Witchzerland

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Felix sedang berada di supermarket memilih beberapa jenis bumbu dapur, sambil membaca beberapa catatan yang bundanya berikan. “Ini 100 gram atau 150 gram, ya?” gumamnya seraya meneliti sisi bungkusan garam dapur. Matanya menjelajah seisi rak untuk mencari daging ayam seperti list yang bundanya berikan. “Ini ayam fililet atau ayam utuh begini? Dua-duanya aja deh, pusing aku.”

Setelah merasa lengkap dengan titipan bundanya, Felix melakukan pembayaran. Semuanya berjalan lancar sampai ketika ia sedang berada di trotoar menuju jalan pulang, ada seseorang yang muncul tiba-tiba di depannya. Felix refleks melempar kresek belanjaannya. Seseorang yang muncul tiba-tiba memegang tangan Felix. Besar tubuh orang itu hampir sama dengan Felix, dan pemuda itu menebak jika umur mereka pun tak jauh beda. Namun, penampilan orang itu seperti seorang penyihir yang lengkap dengan tongkat ajaibnya. “Siapa kau?”

Selanjutnya, Felix merasakan pusing menjalari kepalanya. Dengan sekejap mata, ia dan pemuda itu sudah tiba di depan rumah sederhana Felix. “Bagaimana aku bisa tiba-tiba di rumah? Apa yang terjadi? Siapa kau?” tanya Felix bak orang linglung. “Tugasku hanya mengantarmu,” jawab orang tadi.

Sarah, Bunda Felix dari arah dapur berlari mendatangi anaknya dan pemuda asing itu.

“Belanjaan Anda sudah saya letakkan di dapur,” ujar pemuda itu. Bunda Felix terperangah. "A-apakah kau utusan dari HighSchool WGAVerse?" Sarah menebak.

"Kurang lebih," kata pemuda itu, "saya Yofan. Dan Felix akan pergi bersama saya menuju camp pelatihan HighSchool WGAVerse,” ucap Yofan sopan. Sarah langsung menatap Felix sedih, sementara Felix masih kebingungan.

"Camp? Pelatihan? HighSchool WGAVerse? Apa-apaan semua itu?" tanya Felix. Namun, Sarah hanya tersenyum dan kembali ke dalam guna mengambil ransel perlengkapan Felix yang sudah lama ia siapkan, lalu memberikannya kepada Felix. Felix menerimanya dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Sebuah kehormatan Felix bisa mengikuti pelatihan di sana. Bawalah dia! semoga dia menjadi penyihir hebat di sana, sekalipun aku benar-benar tidak rela!" Sarah berseru kepada Yofan. Pada kalimat terakhir, suara Bunda Felix bergetar, seakan Felix tidak akan kembali lagi.

“Bunda! aku suka hidup normalku. Aku tidak percaya sihir, jadi buat apa aku dibawa ke sana?" Felix turut bersedih memandang bundanya yang menitikan air mata.

Belum sempat merangkul bundanya, Yofan kembali menggandeng Felix, dengan sekejap mata mereka sudah berada di depan rumah bercat abu-abu.

Yofan mengetuk pintu hati-hati. Lantas keluar seorang wanita paruh baya, “Kalian siapa?” ujarnya. “Saya Yofan, akan menjemput Levi menuju camp pelatihan HighSchool WGAVerse,” jelas Yofan.

Wanita itu mengerti jelas maksud kalimat yang diucapkan Yofan. Ia lantas memanggil anak semata wayangnya, Levi.

Maria–Mama Levi mengetuk pelan kamar anaknya, lalu ia memeluk erat anaknya tersebut. “Ini waktunya,” ujarnya.

Levi memang tidak seterkejut Felix, karena mamanya telah bercerita mengenai hal ini.

“Mama sayang Levi,” ujar Maria.

“Levi lebih sayang Mama,” balasnya. Mereka segera keluar dan mengambil ransel yang sudah beberapa Minggu belakangan ini Levi siapkan.

Setelahnya Yofan menggandeng tangan kedua teman seperjuangannya guna melakukan teleportasi, mereka pun sampai di sebuah wilayah besar yang terbuka, dengan bangunan-bangunan tinggi di tengahnya. Tembok kastilnya terlihat kokoh dengan area pertahanan di atas gerbang, persis seperti bangunan-bangunan kerajaan pada masa Roma, Italia saat masa lampau.

Berdiri tegak di pinggir tebing, seakan terlihat seperti kastil itu menyatu dengan tebing, hingga bangunan gaib tersebut berbentuk persis seperti tebing yang diukir menjadi sebuah patung kastil imajinasi. Di samping kiri dan kanan kastil terdapat air terjun yang besar dengan sungai yang memanjang nan besar. Aliran sungai itu bermuara ke danau berwarna biru segar.

Secara magis, wilayah terbuka yang Felix, Yofan, dan Levi pijak kini telah dipenuhi oleh para pemuda lain. Mereka semua berusia muda; tak sampai 19 tahun dan tak kurang dari 15 tahun. Di tengah-tengah mereka, hadirlah wanita berpawakan besar dengan wanita lain di sampingnya. Mereka tampak anggun dengan topi sihir hitam arang mereka.

Perempuan besar pertama adalah Winloana, Kepala Sekolah HighSchool WGAVerse, sedangkan yang satunya bernama Azzjah, guru khusus remaja yang akan memandu mereka selama mengikuti pelatihan di sekolah ini.

"Menurut ramalan, peperangan ini akan menjadi perang terbesar di abad 21 ini. Kita tidak bisa ambil risiko dengan mengeluarkan seluruh penyihir terbaik di kerajaan kita. Sebab itu kami memanggil kalian, para remaja dengan bara semangat menggebu-gebu untuk ditempa di sekolah ini sampai peperangan dimulai." Sang Kepala Sekolah berpidato dengan suara tegasnya.

Dengan molek, Penyihir Azzjah melanjutkan pidato sang Kepala Sekolah. "Siapa pun yang terpilih mengikuti pelatihan ini harus mempertahankan kepercayaan mereka akan sihir hingga peperangan berakhir. Sampai ada yang tak mengimani sihir, maka celakalah kita!"

Felix meneguk ludah. Ia sekadar remaja bisa yang selalu menghindari segala bentuk sihir. Ayahnya meninggal karena kutukan, dan itu sudah cukup untuk membuatnya tak mempercayai sihir. Felix menoleh ke kanan dan ke kiri, memperhatikan Levi dan Yofan yang menyimak guru besar di hadapan mereka.

Sesampainya di asrama, Felix menjatuhkan dirinya di kasur dengan perasaan berkecamuk. Kini, mau tak mau, ia membaur dengan kedua temannya untuk berlatih menjadi penyihir.

"Yofan, bagaimana kau bisa terpilih belajar di sini sampai menjemputku dan Levi?" tanya Felix, menatap Yofan yang sibuk menata kamar mereka.

"Aku sudah mendamba sekolah ini sejak lama. Aku berlatih teknik sihir dasar dengan ayahku. Saat mendapat undangan bersekolah di sini, aku langsung patuh begitu diperintah menjemput kau dan Levi."

Kini, Felix menatap Levi. Pemuda itu sedang memakaikan seragam sekolah sihir yang dibagikan tadi. "Apa kau percaya sihir, Levi?"

Levi memakai topi sihirnya, lalu berkata, "Tentu. Tapi aku tidak seberuntung Yofan yang bisa belajar sihir dari ayahnya. Aku hanya manusia biasa, tetapi aku selalu siap jika suatu saat akan dipanggil ke sini."

Seandainya Felix mengatakan kepada dua temannya bahwa ia tak percaya sihir, besar kemungkinan ia akan diadukan kepada Winloana atau Azzjah. Sepertinya itu hal yang buruk, mengingat bundanya bahkan menginginkan Felix menjadi penyihir hebat. Namun, mengapa bunda Felix menginginkannya?

Selama berlatih hingga puluhan hari, diam-diam Felix sering pergi ke perpustakaan untuk membaca buku Filsafat Sihir. Buku itu adalah modal satu-satunya agar bisa mengimani sihir dan segala hal magis lainnya. Saat ada yang mendekatinya, terlepas apakah itu Yofan maupun Levi, Felix akan menyembunyikan buku itu.

Di mata para siswa, buku Filsafat Sihir adalah buku penunjuk ketidakpercayaan seseorang terhadap sihir. Keberadaan buku itu di tangan Felix menunjukkan seberapa rendah iman pemuda itu terhadap sihir.

Pada hari ke-99, Felix dan yang lainnya kedatangan seorang guru laki-laki dengan tampang yang begitu tampan. Jubah sihir yang menyelimuti tubuhnya sanggup menunjukkan bagaimana postur gagah lelaki itu. Namanya pun terdengar maskulin, Raychard.

Kendati tampang tampan yang seolah-olah abadi, guru itu adalah neraka bagi para murid asrama. Tak segan-segan guru itu memerintahkan para muridnya untuk tugas-tugas ekstrim. Felix dan kedua kawannya kedapatan tugas memindahkan kucing dari topi sihir mereka ke topi sihir orang lain, tanpa menggunakan tongkat sihir!

"Mustahil!" seru Felix.

"Ini cuma sulit, Felix, bukan mustahil." Levi menenangkan. Ucapan itu disetujui oleh Yofan.

"Kita hanya butuh insting dan kepercayaan yang kuat agar bisa memindahkan kucing ini. Levi, buka topimu dan masukkan kucing ini ke dalamnya." Yofan memandu mereka bertiga.

Topi Levi dengan kucing di dalamnya diitari oleh mereka bertiga. Yofan membaca mantra, mentitah dua temannya untuk menatap topi itu, meyakinkan kepada mereka bahwa kucing di dalamnya akan berpindah posisi.

Dalam hati, Felix mendesah pesimis. Ia hanya berdoa semoga kucing ini segera hilang, dan besok mereka tinggal bertempur dengan kerajaan sebelah yang haus akan wilayah kekuasaan. Tak dapat disangka, kucing itu benar-benar hilang dari topi Levi. Pemuda berambut pirang itu mengobok-obok topinya sendiri.

"Berpindah ke mana?" Levi bertanya. Dua temannya hanya mampu menggeleng.

Dari ujung lapangan, Penyihir Raychard berteriak histeris. Mulanya mereka mengira jika peperangan akan berlangsung lebih cepat. Namun, saat Penyihir Raychard berlari lebih dekat kepada mereka bertiga, baik Felix, Yofan, dan Levi melongo. Kucing itu berpindah ke topi yang dipakai Penyihir Raychard!

Yofan sebagai murid paling pemberani di asrama seketika terbang untuk mengambil kucing oranye itu dari kepala Penyihir Raychard. Ia meminta maaf berkali-kali karena telah memindahkan kucing itu ke topi yang tak seharusnya.

Walaupun pelajaran terakhir hari ini tak mendapat hambatan, tetap saja Felix, Yofan, dan Levi merasa jahat karena memindah kucing itu ke topi sang guru besar.

"Siapa yang memikirkan Penyihir Raychard?" tanya Yofan. Ayahnya pernah berkata bahwa pemindahan benda atau makhluk hidup akan tergantung dengan siapa yang sedang dipikirkan. Kalau kucing itu berpindah ke topi Raychard, itu artinya, di antara mereka bertiga pasti ada yang memikirkan penyihir tampan tetapi garang itu.

Felix meneguk ludah. "Dia yang memberi tugas, jadi hampir mustahil aku tidak memikirkannya." Felix mengaku.

"Aku juga. Kau pikir tantangan melelahkan ini tidak membuatku terus mengutuki orang itu?" Levi menyahut. Yofan jadi murung dibuatnya.

"Aku juga memikirkan orang itu ... dan tantangannya yang menguras banyak energi."

Ketiganya mendesah, menyesali perbuatan mereka. Namun, mereka lalu tertawa akan hal itu. "Keusilan Penyihir Raychard itu sangat melelahkan. Sekali-kali memang dia harus mendapat karma!" Yofan berpendapat.

Setelah puas menggunjing guru mereka sendiri, tiba-tiba saja dinding kamar mereka bergetar. Tidak lama setelah itu, suara Kepala Sekolah Winloana berkumandang ke seluruh penjuru asrama.

"Asrama perempuan telah dikepung! mereka semua telah ditangkap, tersisa asrama lelak–lepaskan aku keparat!"

Ketiga pemuda itu berdiri dengan tubuh menegang. Felix melihat keringat mulai mengucur dari kening dua temannya.

*

Kerajaan sebelah hampir saja dinyatakan menang dalam perang ini. Hampir seluruh penyihir dari kerajaan mereka masih utuh, sementara dari pihak HighSchool WGAVerse hanya tersisa beberapa, termasuk Felix dan kawan-kawan.

Di tempat persembunyian, mereka bertiga menyaksikan pertarungan Penyihir Raychard yang menegangkan. Mereka tidak bisa diam saja, tetapi ujug-ujug menyerang tanpa persiapan juga tidak ada gunanya.

"Ayo berpikir!" titah Yofan. Ia kelimpungan dengan situasi terdesak seperti ini. Ia mondar-mandir, membuat Felix mulai bosan.

"Bahkan tongkat sihir kita sudah mereka ambil." Felix pesimis. Namun, di saat-saat itulah ide muncul dari otak cemerlang Levi.

"Kita masih punya pedang dan insting kita untuk menghajar kepala penjahat itu! otak adalah titik paling ampuh melumpuhkan lawan!" kata Levi berseru.

Tanpa menunggu lama lagi, Yofan mengajukan diri untuk dipindahkan ke kepala penjahat itu. Nantinya, ia akan menggunakan satu-satunya pedang mereka untuk mematikan lawan.

Dengan penuh keyakinan, Felix dan Levi menggunakan insting mereka agar dapat memindahkan Yofan ke kepala musuh mereka. Sebelum pemuda itu benar-benar berpindah, Levi berpesan, "Nyawamu besar kemungkinan melayang, Yofan."

"Aku tau."

Tubuh Yofan bersama pedang itu telah hilang, berpindah ke atas kepala sang lawan yang kini menghajar Penyihir Raychard habis-habisan. Tanpa menunggu lama lagi, Yofan menghunuskan pedang tajamnya ke kepala sang lawan, membuatnya menjerit kesakitan. Tubuh lawan lantas oleng, dan akhirnya terjatuh di atas lapangan luas.

Tahu jika masih ada sedikit kesadaran, Yofan terus-terusan menghunuskan pedangnya tanpa henti. Ia bahkan terus melakukannya sampai tubuh pemuda itu dengan mudahnya digenggam oleh sang lawan yang bertubuh raksasa. Dengan sisa kekuatannya, raksasa itu mencengkram Yofan.

Pada akhirnya, napas Yofan berhenti berembus, bersamaan dengan detak jantung raksasa itu yang tidak lagi terdengar.

Felix dan Levi menyaksikan tumbangnya Yofan dan sang raksasa, mereka berlari menghampiri Yofan yang sudah tak dapat tertolong lagi. Felix dengan perlahan membawa kepala Yofan kepangkuannya. Ia mencoba beberapa cara agar Yofan mau merespons semua ucapannya. Felix langsung mengguncangkan badan Yofan ketika usahanya sama sekali tak membuat Yofan membuka mata. 

Felix putus asa, orang yang pertama dijumpainya, mengenalkannya segala sesuatu tentang HighSchool WGAVerse kini telah tergeletak penuh darah di depan dia.

“Felix, sudahlah. Yofan harus tenang di sana,” tutur Levi sambil memeluk Felix.

*

Kepergian Yofan masih tidak dipercayai oleh dua pemuda itu. Orang yang selama ini mereka kenal harus pergi dengan cara yang mengenaskan dan begitu cepat.  “Ikhlaskan Yofan, dia pasti sedih jika kau turut sedih atas kepergiannya,” ucap Levi membujuk.

“Aku sangat tidak menyangka jika Yofan akan pergi secepat ini,” balas Felix dengan pikiran yang tak tentu arah. “Apa masih ada cara untuk membuat Yofan hidup kembali?” tanyanya.

Levi memikirkan apa yang terlintas di pikirannya. Ia teringat akan ucapan ayah Yofan tempo hari mengenai meninggalnya seseorang yang disebabkan oleh kekuatan sihir. Levi beranjak dari tempat duduknya dan menarik Felix agar ikut bersamanya. Di sepanjang perjalanan, Felix mengeluh sebab ditarik begitu saja tanpa diberi tahu akan ke mana.

Levi melakukan teleportasi menuju sebuah kastil, tempat ayah Yofan berada. Ia bermaksud menanyakan bagaimana cara menghidupkan Yofan kembali. Walau letak kastilnya lumayan jauh dari HighSchool WGAVerse, Levi lebih tetap bisa tenang meninggalkankan jasad Yofan, sebab tubuh Yofan telah diamankan di tempat yang sulit dijangkau oleh para guru besar.

Sesampai di kastil, Levi dan Felix dipersilakan masuk oleh ayah Yofan. Dalam perjalanan memasuki salah satu ruangan, bisa Felix dan Levi ketahui raut kesedihan ayah sahabat mereka.

"Meninggal dalam perang adalah suatu kehormatan bagi seorang penyihir." Ayah Yofan berusaha tetap tegar. Kendati demikian, Felix dan Levi tetap meyakinkan ayah Yofan agar mau menghidupkan anaknya kembali.

"Perjalanan HighSchool WGAVerse kemungkinan masih sangat panjang. Kita sangat membutuhkan penyihir pemberani seperti Yofan," kata Felix. Ayah Yofan mengiyakan, dan akan berusaha sebaik mungkin.

Kini, ketiga orang itu berkumpul, duduk bersila membentuk formasi lingkaran dengan berbagai macam botol yang berada di tengah-tengah mereka. Terdapat delapan botol grediestig bubuk di sana, yang tadi dibawa Alex–ayah Yofan.

“Jadi botol satu dan lima.” Alex beralih memperhatikan botol mini berikutnya. “Tiga dan dua tidak dipakai,” ujarnya memisahkan empat botol yang dimaksud.

“Lalu empat botol itu akan diapakan Paman?” tanya Levi menunjuk botol yang diasingkan oleh Alex.

“Ramuan grediestig memiliki dua kegunaan, yang satu untuk menyelamatkan manusia sedangkan yang satunya untuk hewan,” jelas lelaki itu. “Ternyata setelah Paman memperhatikan kandungannya melalui ciri-ciri tekstur dan aromanya, untuk botol satu, lima, tiga, dan dua itu negatif. Maksudnya, tidak masuk akal jika untuk manusia. Jadi sudah dapat dipastikan untuk bubuk gradiestig untuk manusia itu botol empat, enam, tujuh, dan delapan.”

“Wow,” ujar Levi dan Felix kagum.

Alex mulai masuk ke tahap membuat ramuan. Tangannya aktif menuangkan air putih ke dalam panci ramuan. Ia meminta Felix dan Levi memasukan bubuk ramuan secara bergantian. 

“Sepertinya membutuhkan waktu yang lama sampai ramuan ini benar-benar sempurna,” gumam Alex seraya mengaduk ramuan.

“Berapa lama?” tanya Felix.

“Mungkin sekitar lima jam atau lebih."

“Berarti jam sepuluh malam."

Alex mengangguk.

*

Kini jam telah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, tiga orang tersebut sudah menanti-nanti hasil dari perpaduan bubuk greadiestig. Alex menggambil botol ramuan yang berlogo klas atau klasik di zaman modern seperti sekarang. Ia menuangkan cairan berwarna ungu kedalam botol kemudian diberikan kepada sang putra.
“Levi, ingat, ramuan ini satu-satunya yang Paman punya, berikan ramuan ini pada Yofan dengan keadaan ramuan masih tertutup rapat. Jangan sampai jatuh ke tangan orang yang salah. Tunggu hasil ramuan selama tiga menit setelah diminumkan,” ucap Alex memperingati.

“Baik Paman,” balas Levi dan Felix mengangguk.

“Pergilah dan hati-hati di jalan,” ucap Alex sebelum mereka benar-benar hilang dari pandangannya.

“Terima kasih.” Levi dan Felix pun melakukan teleportasi menuju tempat Yofan berada.

Sesampai di sana Felix dan Levi duduk menghadap peti yang Yofan tiduri. Secara perlahan tetapi pasti, Levi meminumkan ramuan tersebut untuk Yofan dengan tatapan ragu. Ia takut jika usaha yang dia lakukan ini tak mendapatkan hasil apa-apa. Felix memperhatikan Levi dengan mengucapkan berbagai doa. Selang beberapa menit setelahnya, tubuh Yofan mengeluarkan reaksi kejang-kejang yang membuat kedua pemuda tersebut khawatir.

“Ayo Fan, kau pasti bisa melewati ini," pinta Felix. Tak butuh waktu lama akhirnya Yofan membuka mata perlahan-lahan.
“Aku yakin kau bisa, Fan.” Levi dan Felix menangis sesenggukan melihat Yofan tersenyum menyambut kedua sahabatnya. Kini mereka berpelukan dan dibanjiri tangis bahagia.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro