(Not) Sangkuriang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Penulis: Mayaothra
Keyword: Cahaya, Ada, Berdua, Bunga Persik

◇ ○ ◇

Adakah di dunia ini yang bisa memilih jalan hidup seperti apa yang dia mau? Atau mungkin terlahir menjadi apapun yang dia inginkan? Tidak ada. Dayang Sumbi tahu persis apa jawabannya. Namun, terkadang dia ingin mengeluh karena tidak dilahirkan sebagai manusia.

Mungkin memang saat ini dia hanya berwujud seperti seorang wanita berwajah muda dengan senyum mempesona biasa. Namun, jika bulan purnama tiba dan air laut pasang, maka ia mau tidak mau harus kembali ke dalam air, menemui dunia asalnya kembali.

Meski begitu, setidaknya Sumbi tidak mengeluh-mengeluh amat akan takdirnya. Sebab, dia masih bisa menjadi manusia. Berada di sisi suami dan Sangkuriang anaknya.

Sangkuriang tidak pernah mempertanyakan ke mana ibunya pergi ketika malam bulan purnama tiba. Dia anak yang patuh dan begitu menyayangi ibunya. Sangkuriang juga tidak pernah bertanya kenapa ayahnya hanya muncul di malam hari dan menghilang ketika fajar telah tiba. Begitupula yang terjadi dengan Tumang, anjing peliharaan mereka. Sangkuriang tidak pernah mencari tahu ke mana Tumang menghilang ketika malam datang.

"Hati-hati di hutan ya, Nak. Kalau bisa, nanti bawakan Ibu hati rusa, ya. Tetapi kalau tidak bisa, tidak apa-apa. Kita tetap akan memasak apapun hasil buruanmu dan Tumang malam ini." Sumbi tersenyum lembut kepada puteranya yang sudah beranjak remaja itu, mengusap-usap kepalanya penuh kasih.

"Tenang saja, Bu. Apapun yang terjadi aku pasti akan membawakan hati rusa untuk Ibu malam ini!" seru Sangkuriang dengan semangat. Apapun untuk ibunya pasti akan dia lakukan.

Sumbi mengangguk mengiyakan, lalu melambaikan tangan ketika anak dan suaminya pergi bersamaan masuk ke dalam hutan belakang rumah mereka.

Sumbi sama sekali tidak pernah membayangkan jika hidupnya akan terasa semembahagiakan ini. Bagi orang lain, mungkin dia hanyalah wanita misterius yang melahirkan anak tanpa suami. Namun, pada kenyataannya Sumbi punya segalanya di sisinya. Suaminya tidak pernah pergi dan sekarang mereka mempunyai putra yang menginjak tiga belas tahun. Tumang mungkin hanya seekor hewan biasa di mata orang lain, namun dia adalah seseorang yang berharga untuk Sumbi.

Sumbi bertemu dengan Tumang pertama kali ketika ekornya terjebak oleh sampah kaleng, membuatnya tidak bisa berenang dan terdampar ke tepi pantai. Seorang laki-laki dengan wajah tegas dan tatapan tajam datang dengan cekatan menolongnya, tidak berteriak atau memasang wajah ketakutan ketika melihat gadis dengan tubuh setengah ikan sekarat di tepi pantai. Sumbi tahu ada yang aneh, dan hal itu terbukti ketika pagi menjelang. Laki-laki yang menyelamatkan nyawanya di malam hari berubah menjadi seekor anjing berbulu cokelat terang. Menatapnya sambil meringis dengan mata bulat yang berkedip-kedip.

Ternyata ... mereka tidak jauh berbeda. Yang membedakan hanyalah Tumang terkena kutukan oleh penyihir jahat, sementara Sumbi memang sudah terlahir sebagai Putri Duyung sejak awal. Mereka saling mengerti perasaan satu sama lain, saling memahami, sampai akhirnya memutuskan untuk membangun takdir bersama hingga akhirnya Sangkuriang ada sebagai bukti janji setia mereka terhadap satu sama lain.

Sumbi tertawa kecil mengingat kenangan itu. Sekarang hari nyaris gelap, namun Sangkuriang dan Tumang sama sekali belum nampak akan kembali. Perlahan, senyum kecilnya menghilang.

Sumbi baru saja selesai memasukkan nasi hangat dengan asap mengepul ke dalam bakul ketika melongokkan kepala keluar jendela.

Kabar buruk.

Malam ini bulan purnama tiba dan seharusnya dia sudah meninggalkan rumah jika tidak ingin Sangkuriang melihat wujud aslinya.

Ketika tengah menatap langit, dari balik semak belukar sebuah siluet tiba-tiba muncul. Seseorang dengan jubah hitam bertudung lebar yang membuat wajahnya tidak terlihat datang menghampiri Dayang Sumbi. Katanya, "Jangan terus membuang waktu di daratan. Suamimu tidak selalu bisa melindungi dan putramu tak tahu kepada siapa kasih sayangnya akan diberi. Kamu bukan manusia, dan tinggal di sini lebih lama memberiku jalan agar lebih cepat menjemputmu," dia menyeringai penuh maksud ke arah Sumbi.

Namun, Sumbi tahu persis apa maksudnya. Lantas, jika Sumbi mengerti akan maksud orang itu, lalu apa? Haruskah dia egois dan kembali ke asalnya dan meninggalkan putra beserta suami yang dia punya? Masalahnya, bisakah dia meninggalkan dua orang itu untuk selamanya? Dan Sumbi jelas sangat tahu apa jawabannya.

Dan pada akhirnya, yang Sumbi lakukan ketika hari berubah gelap adalah meninggalkan rumah dan pergi ke pantai yang berada tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Sumbi tidak berani mengambil resiko tidak kembali ke air. Namun, dia juga tidak ingin pergi meninggalkan suami dan anaknya seperti yang "Dia" katakan.

Jika Sumbi tidak kembali ke dalam air saat bulan purnama tiba, maka selamanya wujudnya tidak akan pernah bisa berubah menjadi manusia lagi. Lalu ketika tiba di pantai, tanpa membuang waktu segera saja dia menceburkan diri ke dalam air. Sumbi sama sekali tidak akan pernah meninggalkan Sangkuriang dan Tumang. Tidak peduli seberapa lama dia harus masuk air dan kembali ke daratan. Selama dia bisa bersama kedua orang itu, maka semua akan terasa baik-baik saja. Setidaknya saat ini Sumbi merasa begitu.

***

Sangkuriang kembali dengan wajah lesu ke rumah. Mereka sama sekali tidak berhasil menangkap rusa atau apapun. Hari ini semua hewan di hutan seolah-olah membuat janji untuk menghilang. Sangkuriang sebenarnya tidak berani mengatakan yang sebenarnya pada ibunya. Sangkuriang sama sekali tidak bisa melihat wajah sedih wanita itu. Meski tanggapan ibunya pasti hanya akan memaksakan senyum dan bilang, "Tidak apa-apa. Kita masih punya nasi dan garam. Ibu juga memetik daun singkong dan membuat gulai nangka. Ayo makan." Sangkuriang tahu persis ibunya sedang kecewa di balik senyum lembutnya.

Jadi, ketika selesai menambatkan Tali tumang di depan kandangnya, Sangkuriang mau tidak mau harus memberikan kabar ini pada ibunya. Setidaknya, meski ibunya akan sedih, ayahnya akan datang malam ini. Ayahnya selalu datang setiap malam.

Sangkuriang membuka pintu dan memanggil ibunya, namun tidak ada yang menyahut. Dia mencari ibunya ke halaman belakang, namun ibunya juga tidak ada di sana. Dan ketika kepalanya mendongak, Sangkuriang menghela napas berat, "Yah, ternyata malam ini bulan purnama."

Sama seperti ayahnya yang menghilang setiap pagi datang, ibunya juga akan menghilang sepanjang malam saat bulan purnama tiba. Sangkuriang sangat ingin bertanya, namun dia tidak tega membuat ibunya merasa berat hati. Jadi, dia menyimpan semua rasa penasarannya. Setidaknya, malam ini dia tidak sendiri. Ayahnya akan pulang.

Mengingat hal itu, Sangkuriang memasang senyum lebar. Ada bagusnya ibunya tidak di rumah malam ini. Sebab, dia bisa mulai berburu lagi besok pagi.

Kakinya berjalan terus ke belakang rumah sampai akhirnya tiba di tepi pantai. Sangkuriang tidak tahu kenapa dia bisa ada di sini, namun ketika matanya menatap ke arah ombak yang bergulung-gulung ke tepi pantai, matanya melihat sesuatu.

Seekor ikan mas besar dengan perut gendut berenang-renang di sana dan kembali ke pantai, lalu terseret lagi ke tepi. Otaknya bekerja cepat. Tidak membuang waktu, Sangkuriang segera bersiap untuk menangkap ikan itu. Dan tidak butuh waktu lama dia berhasil menangkapnya. "Ayah pasti akan senang makan ikan bakar malam ini!" serunya sambil tersenyum kesenangan, mengabaikan si ikan yang mulai sesak kehabisan napas.

Sumbi berusaha bicara atau berteriak. Namun, dia tahu betul bahwa hal itu tidak akan berguna. Sebab, sebagai ganti menjadi manusia selama sebulan penuh, dia harus merelakan satu harinya menjadi ikan mas alih-alih seekor duyung. Dan jika dia sudah masuk ke air lalu berubah menjadi ikan mas, maka Sumbi tidak bisa segera berubah menjadi manusia. Dia harus menunggu pagi tiba.

Sumbi sama sekali tidak pernah menduga bahwa Sangkuriang akan menangkapnya seperti ini. Jadi, ketika dia menggelepar-gelepar berharap putranya itu mengerti, sebuah parang terayun ke arahnya.

***

"Ayah sama sekali tidak penasaran ke mana Ibu pergi?" tanya Sangkuriang sembari menatap ayahnya yang sedang makan dengan lahap.

Tumang mengangguk, kemudian menggeleng. "Ibu pasti kembali ke rumah. Sama seperti Ayah," jawabnya, lalu mengusap puncak kepala anaknya itu sebelum beralih menatap ke arah luar jendela. "Kamu percaya pada Ayah dan Ibu, kan?" tanyanya.

Sangkuriang mengangguk.

"Pintar. Kalau begitu mulai hari ini kita tidak lagi menangkap ikan, ya? Ayah alergi ikan dan kamu juga. Itulah kenapa Ibu tidak pernah memasak ikan selama ini dan hanya menjualnya ke pasar," ujar Tumang, kembali memasang senyum penuh pengertian.

Untung dia datang tepat waktu. Jika saja dia terlambat menghentikan Sangkuriang, mungkin dia sudah kehilangan istrinya sekarang.

"Iya, Ayah," angguk Sangkuriang patuh. "Jadi, perahu yang kita buat waktu itu akan dijual, ya?" tanyanya lagi seolah-olah tidak ingin percakapan ini berakhir.

Tumang mengangguk. "Ya. Bukankah kita sudah membuat kesepakatan untuk tidak menangkap ikan mulai dari sekarang? Jadi Ayah harus menjual perahunya," katanya. "Ayo makan yang banyak biar kamu kuat berburu besok," tambahnya.

Sangkuriang memasang cengiran sambil mengangguk semangat. Setelah itu, percakapan terus berlanjut membahas hal-hal lain seputar perburuan dan rencana-rencana esok bersama gelak tawa mengisi meja makan yang diterangi remang-remang lilin, membiarkan kehangatan melingkupi cengkrama dua orang itu.

Setidaknya, tidak ada anak durhaka dalam ketidaktahuan yang tidak sengaja membunuh ibu atau ayahnya di sini. Dan seseorang dalam jubah besar yang berdiri di balik semak sana lagi-lagi memasang seringaian ganjil. Katanya, "Setidaknya belum untuk saat ini." [ TAMAT ]

◇ ○ ◇

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro