu.

"bisa biarkan aku memilikimu disisa usiaku Ahn Jaerin, karena...setelah peperangan ini...aku akan menghilang selamanya dari hadapanmu"

Dada Jaerin seketika sesak, seperti ada sesuatu yang besar menghimpit paru2 miliknya. ucapan Mark seperti salam perpisahan untuknya dan Jaerin sama sekali tak menyukai itu.

"kenapa kau berujar seolah2 kau akan mati?" Jaerin coba menekan perasaannya yang kacau dengan berujar sedikit ketus.

"aku memang akan mati Ahn Jaerin, cepat atau lambat"

"sebagian jiwaku ada pada Trelos dan saat dia lenyap...itu berarti aku juga akan lenyap bersamanya" tambah Mark membuat Jaerin merasakan nyeri di dadanya.

Mark menatap Jaerin yang membisu. Bisa pria itu lihat cairan bening yang nyaris tumpah menghiasi kedua mata Jaerin.

"bolehkah Jaerin? Bolehkah aku memilikimu?" tanya Mark penuh harap.

Jaerin ingin mengatakan tidak, tapi entah kenapa tubuhnya justru memeluk Mark dengan erat. Sepertinya pikiran dan tubuh Jaerin sedang tak ingin bekerja sama saat ini. Respon tubuhnya seperti menghkianati kewarasan Jaerin.

"apa ini artinya kau mengizinkanku memilikmu Ahn Jaerin?" tanya Mark sambil mengusap surai panjang Jaerin

Anggukan dari Jaerin, Mark rasakan di pundaknya bersama tangan gadis itu yang semakin mengeratkan pelukan di tubuh Mark.

"gomawo" ujar Mark lantas membalas pelukan Jaerin tak kalah erat.

Tangan besarnya bahkan sudah mengusap lembut surai Jaerin sembari mengecup puncak kepala gadis kesayangan-nya tersebut.

*

"apa Jaerin berhasil membuat perasaan Mark membaik?" tanya Yan an sambil menatap pintu kamar milik Mark.

"molla, aku juga tak tahu" balas Minsun ikut melayangkan tatapan searah dengan Yan an

Ya, kedua penyihir itu tahu kalau Jaerin menemui Mark. Bahkan mereka berdualah yang tadi meminta gadis bermarga Ahn itu untuk menemui Mark di dalam kamarnya.

Minsun dan Yan an tidak bermaksud buruk dengan hal itu, keduanya hanya ingin kesedihan Mark berkurang. Dan karena Yan an tahu kalau Mark menyukai Jaerin, pria China itu mengajak Minsun untuk membujuk Jaerin mengikuti rencananya.

"Ahra...menurutmu Jaerin berhasil tidak?" pandangan Minsun mengarah pada Ahra yang sejak tadi hanya diam.

"entahlah...kalau kau mau tahu, kenapa tidak masuk kesana dan bertanya" balas Ahra

"aku tak mau menganggu mereka" ujar Minsun sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.

"kalau begitu diam dan tunggu saja"

Minsun mengangguk mendengar ucapan Ahra, kemudian matanya beralih pada Sooran yang juga hanya diam sambil memainkan ponselnya. Suasana jadi hening kini, karena tak ada satupun dari mereka yang buka suara. Minsun yang tak suka dengan suasana kaku tersebut pun menyenggol bahu Yan an yang memang duduk disisinya.

"ada apa?" tanya Yan an sambil menatap Minsun.

"mau ramyeon tidak?" tawar Minsun

"mau" Yan an mengangguk antusias

Melihat itu Minsun segera bangkit dari duduknya.

"kalau begitu ayo masak ramyeon, aku juga ingin makan itu" ajak Minsun

"baiklah" Yan an ikut bangkit dari duduknya.

Pria China itu pun menatap kearah Ahra sesaat lalu memandang Sooran.

"kalian tak mau ramyeon?" tanya Yan an pada kedua gadis itu

Ahra hanya menggeleng pelan menjawab itu, begitu juga dengan Sooran.

"ya sudah...kalau begitu kita saja. ayo Minsun" ujar Yan an lantas menarik Minsun untuk beranjak kedapur.

Sepeninggalan Minsun danYan an, ruangan itu semakin terasa hening. Tak ada tanda2 Sooran akan mengajak Ahra berbincang begitu juga sebaliknya.

"tidak mau mengatakan sesuatu padaku onnie?" suara Sooran memecah senyap diantara mereka

"ne?"

Sooran meletakkan ponsel yang sejak tadi dimainkannya ke atas meja, lantas menatap lurus kearah Ahra.

"tak ada yang mau kau katakan padaku? seperti....permintaan maaf mungkin?" jelas Sooran kemudian

"apa...aku pantas mengatakan itu padamu?" balas Ahra tanpa berani menatap Sooran

"kurasa aku tak pantas mengatakan itu, mengingat...akulah yang menyebabkan kematian Minju" tambah Ahra kemudian.

Mendengar itu Sooran terdiam, masih dengan tatapan yang terfokus pada Ahra.

"apa karena itu kau tak menemuiku selama ini?" tanya Sooran

Ahra kembali mengadahkan kepalanya untuk menatap Sooran, dan iris gadis Yoo tersebut bisa melihat raut wajah Sooran yang melunak kini.

"aku menunggumu datang meminta maaf dan mengajakku kembali. Tapi kenyataannya, kau tak menampakan batang hidungmu padaku" tukasnya lagi.

'kau...tak mau aku kembali bergabung dalam kelompok ini ya eon?"

"tidak...tidak seperti itu" Ahra menyanggah perkataan Sooran dengan cepat.

Ia tak ingin Sooran merasa tak diharapkan di kelompoknya, karena itu buru2 membantah apa yang gadis Lee itu ucapkan.

"kalau memang tidak seperti itu..kenapa kau tak menemuiku dan membujukku untuk kembali bergabung?" tanya Sooran lebih tedengar seperti seseorang yang tengah merajuk.

Ahra diam sesaat sambil mengarahkan tatapannya pada Sooran yang menunggu jawaban darinya.

"onnie tak ingin membuatmu semakin sakit Sooran-a" jawab Ahra kemudian

"maksud onnie?"

"kau..pasti terluka setelah Minju meninggal, karena itu aku berpikir...akan lebih baik kau menjauh dari apa yang membuatmu terluka. Onnie tak ingin kau berada di situasi dimana kau akan selalu melihat lukamu, karena hal itu...akan membuatmu terus merasakan sakit" jelas Ahra

Sooran tercekat mendengar penuturan dari Ahra, gadis itu tak tahu kalau pimpinan dryad tersebut memikirkannya cukup banyak.

"kalau memang kau tak mau aku bergabung? Lantas bagaimana kelompok ini bisa melawan kelompok Trelos?" tanya Sooran kemudian

"aku selalu berlatih hampir setiap hari. Aku berharap...kekuatanku akan bertambah sehingga aku bisa menggantikan posisimu dan Minju. Onnie bertekad mengalahkan Trelos dengan tangan onnie dan baru akan meminta maaf padamu setelahnya" jawab Ahra

Lagi Sooran merasa tercekat, bahkan kali ini ada haru yang menyeruak di dalam hati Air mage tersebut.

"kau unik eon" Sooran berujar sambil terkekeh

"ne?"

"cara berpikirmu...benar2 berbeda dari orang2 pada umumnya" tukas Sooran menambah kebingungan Ahra.

"tapi terimakasih...karena sudah memikirkanku dengan baik. Setidaknya sekarang aku tahu, pengorbanan Minju....tidaklah sia2" Sooran berujar sambil tersenyum tipis.

"dia menyelamatkan orang yang tepat dan aku bangga padanya" lanjut Sooran lagi.

Ahra masih setia dalam bungkamnya, guna memikirkan ucapan yang baru saja Sooran lontarkan.

"bisa onnie bertanya satu hal padamu?" tukas Ahra kemudian

"onnie mau tanya apa?" balas Sooran

"kau...apa akan beragabung lagi di kelompok ini...atau hanya untuk hari ini saja?"

"eon inginnya bagaimana?" bukan menjawab Sooran justru balas bertanya

"lakukan saja yang membuatmu nyaman"

Kata2 Ahra membuat sebuah senyum terukir di wajah Sooran.

"kalau aku ingin bergabung, apa itu masalah?"

"tentu saja tidak...kelompok ini membutuhkanmu, jadi...kalau kau bergabung kembali kami akan sangat senang" jawab Ahra cepat

"tapi..." Ahra menjeda ucapannya sesaat "kalau hal itu memberatkanmu, maka sebaiknya kau tak melakukannya. Karena...onnie tak mau kau menderita" lanjutnya kemudian

Sooran menggeleng pelan masih dengan senyum yang merekah di wajahnya.

"tidak...aku sudah tak apa2?" tukasnya

"lagipula...aku harus ambil andil dalam memusnakan Trelos, setidaknya...aku harus melakukan itu untuk Minju" tambah Sooran lagi

Ahra ikut tersenyum karena ucapan Sooran, hati gadis itu mendadak lega mendengar keputusan yang Sooran buat.

"jadi...kau akan kembali?" tanya Ahra memastikan

"hmm" jawab Sooran

"gomawo Sooran, juga mianhae...untuk semuanya"

"tidak onnie, jangan ucapkan maaf lagi. Aku sudah tak menyalahkanmu, terlebih...karena kau sudah menyelamatkan nyawa temanku" tukas Sooran membuat Ahra kaget

"aku melihatnya" Sooran yang paham dengan keterkejutan Ahra, buru2 berujar

"saat kau menolong Yeeun dari serangan Blood, aku ada disana bersama Wonho oppa" jelasnya kemudian

Mulut Ahra terbuka lebar, gadis itu tak percaya kalau Sooran melihat pertempuran antara dirinya dan Blood.

"kau melihatnya tapi tak membantuku?" protes Ahra kemudian

"aku menolong Yeeun jadi tak bisa membantumu" jawab Sooran

"lagipula saat itu aku masih sedikit kesal padamu, jadi wajar jika aku tak berniat membantumu bukan?" Sooran mengurai alasannya

Ahra berdecih pelan, sebelum akhirnya tawanya berderai. Sooran yang melihat hal tersebut ikut tertawa membuat suasana di ruangan itu berubah hangat.

"mereka sudah berbaikan" Minsun yang mengintip dari dapur berujar pada Yan an yang ada di sisinya

"iya, aku melihatnya" balas Yan an

Minsun tersenyum cerah melihat itu, membuat Yan an ikut melakukan hal yang sama.

"Minsun" panggil Yan an

Tanpa menyahut Minsun menoleh, tapi betapa terkejutnya gadis itu saat Yan an yang tiba2 mencium pipinya.

"apa yang kau lakukan?" menahan pekikannya Minsun bertanya

"menciummu" jawab Yan an tanpa rasa bersalah.

"aku tahu kau menciumku, bahkan orang bodoh juga tahu itu" sungut Minsun

"kalau tahu kenapa bertanya?"

Minsun seketika merasa frustasi, gadis itu bahkan sudah memijat tekuknya karena kesal dengan sikap Yan an.

"kenapa kau tiba2 menciumku? Itu maksudku bodoh" jelas Minsun meluapkan kesalnya

Bukan marah dengan cacian yang baru saja Minsun lontarkan, sosok Yan an justru tersenyum lebar pada Minsun.

"kau manis, karena itu aku menciummu" balasnya mudah

Tangan Minsun memukul keningnya sendiri, sedikit menyesal kenapa tadi dia menawarkan untuk membuat ramyeon bersama pria China tersebut.

*

Di sebuah ruang besar sosok Trelos nampak memandang lurus sebuah peti kaca yang ada di hadapannya. Tangannya mengusap permukaan kaca tersebut, seolah tak ingin benda rapuh itu rusak oleh tangannya.

"aku sudah melihat mereka...keduanya" Trelos berujar pada sesosok tubuh kaku yang ada di dalam benda kaca tersebut.

"wanita yang kau cintai...juga kakaknya" tambah Trelos lagi

"kenapa diam? tak ingin mengatakan sesuatu?"

Tentu saja tak ada jawaban, sebab sosok yang Trelos ajak bicara adalah sosok yang sudah tak bernyawa.

"Hyunsik-a" panggil Trelos yang tak lain adalah Seulong

"hyung...membutuhkanmu saat ini" Seulong berujar dengan wajah sedih yang dibuat2.

"bisakah kau membantu hyung?" seringai Seulong terukir, bersama tatapan matanya yang menatap lurus sosok kaku Hyunsik

Sesaat Seulong menikmati bungkamnya, hingga ketukan pintu sedikit mengusik dirinya.

"masuk" tukas Seulong tanpa mau bersusah payah menoleh kearah pintu masuk.

Terdengar suara pintu terbuka bersama langkah kaki yang mendekat pada Seulong.

"anda memanggilku ketua?" itu Wooseok yang berbicara.

"hmmm" gumam Seulong tanpa mengalihkan atensinya dari tubuh Hyunsik.

"kau lihat tubuh adikku?" Seulong berujar sambil menunjuk sosok Hyunsik

"ne"

Wooeok menjawab sambil ikut menatap kearah peti kaca di depannya. Sosok itu kian sempurna kini, sangat berbeda ketika saat pertama kali Wooseok melihatnya.

"tubuhnya kian sempurna sekarang" tukas Seulong dengan nada bangga

"kau tahu itu karena siapa?" memutar tubuhnya menghadap Wooseok, Seulong melontarkan kalimat tanya tersebut.

Kepala Wooseok menggeleng, bertanda kalau dia tidak tahu.

"itu berkatmu Nightmare, tubuh adikku semakin sempurna....karena kekuatan hitam yang kau kumpulkan" jelas Seulong

"benarkah?" tanya Wooseok sedikit tak percaya

Seulong mengangguk menjawab ucapan Wooseok, sambil berjalan pelan kearah pria tinggi tersebut.

"kau tahu sendiri bukan, awalnya peti kaca itu hanya berisi abu hitam saja" tukas Seulong

"ne, aku tahu"

"tapi...berkat kekuatan hitam yang kau kumpulkan, sedikit demi sedikit tubuh adikku kian sempurna seperti yang kau lihat saat ini" jelas Seulong

"tapi...bukankah sihir hitam itu anda kirim ke negara Magissa ketua?" tanya Wooseok bingung

"memang...tapi aku selalu memberikan sebagian juga pada adikku" jelas Seulong

Wooseok mengangguk pelan mendengar apa yang Seulong ucapkan, pria Jung itu sekarang mengerti kenapa sosok di peti kaca tersebut semakin terlihat sempurna kini.

"dan kurasa...saat ini, adikku sudah bisa kubangkitkan lagi dengan sentuhan akhir" pukas Seulong

"sen...tuhan akhir?" Woosoek mengulang kalimat itu dengan sedikit terbata.

"ne"

Perasaan Wooseok pun berubah tak baik kini, terlebih saat melihat pandangan Seulong yang ia rasakan berbeda.

"aku memerlukan jiwa salah satu diantara kau dan Shadow" tanpa mau perduli ekspresi Wooseok, Seulong berujar terus terang pada Wooseok

Mata Wooseok membulat mendengar itu, dia benar2 tak menyangka kalau Seulong akan mengatakan perkataan mengerikan seperti itu kepadanya.

"kau bisa memilih...mau mengorbankan hyungmu...atau justru mengorbankan jiwamu sendiri" tambah Seulong lagi.

Wooseok hanya bisa diam mendengar ucapan Seulong tersebut, tiba2 rasa bimbang datang begitu saja merasuki hatinya.

"kau tak perlu menjawab sekarang juga Nightmare, kau bisa memikirkannya lebih dulu" tangan Seulong meremat bahu Wooseok pelan.

"aku beri kau waktu sampai besok untuk berpikir. jadi...kau bisa putuskan akan mengorbankan dirimu atau hyungmu"

Tangan Wooseok pun mengepal keras, bahkan kuku tangan pria itu nampak memutih.

"dan ingat satu hal, janga coba2 untuk kabur..karena kupastikan kau takkan bisa melakukannnya" ancam Seulong kemudian

"sudah...kau boleh pergi" usir Seulong setelah mengutarakan semua yang ingin ia sampaikan.

Dengan langkah lemah Woosek meninggalkan ruangan Seulong. Siswa SMU itu pun kini beranjak menuju satu kamar, tempat Taekwon berada. Disana...sang kakak masih terbaring lemah. Taekwon benar2 terlihat tak baik dan itu membuat hati Wooseok semakin sakit.

"hyung" Wooseok mengenggam tangan Taekwon erat.

"aku harus apa?" rengeknya sambil membenamkan wajahnya di sisi ranjang tempat Taekwon terbaring.

TBC­_

Soory telat upnya, baru selesai ngebabu...😅
Gak sempet di chek ulang, jadi kalo ada typo atau salah2 nama....mohon maaf

Udah itu aja, makasih votmentnya
Sampai ketemu di part selanjutnya
Anyeong readernim
🔥pyong💦

Langsa, 20 Oktober 2018
19:23
Otak kedua: Hae_Baragi

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro