• Menunggu •

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

●●●●

"Aku tahu. Pertemuan dan perpisahan saling berkaitan. Tapi, apakah aku boleh memohon agar kau tetap disampingku lebih lama lagi?"

Azalea Allana Aditama

●●●●

JAKARTA, 2018

Ezra yang merasa bersalah, bisa bisanya ia menerima taruhan untuk pacaran dengan Azalea. Hanya karena ia takut di bilang pecundang. Ezra bodoh!

Dan kini ia menyesali perbuatannya, ia sama saja seperti papahnya yang hanya menyakiti perempuan. Ya, perempuan pertama yang sangat Ezra cintai. Ibundanya....

"Lea, maaf." Ezra sudah kehabisan kata-kata. Ia bingung harus bilang apa lagi untuk menebus kesalahannya. Ezra masih berusaha untuk memegang tangan Lea dan memberi pengertian. Tapi semuanya nihil, Azalea sudah kecewa ia berkali-kali menepis tangan Ezra. Air mata gadis itu jatuh berkali-kali dari mata kecil yang selalu membuat Ezra merasa tidak sendiri di dunia ini.

"Aku sudah berusaha membuka hati aku buat kamu, tapi apa? Kamu lakuin ini untuk aku?! Hah?!" Air mata Lea terus berjatuhan. "Perbuatan menjijikan! pantesan semua siswa yang ada disini ngecap kamu berandalan, kenyatan sekarang kamu lebih berandalan dari apa yang aku kira."

"Lea..."

"Aku kira kamu baik. Tapi nyatanya... Hah! Bisa-bisa aku terjebak sama orang yang ga punya hati kaya kamu! Egois! Ga pernah pikirin orang lain! Kamu yang terburuk!" maki Azalea, ia sudah kecewa dengan perlakuan Ezra. Lea menunjuk-nunjuk sebelah dada Ezra. Ia hanya pasrah apa yang di lakukan gadis di depannya sekarang. Ia mengusap pipinya dengan kasar.

Azalea menghela napas berat. "Dan satu lagi. Aku ga pernah benar-benar membuka hati buat kamu. Kamu hanya jadi pelampiasan dari orang yang selama ini aku cintai." Ezra kaget. Rasa sakit hatinya memuncak saat Lea mengatakan bahwa Ezra adalah pelampiasannya?!

Jangan-jangan Lea mencintai sahabatnya yaitu, Langit. Sahabat kecilnya yang pernah Lea ceritakan. Pikir Ezra.

Ezra mendorong cukup keras ke tembok samping sekolah, membuat gadis itu meringis kesakitan. "Kamu ngomong apa? Kamu jadiin aku pelampiasan?"

Ezra yang langsung sadar apa yang ia lakukan barusan kepada Lea. Ia menyakitinya lagi?! Pemuda itu membantu Lea tetapi langsung di tepis olehnya."Maaf, Le. Jangan bicara seperti itu lagi."

"Kasar... Kamu bukan hanya berdalan tapi juga kasar. Benci kamu." Lea langsung mendorong Ezra yang ingin membantu dirinya. "Dan aku mencintai Bastian. Sekarang ... Cinta aku udah nggak ada buat kamu walau sedikit."

"Kenapa Lea? Aku cinta sama kamu benar-benar tulus dari hati aku." Ezra berusaha memegang bahu Lea tetapi tetap saja di tepis oleh Lea.

"Tanya sama diri kamu sendiri," ketus Lea. Ia ingin pergi dari hadapan Ezra tetapi di tahan oleh Ezra.

"Lea ... Maaf. Please."

Lea mengusap air matanya. "Gausah nemuin gue lagi, udah nggak ada kata maaf buat lo." Lea langsung pergi dari hadapan Ezra.

Ezra merasa kesal ia langsung menonjok tembok yang ga berslah, al hasil tangan ia memerah. Ia kecewa, marah, kesal, menyesal. Karena ia sudah membuat Lea seperti itu, membuat Lea membenci dirinya. "Argh."

●●●

JAKARTA, 2020

Senjapun sudah mengampiri langit, menampakkan sinar jingga tanpa ragu. Seolah memberi sambutan untuk Lea dan Bastian yang akan pulang.

Mereka berdua melangkahkan kakinya keluar dari sekolah menuju halte. "Kamu beneran gapapa naik bus?" tanya Lea ragu-ragu.

"Gapapa, Lea. Asalkan sama kamu aku mau." Kenapa kata-kata Bastian membuat Azalea meluluh. Wajahnya kini sudah dipastikan bersemu merah.

Semilir angin menerpa helaian rambut Azalea yang mereka duduk di halte menunggu bus yang tak kunjung datang. Bastian mendengar suara perut kelaparan.

"Mau makan dulu?"

Kruk kruk...

Azalea hanya menyengir. "Maaf, perut aku ga bisa kompromi."

Bastian tersenyum."Lea mau makan dimana?"

Azalea berpikir. "Bakso yang di sebrang sekolah, gimana? Bastian mau?"

"Boleh ..." Bastian menggenggam tangan Lea dengan erat saat mereka menyebrang jalan raya. Azalea kini merasa moodnya mulai membaik, sudah lama ia tidak merasakan genggaman tangan Bastian.

Setelah sampai di kedai bakso, Lea memesan 1 porsi bakso tetapi Bastian tidak memesan."Kenapa? Kamu nggak laper?"

"Nggak, Lea aja yang makan," jawab Bastian. Ia bukannya tidak lapar tetapi ia tidak bisa makan olahan daging. Ia tidak ingin penyakitnya kambuh dan membuat Lea susah dan sedih.

"Beneran? Trus kamu makan apa?" tanya Lea. Mereka duduk untuk menunggu pesanan.

"Aku gampang, yang penting kamu nggak laper."

"Aku pesenin aja ya, atau kalau kamu gamau bakso kita pindah aja di tempat yang lain," usul Lea.

"Jangan Lea, kasian abang baksonya udah bikin tapi nggak dimakan."

"Ini neng baksonya," ucap abang bakso itu memberikan 1 porsi kepada Lea. Lea langsung melahap baksonya.

"Oiya ... Kamu kok tau hari ini aku ada wisuda? Padahal aku belum cerita," tanya Lea.

"Dari Ezra."

Azalea hampir saja tersedak. "Kamu kenal?"

"Dia anaknya temen papah aku, Le."

"Seriously?"

Bastian mengangguk. "Hmm."

"Kamu pasti tau juga aku pernah pacaran sama Ezra?" tanya Lea ragu-ragu.

Bastian mengangguk sekali lagi. "Iya."

Azalea terkejut, hampir saja ia tersedak bakso yang sedang di kunyahnya. Lea menghela napas, langsung meminum minuman es teh manis. "Maaf, pasti kamu kesel kan."

"Kenapa harus minta maaf, Le. Kamu berhak bahagia." Ucapan Bastian membuat Azalea semakin bersalah. Tapi, ia befikir. Salah sendiri kenapa pergi dari hadapan Lea telalu lama. Sampai Azalea cape sendiri dan memutuskan untuk membuka hati buat orang lain.

"Abisin makananya, nanti kita langsung pulang. Udah mau malam juga," ujar Bastian yang masih senang menatap Lea sedang makan.

Bastian ingin sekali mengatakan kondisinya saat ini, agar Lea menjauhinya. Karena penyakit Bastian yang sulit sekali disembuhkan.

Helaan napas Bastian terdengar oleh Azalea. "Kenapa?"

Bastian yang sedang menunduk langsung mendangak mendengar suara Azalea yang bertanya. "Hah, kenapa, Le?"

Azalea sedikit tertawa. "Kan aku tanya, kamu malah nanya balik."

"Kamu tanya apa?"

"Kamu kenapa? Ada yang dipikirin?" tanya Azalea berulang. Ia selesai makan bakso sambil meminum es teh yang tinggal setengah gelas.

"Gapapa, Le... Udah selesai makannya?" Lea mengangguk.

"Ini mau ujan, aku anterin aja ya? Kalau naik bus, nanti kelamaan nunggunya," tawar Bastian. Lea langsung melihat langit abu-abu, sudah tak ada lagi matahari.

"Sebentar, aku panggil supir rumah dulu ya."

Beberapa menit, mobil Bastian datang. Ia dan Azalea segera beranjak pergi dari kedai dan membayar bakso, es teh manis dan air putih kepada abang bakso.

Azalea dan Bastian masuk kemobil. Supir Bastian segera menyalakan mobil dan melaju pergi dari kedai bakso. Selama di perjalanan merek sama-sama terdiam. Mereka bergelut dengan pikiran mereka sendiri.

Cukup lama akhirnya sampai didepan rumah Lea. "Le, besok pagi aku jemput ya."

Azalea mengangguk."Nggak mampir, Bas," tawar Lea.

"Nggak dulu ya, Le."

Lea mengangguk, kaca mobil Bastian perlahan tertutup, mobil itu bersiap melaju meninggalkan Lea, ia langsung melambaikan tangannya kepada Bastian. "Hati-hati," pesan Lea.

"Iya," teriak Bastian.

●●●

Matahari sudah mulai meninggi, menerangkan seluruh alam bumi. Menghangatkan jiwa-jiwa dengan keajaiban sang matahari. Hasil cipta sang maha kuasa.

Azalea mengerjapkan matanya, ia mengucek mata, meregangkan sedikit tubuhnya lalu bangun. Mentralisirkan nyawa-nyawa Lea yang masih melayang-layang diudara. Lea melihat jam kecil yang ia taruh disamping nakas tempat tidurnya. Saat Lea lihat ia tekejut bukan main sudah jam 09.00.

Ia ingat bahwa hari ini ada janjian dengan Bastian. Lea segera mengambil handuk dan segera mandi, ia tidak ingin jika Bastian kesini dan melihat Lea belum rapih. Setengah jam ia mandi dan memakai baju ballon sleeve blouse dipadukan dengan celana jeans dan sedikit olesan makeup di wajahnya. Membuat Azalea semakin manis, membuat orang-orang betah melihat wajahnya yang imut dan bermata kecil.

Sekitar pukul 11.00 Lea menunggu di depan rumah, ia tak lupa menelpon Bastian yang tak kunjung datang menjemputnya. "Tunggu siapa?"

"Bastian ka, katanya dia mau kesini trus jemput aku."

"Oke kakak pergi yah ... Oh iya Ayah katanya sedikit telambat pulangnya." Lea hanya mengangguk sambil terus menghubungi Bastian yang tak kunjung mengangkatnya.

Berjam-jam kini Lea sudah menunggu Bastian yang tak memberinya kabar. Ia kesal, kecewa dan marah terhadap Bastian. Kenapa ia mengulangi kesalahan yang sama. Tanpa kabar! Dan kini Lea sudah lelah atas perlakuan Bastian.

●●●●

Heyoo
Balik lagiii
Semoga masih betah ya...
Lop u 🖤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro