With All My Love

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sore itu mereka menghabiskan waktu di hotel Aruna dan Biru menginap. Duduk berdesakan di sofa seperti kebiasaan mereka. Masing-masing memegang minum, posisi sofa yang mereka ubah menghadap jendela besar, membuat mereka memandangi langit yang berwarna oranye dan awan yang memutih.

“Aku tak pernah berpikir, hari seperti ini akan datang,” desis Cara yang duduk di antara Biru dan Aruna.

Aruna meletakkan gelasnya di meja, dan merangkul Cara dengan tangan kanannya, tangan yang sehat.

“Tolong, ada jomlo di sini, jangan PDA(public display affection),” kata Biru seraya memindah tangan Aruna dari pundak Cara.

“Tolong jangan iri,” balas Aruna kembali meletakkan tangannya di pundak Cara.

“Kalian, bisa, tidak bertengkar?” Cara memandang Aruna dan Biru bergantian.

“Hari seperti ini, akan kita rindukan nanti,” kata Aruna seraya melayangkan pandang ke langit yang beranjak malam.

“Sudah menghubungi Frasa? Bilang kita bertemu di resto Novotel. Aku, sudah memesan gaun untukmu,” kata Aruna membuat Cara kaget, kapan dia melakukannya.

“Kamu yakin melihatnya memakai gaun?” tanya Biru membuat Cara melotot.

“Aku juga gak yakin, Bi, tapi kita lihat saja nanti,” kata Aruna membuat Cara menatapnya sinis.

Suara ketukan pintu membuat mereka diam. Cara beranjak untuk membuka pintu.

“Paket untuk, Nona Cara?”

“Saya sendiri,” kata Cara seraya menerima tas besar berlogo brand terkenal.

“Terima kasih,” kata kurir itu seraya berlalu.

Cara menenteng tas itu dan berdiri di hadapan kedua laki-laki itu.

“Aku harus memakai ini?” tanya Cara masih tak percaya.

Keduanya mengangguk tak yakin. Cara kemudian berlalu untuk mandi. Aruna dan Biru saling menatap.

“Jangan berpikiran mesum,” protes Biru.

“Siapa juga,” salak Aruna.

“Terima kasih Na, you do the best for her.” Biru kemudian menatap jendela itu lagi.

Thank to you, let me in at her life as man, not as her friend,” jawab Aruna.

“Aku harap Rilla, menyembuhkan lukanya dengan bahagia.” Biru masih berharap Rilla menghubunginya untuk sekedar memberi tahu, bahwa dia selamat sampai di Perancis.

We hope for that. Aku tak akan menyalahkan kebenciannya. Karena aku pantas mendapatkannya,” kata Aruna seraya menahan nyeri hatinya bila teringat perlakuannya terhadap Rilla.

Cara mematut dirinya di cermin besar di kamar mandi. Mencoba menggelung rambutnya agar lebih terlihat elegan, tapi tetap saja dia merasa tak pantas. Beruntung sack dress yang dipilih Aruna tak terlalu formal, berwarna hitam, dengan kerah sabrina, berlengan sesiku, dan sedikit mengembang di bagian bawah, tepat di lutut. Sepatu boots tinggi dengan hak model wedges memudahkan Cara yang tak pernah memakai sepatu berhak tinggi.

Kedua lelaki itu syok melihat Cara dalam balutan gaun, sesuatu yang tak pernah mereka lihat. Aruna berdiri, kemudian dengan satu tangannya, dia melepas kuncir rambut yang mengikat rambut Cara, membiarkan rambut panjang Cara tergerai.

“Ini, lebih baik. And you are so damn beautiful,” kata Aruna tak berkedip menatap Cara yang jengah.

“Melihatnya biasa aja,” kata Biru seraya menarik Aruna menjauh dari Cara.

“Aku terlihat aneh?” tanya Cara canggung.

“Siapa bilang? Kamu cantik, seperti Mama,” kata Biru sambil memeluk adiknya tersebut.

You grown so much. Still be my little baby,” bisik Biru haru, sebentar lagi, laki-laki yang paling Cara andalkan adalah Aruna.

You never be changed. You always be my hero,” balas Cara memeluk kakaknya itu.

“Hm ... Maaf, kenapa jadi tangisan ya, lamarannya masih belum,” protes Aruna membuat Biru mengurai pelukannya.

“Cepat mandi, Frasa dan Dani pasti sudah menunggu,” sergah Aruna mendorong Biru ke arah kamar mandi.

“Jangan macam-macam,” ancam Biru.

“Aku ingin sering melihatmu seperti ini,” kata Aruna membuat Cara tersipu.

“Bagaimana bisa aku mengabaikan perasaanku selama ini hanya karena takut kepada Biru,” keluh Aruna membuat Cara tertawa.

“Aku juga, hanya karena takut kamu tak menyukaiku, malah membuatku menyiksa diri,” kata Cara seraya duduk kembali di sofa.

Aruna berlutut di depannya.

You will be my only one queen,” katanya seraya mencium punggung tangan Cara.

“Gombal,” desis Cara.

“Na, mandi!” teriak Biru membuat Aruna kesal.

Mau tak mau dia bangkit.

“Tunggu aku, tak akan lama.” Aruna mengedipkan matanya, Cara terkikik, sementara Biru mendelik.

“Apakah aku sungguh tak aneh?” tanya Cara.

“Kamu cantik. Percayalah padaku. Aku hanya meminta satu hal bila nanti kalian berpisah dariku. Jangan pernah jauh dariku, aku tak akan sanggup jauh darimu, bila nanti Aruna menjahatimu, aku tak akan bisa membelamu,” kata Biru seraya memegang tangan adiknya itu.

“Bi, itu masih akan lama, jangan khawatirkan itu. Lalu bagaimana aku akan jauh darimu, you my saviors,” kata Cara memeluk Biru.

“Siapa menjahati siapa?” tanya Aruna yang sudah berada di dekat mereka.

“Ayo berangkat,” kata Biru mengalihkan pembicaraan.

Aruna mendengkus kesal. Tapi mengikuti mereka juga. Dia menggandeng tangan Cara dan tak melepasnya sepanjang lorong kamar menuju restoran.

Dani sudah menunggu di meja bersama Frasa, mereka terkejut melihat Cara yang berbeda. Frasa yang tak pernah melihat Cara memakai gaun, sampai beranjak dan menghampirinya.

“Kamu sangat cantik. Besok, aku akan mengajarimu berdandan,” kata Frasa seraya memeluk Cara yang tersipu.

Sementara Dani sungguh terpukau, Cara sangat berbeda, perempuan itu benar-benar cantik. Tak salah dia menaruh hati padanya, walau harus pupus karena Cara, sudah menetapkan hatinya untuk Aruna.

“Sudah akrabkah kalian?” tanya Biru kepada Frasa dan Dani.

“Apa sih Mas Biru, kita baru kenal juga.” Frasa membuang mukanya.

“Lah sama-sama jomlo ini, bener kan Dan?” tanya Biru membuat Dani tergagap karena masih mengagumi Cara yang kini sibuk bertengkar dengan Aruna.

“Ah, Mas Biru, takutnya nanti ada yang gak suka,” kata Dani salah tingkah.

“Frasa masih available kok Dan, ya kan Sa?” Biru mengedipkan matanya menggoda Frasa yang cemberut.

Frasa tahu Dani sedang patah hati karena Cara.

“Na, serius, jangan ganggu Cara,” kata Biru jengah melihat Aruna tak berhenti mengganggu Cara.

“Mas Aruna, gih segera dinikahi aja, biar gak dikintilin sama Mas Biru,” usul Frasa membuat Dani tersedak saat menyesap kopinya.

Frasa langsung mengulurkan sapu tangan ke arah Dani, yang menerimanya dengan sungkan. Jadi Aruna bahkan sudah akan menikahi Cara. Sungguh, hati Dani terasa lebih perih sekarang. Aruna bahkan tak sungkan bersikap manja dan atau memperlakukan Cara dengan istimewa.

“Kalian, para jomlo, segera cari pasangan, nanti pas nikahan kita, sudah harus ada gandengan,” kata Aruna, sekali lagi membuat hati Dani berdesir.

“Masih lama,” ralat Cara jengah.

“Oh ya, aku belum announcement resmi ya, Cara, adalah perempuan yang akan aku nikahi, perempuan yang aku pilih, setelah melewati waktu yang membuatku mengalami banyak masalah dan dosa, karena menyakiti wanita lain.” Aruna memandang Cara dengan syahdu.

Sementara Cara tersipu.

Will you marry me?” Aruna kembali mengucapkan kata-kata yang membuat Cara tak bisa menjawab.

Yes, I do.” Cara menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Menahan malu.

Aruna sudah akan beranjak memeluk Cara, Biru seketika berdiri di depannya, membuat Aruna kesal dan duduk kembali.

Frasa hanya tertawa melihat kelakuan Biru dan Aruna, masih saja tak pernah akur, walau itu hanya ekspresi kedekatan mereka. Dani, merelakan hatinya, layu bahkan sebelum berkembang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro