KEGELAPAN KETIGA: IDENTITAS GADIS ITU

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"A-Apa...?"

"Ya, Nana adalah seseorang yang sudah membantai mereka semua. Tapi, wajar saja dia bisa membantai mereka, karena itu turunan kekuatan dari ayahnya."

"Jadi, ayah atau suamimu adalah orang keempat yang terinfeksi virus X?"

"Benar sekali." Trek hanya menundukkan kepalanya. "Sebaiknya sekarang kau ke kota Jite, di sana asisten itu akan membuat virus jenis baru... Maaf, hanya sampai sini aku memberikan informasinya."

"Tu-Tunggu, apakah kau tahu dimana tuan Nik?" Tubuh Nana hanya memberikan sebuah senyuman, lalu tiba-tiba tubuhnya jatuh. Trek langsung menangkap tubuh Nana. "Nana. Nana!"

Perlahan mata Nana terbuka. "Papa, apa ini sudah pagi?"

"Belum, ini masih tengah malam. Sebaiknya kita tidur lagi."

"Tapi, Nana sudah tidak mengantuk lagi. Mau main sama Papa~"

"Baiklah, kita main."

***

Pagi hari pun tiba. Sekarang mereka berdua sedang duduk di kursi meja makan, menunggu datangnya sarapan mereka yang sedang dimasak Puni.

"Huwaaaa..." Trek menguap

"Kalian berdua, sepertinya kurang tidur." Puni meletakkan sarapan mereka ke meja makan.

"Tadi malam, Papa dan Nana main sampai pagi. Nana sangat menikmatinya~"

"Me-Menikmatinya?" Tubuh Puni tiba-tiba bergetar, dan dia menghentikan menyimpan hidangan selanjutnya.

"Iya, walau Papa tidak membiarkan Nana istirahat. Tapi, Nana sangat menikmatinya~"

"Ti-Tidak membiarkan Nana istirahat?"

Karena Trek menyadari ada hawa membunuh dan aura mengerikan menyerangnya. Dia bangun dari tidur dengan tompang dagu, dan dengan kaku dia menggerakkan kepalanya ke arah Puni. "Ho-Honey... kenapa kau memasang wajah menyeramkan seperti itu...?"

Tubuh Puni dikelilingi oleh aura hitam, dia tersenyum menyeramkan, dan dia mengepalkan tangannya dan di kepalan tangannya ada aura kekuatan yang dahsyat.

*BUKKK

Puni pun langsung meminta maaf kepada Trek karena salah mengartikan cerita polos Nana. Puni mengira kalau mereka... kalian tahu kan... Sedangkan yang sebenarnya adalah Trek dan Nana bermain kartu, yang kalah dicoret dengan bedak yang diberi air. Hasilnya adalah Trek selalu menang, dan Nana selalu kalah. Maka dari itu, Nana bilang "tidak membiarkan dia istirahat" karena dia selalu dihukum. Tapi, Nana sangat menikmatinya walau sering kalah.

"Ti-Tidak apa-apa..." Trek mengusap hidungnya yang terkena pukulan kecemburuan Puni.

"Mama, kenapa Mama memukul Papa?" Tentu saja Nana tidak mengerti situasi tadi, maka wajar dia menanyakan itu. "Apa Papa nakal?"

"Ti-Tidak, Nana. Papa itu baik, tadi Mama hanya salah paham."

"Salah paham?" Nana memiringkan kepalanya, bertanda dia tidak mengerti kalimat itu karena masih polos.

Akhirnya, walau sempat suasananya tegang, mereka melanjutkan sarapan mereka. Selesai sarapan, Trek pergi ke markas, meninggalkan anak dan istrinya di rumah. Tentu Trek melaporkan informasi tadi malam ke boss-nya, tanpa sepengetahuan Puni.

"Jadi begitu..." Bos ini lalu berdiri, mendekati Trek yang sedang berdiri dengan istirahat di tempat. "Kalau begitu, kalian bertiga aku perintahkan pergi ke kota Jite."

"Bertiga? Maksudnya Puni dan Nana ikut? Tapi, aku saja cukup."

"Greg, informasimu masih kurang, dan tentu kau membutuhkan Nana kalau-kalau dia berubah lagi menjadi Elliot. Kalau Puni, kau mengerti, kan?"

"Baiklah... Kalau begitu, saya permisi."

"Greg, kalian berangkat mulai besok."

"Baik." Pintu pun ditutup.

***

Keesokan harinya, di pagi hari. Sebuah kapal kecil sedang melaju menuju sebuah pulau, penghuni kapal yang tak lain adalah Trek, Puni, Nana, dan sang pengemudi kapal. Nana sedang berdiri di belakang kapal, melihat keindahan pemandangan matahari terbit. Dia menggunakan baju berwarna kuning, celana abu-abu pendek, dan tas hitam besar di punggungnya yang tertutupi oleh rambutnya yang panjang. Sedangkan mereka berdua menggunakan pakaian seperti penyamaran saat di kereta, tapi tentu mereka membawa tas berisi amunisi dan beberapa kebutuhan lainnya.

"Kau kenapa, Darling?" tanya Puni.

"Aku... merasa bersalah sudah membawa Nana kemari," jawab pelan Trek.

"Sudahlah, lagipula Nana tetap ingin ikut walau kau sudah menceritakan di pulau ini akan berbahaya. Kita pasti bisa melindungi anak kita." Dia memberikan senyuman manisnya.

"Puni..."

"Ah, maksudku bukan anak kita! Tapi, Nana! Ya, Nana!"

"Tapi, Nana kan anak kita? Kenapa kau kaget begitu?"

"A-A..." Dengan salah tingkah, dia langsung menghampiri Nana yang sedang menikmati pemandangan matahari terbit. Apa reaksi Trek? Dia hanya menggaruk kepala yang tidak gatal dengan wajah bingung.

Awalnya Trek hanya akan mengajak Puni saja, tapi kebetulan Nana mendengar pembicaraan mereka, jadi dia ingin ikut. Trek dan Puni tentu melarangnya, karena tempat tujuan mereka penuh dengan mayat hidup yang berbahaya. Tapi, rengekan dan wajah memelas Nana berhasil meluluhkan mereka, dengan berat hati mereka terpaksa membawa Nana. Walau dia tidak merengek dan memelas, tetap saja pasti bos mereka akan menyuruh Nana ikut.

Sebagai kedua orangtuanya, walau bukan orangtua kandung, tentu mereka merasa cemas dan khawatir. Tapi, mereka juga tidak ingin melihat anak mereka marah dan menangis terus, kan? Oh iya, kenapa Puni dengan mudahnya mau ikut ke tugas ini, padahal dia tidak tahu alasannya? Trek bilang kalau tempat tinggal Nana mungkin ada di kota Jite, di negara seberang. Dia bilang juga kalau Nana mungkin diculik oleh klien transaksi, sebagai penukar suntikan satu koper. Walau berbohong, tapi hanya sedikit, kan?

Tak lama kemudian mereka sampai di pantai, tepatnya di jembatan kayu tempat parkir perahu. Mereka bertiga langsung turun dari kapal, dan kapal itu pun juga langsung pergi begitu saja.

"Nana, jangan jauh-jauh dari kami, ya?"

"Baik, Mama."

"Apa kau yakin, Nana? Di sini sangat menyeramkan dan berbahaya."

"Tenang saja, aku tidak takut dengan monster-monster itu." Dia menunjuk ke arah belakang mereka.

Ternyata benar, sudah ada dua mayat hidup menyambut mereka. Setelah kedua zombie itu ditatap, mereka langsung berlari dan menimbulkan suara keras karena lari di atas jembatan kayu.

"Pu-maksudku Honey. Jaga Nana!"

Setelah Puni mengangguk, Trek langsung berlari ke arah mereka. Trek langsung melayang untuk menendang satu zombie, dan zombie itu tersungkur. Satu lagi menyerang Trek, tapi Trek langsung memegangi lengannya, menarik lengannya, menendang perutnya dengan lutut, terakhir memecahkan kepala zombie itu dengan hantaman dari kaki setelah zombie itu jatuh ke bawah. Zombie yang tadi tersungkur, bangun. Dia berhasil memegangi kedua bahu Trek, dan mau menggigit leher Trek. Sebelum itu terjadi, Trek memukul kedua lengan yang sudah menguncinya, dan zombie itu mundur beberapa langkah karena kekutan memukul Trek yang cukup kuat. Trek membentuk ketiga jarinya menjadi huruf 'C', lalu menusukkan ke leher zombie itu dengan keras. Zombie itu memegangi lehernya, lalu jatuh ke bawah dengan posisi tengkurap, dan tak lama kemudian mati kehilangan napas.

"Tidak disangka zombie bisa mati karena kehilangan napas, kupikir mereka hanya bisa mati kalau ditembak otaknya."

"Zombie itu bukan makhluk seperti itu. Mereka hanya manusia penggila daging, dan vampire hanya manusia penggila da... Maaf, Honey." Kalimat itu adalah kalimat yang pernah dikatakan oleh ayah Puni, yaitu Nik Halber, atau dikenal dengan Pisco. Jadi, Trek berpikir itu akan menyinggung perasaan Puni yang kehilangan kedua orangtuanya.

"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja, Darling."

"Oh iya, ternyata Nana benar-benar tidak takut dengan mereka," ucap Terk mengalihkan.

"Iya, Papa. Nana sudah biasa bertemu dengan mereka."

Butuh beberapa menit untuk mereka cerna kalimat itu. "Heh?!" Tapi, Trek tahu kenapa Nana berbicara seperti itu. Mengingat dia bersama dengan ibu dan ayahnya tinggal di pulau asal mula virus berbahaya itu tercipta.

"Nana, kenapa kau bilang begitu?" Dan tentu bagi Puni itu hal yang mengejutkan.

"Karena Nana sering bertemu dengan mereka di mimpi."

Entah mereka... tepatnya Puni merasa lega atau semakin khawatir. Tapi, tak lama kemudian setelah itu, Puni hanya bersikap cemas di dalam hati dan tidak menimbulkannya. Setelah itu mereka memutuskan untuk istirahat di tepi pantai, mereka belum sarapan.

"Baiklah, aku akan menangkap beberapa ikan dulu. Kalian kumpulkan saja ranting-ranting dekat sini untuk api unggun."

"Baik, Papa. Ayo, Mama."

"I-Iya."

Mereka berdua pun mencari ranting-ranting yang banyak, tentu yang tidak basah. Nana mencarinya dengan semangat, beda dengan Puni yang sedang terbebani otaknya.

"Nana, apa benar kau tidak takut? Dengan mimpi buruk itu?"

"Nana kan kuat... Kenapa Mama menangis, Nana nakal, ya?"

"Eh?" Puni mengusap air mata yang keluar tanpa dia sadari. "Bukan, Nana tidak nakal. Mama hanya senang punya anak sekuat Nana, tidak punya hal yang ditakuti. Beda dengan Mama yang penakut ini."

"Nana juga punya rasa takut. Nana takut kalau Mama dan Papa pergi, jadi Nana ikut."

"Nana..." Puni langsung memeluk Nana, dan mengeluarkan teriakan untuk menghilangkan beban pikirannya. Tentu Nana hanya bisa memasang wajah cemas, karena dia berpikir Mama-nya menangis karena Nana nakal. "Terima kasih, Nana. Aku senang bisa punya anak sebaik dan sekuat Nana." Puni pun memberikan sebuah senyuman lega.

"Aku juga senang punya Mama sebaik Mama, dan Papa sebaik Papa." Dia membalas dengan senyuman senang juga.

Sedangkan Trek, yang melihat mereka dari kejauhan hanya bisa tersenyum kecil. Tapi, karena itu, ikan yang dia pegang jadi lepas. Trek hanya bisa menghela napas panjang, tapi langsung memasang senyuman kecilnya lagi.

"Dia benar-benar mirip dengan nona Uni."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro