Interjeksi-Cerpen

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

.
.
.
.
.

Pada suatu hari, terlihat dua orang anak remaja yang mungkin berumur 15 tahun, sedang duduk di sebuah bangku Taman. Kedua anak itu sedang menatap sebuah rumah bercat hitam yang berdiri kokoh di depannya.

"Em!" panggil anak yang duduk di sebelah kiri kepada temannya.

Akan tetapi, temannya itu tidak menjawab membuat remaja dengan topi yang mengarah ke belakang itu mengeraskan suaranya.

"EM!" akhirnya panggilan kedua berhasil dengan gadis itu menoleh kepadanya.

"Astaga, aku kaget tahu gak!" semprot gadis kecil itu kepada temannya.

"Habis, daritadi kupanggil kamu gak nyaut!" remaja laki-laki itu mengerucutkan mulutnya.

"Kenapa manggil?" mengabaikan temannya yang merajuk, dia bertanya sambil menatap rumah yang berdiri di depan.

Anak laki-laki bernama Tom itu berhenti merajuk dan menyampaikan keinginannya kepada sahabatnya, Emma.

"Bagaimana kalau kita telusuri rumah yang kata orang berhantu itu?" Tom menunjuk rumah itu dengan dagunya.

Emma membelalakan matanya. "Gila kamu Tom! Kamu mau bawa aku masuk ke rumah berhantu itu? It's not big idea, Tom!" gadis itu berdiri dan berkacak pinggang menatap sahabatnya.

"Dari dulu kita selalu penasaran sama rumah itu kan? Mumpung orangtua kita sekarang sibuk, besok kita masuk ke rumah itu sekalian adu nyali." Emma terkejut dengan pemaparan sahabatnya sejak kecil itu sekaligus tetangganya.

"Tom ini masih waras enggak?" batinnya bertanya.

Tom terus memperhatikan wajah Emma yang murka. "Aku gak maksa, kan tadi aku cuman mau ngajak kamu. Ikut atau enggaknya itu terserah kamu," Tom berdiri dan membersihkan bajunya yang mungkin kotor sehabis mereka bermain tadi.

"Aku mau pulang dan kalau kamu mau ikut aku, datang aja ke rumahku besok pagi jam sepuluh pagi. Kalau kamu enggak datang, artinya kamu gak mau ikut. Byeee!" remaja itu pergi meninggalkan Emma sambil melambaikan tangan.

Di satu sisi, Emma terlihat bimbang. Kalau dia ikut, maka dia harus bersiap dengan segala kemungkinan yang bakalan ditemuin di rumah itu. Tapi kalau dia tidak mau ikut, dia gak tega ngebiarin Tom pergi sendiri. Sahabat macam apa dia yang gak mau temenin sahabatnya sendiri.

Tiba-tiba, Seorang wanita tua berjalan di samping Emma dengan pakaian serba hitam dan compang-camping serta rambut keriting berantakan berwarna hitam

Seketika, tubuh Emma menggigil saat wanita itu menoleh matanya pada gadis itu.

"Berhati-hatilah, wahai gadis muda. Sekarang ini giliranmu!" Emma mengerjapkan matanya karena tidak mengerti dengan ucapan wanita itu.

Saat dia ingin mendekati wanita itu dan bertanya apa maksudnya, tiba-tiba muncul angin kencang yang mengharuskan Emma menutup mata. Setelah Emma membuka mata, wanita itu hilang.

Aneh.

........

Keesokkan harinya, tepat pukul 10 pagi. Terlihat Tom keluar dari rumahnya dan sedang mengunci pintu rumahnya karena kedua orangtuanya sedang dinas ke luar kota.

Ketika ia berbalik, ia terkejut karena sudah berdiri Emma di depannya.

"EMMA!" serunya terkejut.

Emma hanya meringis mendengarkan teriakan Tom yang mungkin memecahkan gendang telinganya.

"Ya! Ini aku," Emma menjawab.

"Wah! Kamu datang, itu artinya kamu ikut pergi ke rumah itu kan?" Tom menyeringai. Emma hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Bagus!" Tom memberikan jempol jarinya pada Emma, lalu ia menggandeng Emma dan berjalan menuju rumah itu.

..........

Setelah berjalan melewati beberapa rumah, akhirnya mereka sampai ke rumah yang menjadi tujuan mereka.

"Semoga aja, apa yang kulakuin ini benar." gumam kecil Emma yang pasti tidak didengar oleh Tom.

Sementara itu, Tom tengah mengeluarkan kamera yang bisa dipegang dengan satu tangan. Emma menoleh dan heran memandang Tom beserta kamera ditangannya.

Tom melihat wajah bingung Emma. "Percuma ke sini kalau gak punya kenang-kenangan, kan?" ucapnya sambil menyeringai. Emma hanya menggelengkan kepalanya dan berpikir sahabatnya itu semakin tidak waras.

Mereka masuk dengan Tom jalan terlebih dahulu, Emma berjalan di belakangnya sambil memegang jaket Tom.

"Akhirnya kita masuk ke rumah ini juga." Tom mengarahkan kameranya ke segala penjuru ruangan yang mereka masukin.

"Ih, sepatuku kotor!" seru Emma tidak terima melihat sepatunya kotor karena menginjak sarang laba-laba di lantai. Dia menghentak-hentakan sepatunya agar jaring laba-laba itu hilang.

"Tentu aja sepatumu kotor, ini kan rumah kosong gak berpenghuni." ucap Tom setengah mengejek pada Emma membuat dia mendapatkan pukulan dari tangan sahabatnya.

"Oushh!"

Setelah puas memberi pelajaran kepada sahabatnya, Emma lalu menunduk dan membersihkan sepatunya menggunakan tangan. Ia memandang jijik ketika tangannya penuh dengan jaring laba-laba. Gadis itu menggoyangkan tangannya agar jaring itu lepas dari tangannya.

Akhirnya jaring itu lepas. Akan tetapi, ketika Emma berdiri, tidak ada Tom di dekatnya. Hal itu membuat dia panik.

"Tom! Tom! Tom!" gadis itu menjerit memanggil nama sahabatnya. Bermacam-macam pemikiran berputar di kepalanya.

"Apa ada hantu yang menculik Tom? Atau si tengil itu meninggalkanku di sini dan dia kabur?"

Emma yang panik masuk ke dalam rumah lalu masuk ke sebuah ruangan dan terkejut karena dia betabrakan dengan Tom yang sepertinya ingin keluar dari ruangan itu.

"Tom!"

"Emma!"

Emma memeluk Tom dengan erat, dia sungguh ketakutan.

"Kamu kenapa?" tanya Tom sambil menenangkan gadis itu dengan mengelus rambutnya.

"Takut! Kamu tinggalin aku!"

"Sorry! Kamu sih lama, jadinya aku tinggal." Emma melepaskan pelukannya dan memukul Tom beberapa kali.

"Harusnya kamu tunggu aku!"

"Awww! Iya, maaf. Sakit Emma!"

Tom menahan kedua tangan Emma. "Kamu mau tahu sesuatu gak?"

Kening Emma mengerut. "Tahu apa?"

"Cerita tentang rumah hantu ini?" wajah Emma terlihat antusias, tetapi juga terlihat ketakutan.

"Kamu tahu ceritanya?" tanya Emma ragu, Tom mengangguk.

"Aku ceritain sembari kita menyusuri rumah ini." Emma mengangguk dan Tom menyiapkan kemeranya. Mereka melanjutkan menyusuri rumah.

Dahulu, rumah ini dimiliki oleh seorang saudagar kaya raya. Hidupnya sangat sempurna dengan istri dan putri tunggalnya. Istri cantik yang perhatian dan putri manis yang penurut.

Suatu hari, ia ingin menjodohkan putrinya dengan anak temannya. Akan tetapi, putrinya menolak karena dia sudah memiliki kekasih. Ia tidak percaya, putrinya membantah perintahnya. Apalagi kekasihnya hanyalah tukang kebun keluarganya.

Tapi saudagar itu tetap bersikeras putrinya menikah dengan pemuda pilihannya, karena dia tidak percaya hidup putrinya akan bahagia dengan pemuda rendahan.

Sampai akhirnya, pernikahan pun terjadi.

Di tengah acara, sang tukang kebun yang menjadi kekasih putrinya datang dan mencoba menghentikan pernikahan itu. Tetapi naas, para penembak suruhan pemuda pilihan saudagar itu menembak sang tukang kebun. Ya! Pemuda pilihan saudagar itu ternyata juga jatuh cinta pada sang calon istri.

Sang anak saudagar itu menjerit dan mendekati tubuh kekasihnya yang jatuh di lantai. Semua orang yang berada di ruangan itu hanya bisa terdiam ketika sang gadis menjerit, bahkan saudagar itu hanya terdiam melihat putrinya menderita.

Setelah lama menangis, gadis itu bangkit dan melihat sebuah pemotong rumput yang berada di dekat tubuh kekasihnya.

Dengan mata berapi-api dia mengambil benda itu dan diarahkan ke lehernya.

Semua orang terkejut karena aksi gadis itu, beberapa orang berusaha mendekati gadis itu dan menenangkannya.

Tetapi.....

Semuanya terlambat.

Darah mulai menggenang dan jeritan histeris terdengar di ruangan itu.

Emma merinding mendengar cerita Tom.

"Benar-benar akhir yang menakutkan," komentarnya.

Tiba-tiba Tom berhenti membuat Emma menabrak punggungnya. "Aduh! Kok kamu berhenti sih!" serunya.

Tom hanya melirik Emma. "Bukan akhir yang menakutkan, tetapi akhir yang menyedihkan." Emma merinding mendengar suara Tom yang berubah.

"Menurutku itu hal yang mengerikan. Dia mati konyol hanya karena melihat kekasihnya dibunuh. Dia bahkan tidak perduli dengan perasaan orangtuanya dan calon suaminya. Hidupnya enak kalau aja dia lebih memilih mencintai calon suaminya itu." Emma mengeluarkan pendapatnya.

"Wow! Kamu materialistis juga ya? Aku gak nyangka," ucap Tom terkikik mendengar ucapan Emma. Mereka sekarang jalan berdampingan.

"Tentu aja dong!" seru Emma bangga.

"Jadi, kamu cari cowok yang banyak uang?" Emma menggeleng membuat Tom heran.

"Aku mau yang tampan dan mapan!" jawabnya dengan riang. Tom tertawa ketika mendengar kata tampan. Semua cewek tentu saja suka cowok tampan.

Tom menghentikan tawanya ketika melihat satu ruangan terakhir yang belum mereka masuki. Dia mematikan kemeranya.

"Kenapa berhenti? Ayo masuk!" seru Emma. Gadis itu merasakan bahwa tidak ada hantu di rumah ini.

Tom menoleh. "Kamu percaya sama ceritaku tadi?" tanya Tom. Emma terkejut, dia tidak mengangguk ataupun menggeleng.

Wajah Tom berubah marah membuat Emma takut. Dengan cepat, Tom mengambil tangan Emma dan menyeretnya masuk.

Ketika sampai di dalam ruangan itu, Emma membelalakan matanya melihat apa yang terjadi di ruangan itu.

"In...ini..." Tom hanya terdiam melihat wajah Emma ketakutan. Pemuda itu menyeret Emma dan membaringkannya ke kasur, lalu mengikat kaki dan tangan gadis itu dengan tali yang sudah disiapkan.

"APA YANG KAMU LAKUKAN TOM!" seru keras Emma penuh ketakutan.

Tom hanya terdiam. Ketika pekerjaannya selesai, dia langsung berdiri di dekat kasur itu.

Emma menatap ke depan dan terbelalak.

Di depannya berdiri seorang wanita dengan gaun pengantin yang berdarah-darah. Di leher wanita itu terdapat sebuah luka yang mengaga lebar.

Emma jadi mengingat cerita dari Tom.

"Apa mungkin itu wanitanya?"

Emma menatap Tom yang juga tengah menatapnya sendu.

Pemuda itu menatap hantu itu perlahan mendekat pada Emma.

"Dulu..." Emma menoleh Tom.

"Kami sekeluarga, ah tidak! Kakek buyut-buyutku pindah ke sini karena rumah ini milik keluarga besan mereka dan mereka tahu kisah sang anak saudagar tragis itu. Saat itu, keluarga kakek buyutku dihantui olehnya....." Tom menatap ke arah hantu itu.

"....akhrinya kakek buyutku membuat kesepakatan dengan memberi nyawa seorang gadis setiap tahunnya. Maka hantu itu tidak akan mengusik keluarga kami, karena ke manapun kami pergi maka hantu itu akan ikut. Lalu pengorbanan itu dilakukan di tempat ini, tempat ia mati. Tahun ini kamu yang terpilih." Emma menatap tidak percaya pada Tom. Tega-teganya kedua orang yang sudah dia anggap orangtua sendiri berani berbuat ini kepadanya.

"Bagaimana dengan kedua orangtuaku? Bagaimana dengan keluargaku? Bagaimana dengan teman-teman dan sekolahku?"

Emma ingin menjerit, tapi mulutnya tertutup.

Hantu itu mulai mendekat.

Ia menutup mata.

Bersambung.























Epilog.

Tom menatap rumah bercat hitam di depannya.

"Selamat tinggal, Emma."

Ia lalu berjalan pulang, di tangannya terdapat ponsel Emma yang menunjukan pesan untuk ibu gadis itu.

(Mama, selamat tinggal. Emma mau ke surga duluan melalui rumah berhantu itu.)

Tag : CreaWiLi
Admin :
hermonietha/MaaLjs Tangan_Kiri Tiuplylyn RGNyamm NyaiLepetj Quinhiems vanilla-shawty Ellme07 lailiyahh6 AudyaAprilia

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro