Bab 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kau tahu, apa yang paling mengejutkan daripada memenangkan lotre? Ya, itu adalah saat kau terbangun dan tiba-tiba menjadi anak orang kaya. Kau akan merasakan kasur yang empuk setiap kali tertidur, kau akan menyantap aneka ragam menu di atas meja makan yang teramat panjang, kau akan mengenakan pakaian mewah yang susah didapatkan dengan hanya 540.000 won, dan masih banyak lagi.

Hal yang paling menonjol dari identitas keluarga konglomerat adalah rumah mereka yang luasnya ratusan hektar. Percaya atau tidak, aku tinggal di dalam sana. Hatiku terkagum-kagum untuk sesaat, namun begitu kusadari bahwa semua fasilitas yang ada bukanlah hakku, aku mulai murung.

Kemudian, seorang wanita paruh baya datang. Mungkin belum cukup tua, tetapi kutaksir usianya sekitar empat puluhan. Ia cantik dengan riasan sederhana dan pakaian glamornya. Beberapa minggu ini, aku harus memanggilnya 'Ibu'. Meskipun aku tahu, ibuku yang sesungguhnya telah tiada.

"Bagaimana kondisimu? Sudah merasa baikan?"

Aku menarik sudut bibirku ke atas menyambut hangat pelukannya. Beliau adalah nyonya besar di mansion ini. Ibu kandung dari wanita yang tubuhnya aku kuasai, Han Soojin.

"Baik, Bu. Aku makan dengan teratur, dan meminum susu secara rutin. Kau lihat? Aku bertambah kuat."

Ibu terkekeh mendengarku. Lalu, kalimat seperti ini keluar lagi dari bibirnya yang manis, "Sohyun, kau bertingkah seperti anak kecil lagi. Apa yang terjadi padamu, Putriku? Kau tidak ingat, dua hari lagi kau genap 26 tahun." Ibu kemudian mengusap puncak kepalaku dan aku menikmatinya.

Orang-orang dari masa laluku berkata bahwa aku terlihat jauh lebih dewasa dari umurku saat itu. Tetapi, apapun opini mereka, aku tetaplah gadis 20 tahunan yang hidup lima tahun tanpa orang tua. Aku bertingkah dewasa karena mereka mengharapkannya. Walau sejujurnya, aku masih sangat ingin dimanja. Apakah ini kesempatanku untuk mengulang masa lima tahunku yang hidup tanpa ayah dan ibu? Tidak. Itu artinya aku egois.

Siapa aku? Aku hanya pengganti Kim Sohyun. Seorang wanita malang, yang baru saja kehilangan janinnya. Wanita yang hidup penuh depresi dan bergantung pada obat-obatan. Wanita dengan kenangan buruk yang menikah dengan keterpaksaan. Wanita yang bahkan tidak disayang oleh siapapun kecuali oleh ibu dan kakak kandungnya sendiri.

Ya Tuhan, ternyata, hidupku tidak lebih buruk dari wanita ini. Lalu, kenapa kau tak membawaku pergi saja tetapi malah mengembalikanku ke dunia?

"Jisoo diterima casting. Ia akan memulai syuting drama pertamanya. Kita berdua harus menontonnya, Sohyun. Kakakmu pasti akan sangat senang jika mengetahui dukunganmu padanya."

Kim Jisoo adalah putri sulung keluarga ini. Dia wanita yang cantik hanya dalam sekali lihat. Tak heran jika ia menjadi seorang selebritis. Dari ingatan Sohyun yang terbatas, Jisoo lebih tua tiga tahun di atasnya. Yang artinya, wanita itu saat ini berusia 29 tahun.

Jangan bingung kenapa pengetahuanku dari ingatan Sohyun ini terlalu sedikit. Sebab, Sohyun yang menjatuhkan dirinya dari lantai lima rumah sakit, nyatanya membuat dirinya sendiri mengalami amnesia parsial. Dan itu akan pulih dalam hitungan bulan, bahkan tahun.

"Sohyun, pria itu akan menjemputmu lusa."

Dan barusan adalah kabar terburuk sepanjang masa. Sebutan 'pria itu' cukup untuk memutar memori yang diselipkan ibu padaku beberapa hari lalu. Seorang pria tidak bertanggung jawab, yang tega menelantarkan istrinya dan tak berkabung atas kematian darah dagingnya. Mendengar ibu menyinggung soal dia saja sudah membuatku muak. Kenapa baru sekarang pria itu muncul? Ke mana dia di saat tubuh Sohyun kritis di rumah sakit?

Walaupun aku tahu, perbuatan Sohyun salah, tetapi pria itu justru yang lebih salah. Aku benci padanya meskipun belum pernah mengetahui wajahnya seperti apa.

"Bu, apa aku harus ikut bersamanya?"

"Tentu saja, Sayang. Kau istrinya," tegas ibu.

"Lalu, apakah ada seorang pria yang pantas disebut suami jika pria itu seolah-olah sibuk memikirkan diri sendiri, melupakan istrinya yang sekarat dan anaknya yang telah tiada?"

"Nak-"

"Bu, aku akan ikut bersamanya. Tetapi ingat, ini demi keluarga kita."

Akan sangat aneh jika Kim Sohyun yang baru bangun dari koma ini menolak jemputan suaminya. Menikah karena sebuah 'kecelakaan' saja tidak cukup mendukung alasannya untuk tetap tinggal di rumah orang tua. Bagaimanapun, Kim Sohyun telah menjadi bagian dari keluarga suaminya. Tanggung jawabnya bukan hanya pada keluarga sendiri, melainkan juga keluarga suaminya.

"Terima kasih, Sayang. Ibu janji, akan menjagamu dari jauh."

"Ibu jangan khawatir, aku sudah dewasa. Aku akan menangani segalanya dengan baik."

"Lihat, dalam sekejap kau berubah bijak. Dasar anak ibu."

***

Hari yang paling tidak kutunggu-tunggu tiba. Ibu mengantarku ke halaman depan dengan membantuku menyeret koper berisi beberapa helai pakaian. Jisoo tidak dapat menyaksikan kepergianku karena jadwal syutingnya yang padat. Sementara, ayah Sohyun, Kim Yeosang, memilih pergi ke kantornya daripada melepas putri bungsunya ke sang suami.

"Sohyun, itu dia mobilnya!"

Sejenis mobil coupe bermerk fantastis berhenti tepat di hadapanku. Aku ragu untuk masuk, namun ibu buru-buru membukakan pintu dan membuatku duduk di bangku depan dekat kursi pengemudi.

"Nah, Sohyun, selamat jalan. Kalau ada masalah, telepon ibu ya?"

Aku refleks mengangguk dan masih enggan melihat bangku di sebelah kiri. Meskipun penasaran setengah mati pada si pemilik gelar "suami Sohyun", aku tetap urung menoleh.

Selama di perjalanan, tidak ada percakapan apapun. Itu adalah hal yang paling kubenci karena sesungguhnya, aku adalah orang yang banyak bicara. Bahkan cenderung mendominasi sebuah percakapan.

Jemu, akhirnya aku membuka jendela. Tampak puncak tower 83 berada di antara gedung-gedung kantoran. Kapan ya, terakhir kali aku menikmati pemandangan dari dalam mobil? Sepertinya aku yang dulu terlalu fokus mengantar pesanan kue hingga pemandangan terakhir kali yang melekat di kepalaku adalah pintu apartemen nomor 208. Hah ....

"Hey, tutup jendelanya! Debunya jadi masuk ke dalam mobil!"

Omong kosong apa sih, tidak ada debu yang berhamburan dari luar sana. Pria ini sangat berlebihan.

"Kubilang tutup! Kau dengar tidak?"

Aku mengabaikannya dan tetap menikmati suasana. Embusan angin ini membuatku merasa lebih hidup. Saat aku asyik memejamkan mata, tiba-tiba kaca jendela naik. Otomatis, aku memundurkan kepalaku karena takut leherku akan terjepit.

"Kau sengaja ya?!" pekikku pada pria yang menyetir mobil.

"Salahmu sendiri, aku sudah memperingatimu tapi tidak kau gubris."

Tunggu, dia lebih muda dari bayanganku. Sudah jelas kan, orang kaya terlalu banyak uang sehingga mereka sering melakukan perawatan. Makanya tampak lebih awet muda. Aku hanya terlalu memikirkan keadaan yang berbalut emosi ini. Tenang, Yooseul. Kau harus mengontrol tempramentalmu.

"Hey, berapa usiamu?"

"Haha, kenapa kau menanyakan itu wanita tua?"

"Jadi benar, ya, kau lebih muda dariku. Tetapi sayang...."

"Sayang? Kenapa sayang?"

"Kualitas paru-parumu sudah seperti kakek berusia 90 tahun."

Badanku terhempas ke depan seketika. Pria ini mengerem mobilnya secara mendadak, hampir membuat kami celaka.

"Lihat! Baru sadar dari koma, bicaramu jadi sangat kurang ajar!"

"Memangnya kenapa? Aku punya mulut, jadi bebas berbicara apapun!"

Kacau. Aku kehilangan kontrol atas diriku sendiri. Belakangan, aku jadi sangat sensitif. Ditambah lagi harus menghadapi suami seperti ini. Ya Tuhan, apa dosa yang telah kulakukan di masa lalu?

Aku dan dia saling melotot. Terlihat betapa ia menahan emosi dan sangat ingin memukulku, tetapi entah mengapa niatnya batal dan ia melampiaskannya dengan memukul setir kemudinya. Baguslah, aku juga tidak perlu membalas sikapnya yang barusan.

Kami pun melanjutkan perjalanan hingga tiba di sebuah apartemen megah. Pria itu langsung saja turun tanpa menungguku keluar dari mobil. Terpaksa aku tergesa-gesa mengambil koper dan mengikuti langkah kakinya yang amat lebar. Huh, napasku nyaris tak tersisa.

Ketika kami masuk lobi, semua orang membungkuk dan memberi salam. Kupikir, ini pelayanan apartemen paling ramah yang pernah kujumpai. Seorang bell boy dengan cekatan mengambil alih koperku dan mengekoriku sampai ke dalam lift. Mulutku menganga, saat pria di depanku ini memencet top floor. Penthouse?? Otakku seakan mau meledak membayangkan ada berapa banyak won yang harus dihabiskan untuk biaya sewa apartemen tersebut. Rasanya mau pingsan saja.

"Terima kasih," ucapku pada bell boy ramah itu seketika sesudah sampai di lokasi yang dituju.

Terlihat pria di depanku masih mengabaikanku dan mengeluarkan sebuah kartu lalu menempelkannya pada pintu. Ini sungguh sangat mewah....

"Masuk," katanya. Karena terlalu kagum, aku masuk terlebih dahulu bahkan sebelum ia memintanya.

"Kau?!" umpatnya yang tertangkap oleh telingaku. Namun, boro-boro menanggapinya, aku justru berlari kecil ke dalam ruangan dan melihat pemandangan kota Daegu dari dalam jendela kaca yang sangat besar.


"Ini tempat tinggalmu?" tanyaku kemudian.

"Bukan."

"Hah, apa?? Lalu kau tinggal di mana?" Atensiku langsung beralih padanya. Jika ia tidak tinggal di sini, lalu aku tinggal sendirian begitu? Sudah gila ya!

"Aku tinggal bersama orang tuaku," jawabnya enteng.

"Hah, kau tidak pernah menjenguk istrimu barang sedetik pun di rumah sakit ketika koma! Kau tidak berduka mendengar kabar kematian bayimu meskipun kau tau! Dan sekarang, dengan gampangnya kau bilang tinggal bersama orang tuamu sedangkan kau baru saja mengantar istrimu masuk ke sebuah apartemen mewah? Kau gila?!"

"Tunggu sebentar. Kau bilang apa? Istri?"

"Tentu saja. Apa lagi? Aku ini istrimu. Walaupun kita menikah tanpa kemauan masing-masing, statusku tetaplah istrimu. Kau jangan lupa!" Keluar sudah emosiku yang lama kutahan-tahan.

"Hahaha...."

"Kau tertawa? Aku sedang marah dan kau menganggapku remeh?"

"Maaf, Kakak ipar. Apakah kecelakaan itu benar-benar menghapus hampir seluruh ingatanmu?"

"Kakak ipar? Siapa? Aku?"

Aku mulai bingung. Kenapa dia memanggilku kakak ipar? Aku istrinya kan?

"Dia suamimu dan aku adiknya, Kim Hyunjin."

Mengikuti telunjuknya yang mengarah ke balik badanku, aku dibuat sangat terkejut. Apa mungkin pria yang namanya tercetak pada sebuah sertifikat yang dibingkai eksotis ini adalah suamiku? Kurasa, aku familiar dengan namanya. Tetapi, pernah lihat di mana, ya?

Tbc...

Hari ini aku up sampe bab 1 dulu ya, guys...
Happy Monday :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro