2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kehilangan bukan berarti kau berhenti hidup dan menjalani kehidupan."

***

Taehyung POV

"Taehyung, bisa kamu jemput kakakmu di bandara?"

Bandara?

"Taehyung, apa kau mendengar Papa?"

Aku meletakkan sebingkai foto yang sedari tadi kupegang erat. Kuhela nafas dalam-dalam. Sejak kematiannya, hingga saat ini pun aku masih trauma pergi ke bandara. Tempat yang pernah aku sesali sebelumnya. Atau mungkin-- seumur hidup?

"Kau masih merasa bersalah akan kematian Seoyun?"

Aku tak bisa mengelak kalau diriku masih merasa amat bersalah. Seandainya aku mengantar Seoyun ke bandara hari itu, mungkin aku masih sempat menemuinya. Memandang wajahnya untuk yang terakhir kali dan mencium keningnya.

"Taehyung, sudah tiga tahun, Nak. Sudah tiga tahun kejadian itu berlalu. Kau harus tetap melanjutkan hidupmu. Hilangkan rasa takutmu.."

"Pa, sekeras apapun Taehyung mencoba, Taehyung tetap tidak bisa. Taehyung tidak sanggup melupakannya."

Sejauh ini, papa dan mama berusaha mengenalkan seseorang padaku. Wanita cantik, berkarier dan memiliki adab yang sempurna. Tetapi, hatiku seolah terbentengi dinding beton yang keras dan tinggi. Seoyun adalah satu-satunya bagiku, dia pemilik hatiku. Tak ada yang lain yang lebih pantas selain dia. Bagaimana Seoyun bisa tergantikan? Dia cinta pertamaku!

Tiga tahun yang lalu, sehari sebelum ulang tahunku, kami menikah. Di jari manisnya, telah kupasangkan sebuah cincin kawin. Aku mencintainya sejak SMA dan nasib mempertemukan kami kembali di bangku kuliah. Tanpa kutahu, ternyata Seoyun juga menyukaiku. Sebuah keberuntungan datang, ketika aku mengetahui bahwa Seoyun ternyata belum ada yang memiliki. Aku langsung saja melamarnya dan menjadikannya istriku setelah kami lulus kuliah.

Namun, mengapa kemalangan ini harus berlangsung dan menimpa kami setelah kami menikah?

Kami hanya sekali menghabiskan malam bersama. Kemudian, Seoyun mendapat panggilan dari luar negeri. Ia diminta untuk menemui seorang klien yang memesan desain gaun pengantin buatan Seoyun, istriku. Ya, istriku adalah seorang designer profesional. Ia bekerja di sebuah butiknya sendiri, tak hanya dalam negeri, tetapi juga secara internasional.

Dan karena pekerjaan itu, Seoyun harus meregang nyawa ketika pesawat yang dinaikinya tiba-tiba lost contact dan ditemukan jatuh bebas di perairan Cina bagian selatan.

Aku menangis. Aku jatuh terduduk di kedua lututku yang terasa sangat lemas. Istriku.. kekasihku..milikku.. harus pergi ke langit meninggalkanku di hari pernikahan kami yang ke-tiga. Singkat sekali.

Kenapa Tuhan harus mencabut nyawanya lebih awal? Mengapa Tuhan tak biarkan aku bahagia lebih lama?

Pertanyaan itu yang terus berputar di kepalaku. Membuatku terjaga setiap malam dan hampir tak bisa makan selama berhari-hari. Terlebih, tubuh Seoyun yang tak pernah bisa ditemukan oleh tim penolong. Aku mengutuk diriku sendiri atas tragedi hari itu.

Kemana kau pergi, Seoyun?

Aku selalu merindukannya. Berharap ia pulang. Berharap ia kembali ke pelukanku dan akan tetap selamanya di sisiku. Namun, semua itu adalah penantian yang sia-sia.

Sekarang sudah tiga tahun. Tak ada tanda-tanda Seoyun kembali. Mungkin benar, ia telah pergi. Sayangnya, hatiku tak dapat menerima kebenaran ini. Aku sangat yakin, istriku masih hidup dan ia tengah menungguku untuk menjemputnya pulang.

"Baiklah, Taehyung. Papa tidak akan memaksamu untuk menjemput Kakakmu. Kau bisa istirahat di kamar. Netralkan pikiranmu, jangan terlalu depresi. Kau harus tetap hidup dan menjalani hari-harimu. Masih banyak orang yang membutuhkanmu Taehyung, termasuk Papa."

"Papa ingin kau ceria seperti dulu."

Papa menepuk pundakku dan berjalan meninggalkan kamarku.

Tidak! Aku tidak boleh begini! Aku harus tetap hidup atau aku akan selamanya terjebak dalam penyesalan yang tak berujung.

Aku ingin hidup demi Seoyun. Ia akan sakit jika melihatku sedih setiap hari.

Aku mengambil kunci mobil yang ada di nakas, lalu berjalan menyusul papa.

"Aku akan menjemput Kakak."

"Taehyung? Jangan memaksakan dirimu, Nak.."

"Pa, keputusan Taehyung bulat. Taehyung yang akan menjemput Kakak."

Papa tersenyum lega dan memelukku.

"Inilah Kim Taehyung, anak Papa yang pemberani!"

***

"Taehyung?!"

Aku melepas kacamata hitamku dan melambaikan tanganku pada seorang lelaki tampan yang sedang berjalan ke arahku.

Astaga, apakah itu keponakanku?

Wajahku yang tadi begitu datar, kini tersenyum ramah saat bocah lima tahun itu menghampiriku. Hatiku melunak.

"Hyunki-ah~!"

"Uncle.."

Hyunki berlari kecil ke arahku. Setelah tiba, aku angkat tubuhnya tinggi-tinggi, kemudian aku peluk dan aku ciumi kedua pipinya yang gemuk!

Aku merindukan anak ini!

"Taehyung-ah, apa kamu menunggu lama?"

"Tidak juga, Kak. Lagipula, kehadiran Hyunki cukup menghiburku!"

Aku mencubit pipi kiri Hyunki dan dia hanya tertawa kecil.

Namaku Kim Taehyung. Putra kedua dari seorang pengusaha kaya pemilik kampus elit, Hangsang University. Hari ini, aku menjemput kakak dan kakak iparku yang baru saja pulang dari British. Ya, aku sempat bilang kan bahwa papa pengusaha kaya? Cabangnya bahkan sampai ke luar negeri.

Kakakku bernama Taeyeon. Umurnya 33 tahun, enam tahun di atasku. Kak Taeyeon ikut suaminya, Kak Baekhyun alias kakak iparku, saat ia diminta papa untuk memimpin perusahaan yang bercabang di British.

Kak Baekhyun lah yang menyapaku sejak awal.

"Kupikir kamu tidak akan datang menjemput kami."

"Oh ya? Bagaimana aku mengabaikan keberadaan anak kecil ini? Keponakan tercintaku, huh?"

Kak Baekhyun tertawa nyaring. Yah, mungkin dia juga merasa prihatin. Di umurku yang hampir berkepala tiga, aku masih belum memiliki momongan.

"Dimana Kak Taeyeon?"

"Sedang ke toilet. Dia meminta kita menunggu di mobil saja."

"Baiklah. Ayo, kubantu membawakan koper Kakak."

***

"Jadi, bagaimana menurutmu Baekhyun? Apakah keputusan Papa sudah tepat?"

Papa, aku, dan Kak Baekhyun saat ini sedang berdiskusi. Karena aku telah memutuskan bahwa aku sepenuhnya sudah siap memikul tanggung jawab perusahaan, papa segera ambil tindakan.

"Aku setuju saja, Pa. Tetapi, Baekhyun merasa kalau Taehyung belum benar-benar matang untuk diletakkan di posisi itu."

"Maksudmu?"

Benar. Aku sebenarnya belum siap masuk ke dalam lingkungan 'jabatan tinggi' yang serba sibuk. Aku hanya siap dalam mengumpulkan niat. Aku justru tidak yakin, apa keputusan yang kuambil ini benar-benar final ataukah tidak.

Aku harus kembali hidup dan memulai kesibukan. Aku harus meniti karierku dan membahagiakan Papa.

"Lalu, bagaimana solusi yang tepat? Kamu tau kan, Taehyung ini sudah semakin dewasa. Dia juga sudah lama ambil bagian di marketing. Papa rasa, Taehyung sudah siap ditempatkan di posisi direktur."

"Begini Pa,"

"Maaf Taehyung, jika kau mungkin tersinggung.."

Sela kakak terhadapku di tengah pembicaraannya dengan papa.

"Taehyung menjemputku hari ini saja itu sudah menjadi kemajuan. Ia baru saja bangun dari keterpurukannya, ia baru mulai menghadapi rasa takutnya. Akan sangat tidak bagus kalau dia ditempatkan di posisi direktur. Istilahnya, bukan tiba-tiba tetapi belum tepat waktu. Kita perlu menunggu sampai Taehyung melupakan permasalahannya, sampai dia merasa terbiasa menjalani hidup. Kita kembalikan dulu emosi Taehyung ke semula dan membuatnya lebih dewasa lagi."

Kakak sekali lagi benar. Walaupun usiaku 27 tahun, namun kuakui kalau emosiku masih sering tak terkontrol. Sudah tiga tahun ini aku bekerja di kantor papa dan masuk bagian marketing. Aku mempelajari segala bentuk aktivitas kantoran dan mengadaptasikan diri sebelum ditunjuk papa sebagai penerusnya.

Semua menjadi nihil sejak Seoyun pergi. Pekerjaanku mulai tidak fokus dan aku sering membuat masalah di kantor. Sampai akhirnya, papa memberikanku cuti enam bulan yang lalu. Cuti yang cukup lama.

"Lalu apa solusi darimu, Baekhyun? Papa sudah tak bisa berpikir lagi."

Kakak menoleh padaku lalu menepuk pundakku.

"Apa kau mau mendengar nasihat Kakak, Taehyung? Apa kau mau menerima solusiku?"

"Aku percayakan semua padamu, Kak."

"Baiklah, aku akan mengatakannya."

Kak Baekhyun mengeluarkan sebuah dokumen. Pada bagian sampul mapnya bertuliskan 'Hangsang University'. Aku tak mengerti, mengapa Kak Baekhyun mengeluarkan kertas-kertas itu.

"Ini adalah dokumen penting Universitas Hangsang. Disini berisi semua kontrak kerja dosen yang mengajar di sana. Aku menyimpan dokumen lain yang berisi data identitas mahasiwa beserta perkembangan akademiknya di kampus."

"Tunggu, Kak. Aku tidak paham, apa tujuan Kakak membicarakan ini? Bukankah ini sudah di luar topik?"

"Tidak, Taehyung. Justru ini ada sangkut pautnya denganmu."

Papa dan aku menjadi semakin tertarik dengan ide Kak Baekhyun. Kami sama-sama penasaran.

"Karena Papa juga memintaku untuk mengurus Universitas Hangsang, jadi semua laporan masuk melalui email maupun secara langsung ke mejaku. Disebutkan bahwa jumlah dosen pengajar di Fakultas Ekonomi Bisnis masih minim. Bukankah Taehyung lulusan Ekonomi Bisnis juga? Bagaimana kalau kita biarkan Taehyung menjadi dosen sampai emosi dan kedewasaannya benar-benar pulih?"

"Dosen?"

Ucapku dan papa bersamaan. Kalau mau memulihkan keadaanku, kenapa harus berprofesi sebagai dosen? Itu tidak logis.

"Memang tidak logis. Tetapi, ini bukan dilihat dari alasan logis-tidaknya. Ini dilihat secara psikologis. Emosi Taehyung akan diuji dari bagaimana cara ia mengajar, bagaimana ia menyusun materi dan menyiapkan tugas serta bagaimana cara ia memberikan nilai pada mahasiswanya. Tentu saja semua hal itu tidak dikerjakan secara subjektif. Serta tidak mungkin juga ia melibatkan masalah pribadi ke ranah tersebut kan?"

"Kedewasaannya pun juga akan diuji. Bagaimana cara Taehyung mendidik dan membimbing mahasiswanya, serta bagaimana cara ia memberi solusi dan menyelesaikan masalah dari keluhan mereka, adalah cara terbaik untuk membuktikan bahwa pikiran Taehyung sudah seperti orang dewasa."

"Orang bilang, berkumpul dengan anak muda akan membuat jiwa kita ikut muda. Anak muda itu yang akan memberikan energi positif bagi Taehyung untuk bangun dari masa terpuruknya lebih cepat. Taehyung akan banyak menemukan pelajaran berharga yang men-charge semangat hidupnya hingga ia lebih cepat juga melupakan masalahnya. Apabila cara ini berhasil, aku sangat yakin ia sangat siap berada di posisi direktur."

Kakak membuatku dan papa terkagum-kagum. Pemikirannya sungguh luarbiasa hebat. Aku akui, Kak Baekhyun adalah problem solver tercerdas di muka bumi ini. Apa salahnya kalau aku mencoba saran darinya?

"Baekhyun... Idemu bagus. Papa setuju! Bagaimana denganmu, Taehyung?"

"Taehyung juga setuju, Pa."

Namun aku kembali ragu. Anak muda? Mereka juga penimbul masalah. Bisakah aku menghadapi mereka?

***

Aku berkaca sambil merapikan dasiku. Hari ini adalah hari pertama aku memulai hidup. Aku awali langkah ini dengan memasuki sebuah universitas elit yang didanai oleh perusahaan papaku. Bukan hanya didanai, papa juga pemilik sahnya. Kakek buyutku adalah pendirinya dan beliau mewariskan gedung itu pada papa.

Saatnya menjadi dirimu yang baru, Taehyung. Kau harus berjuang untuk tetap hidup! Demi keluargamu.. dan juga.. Seoyun.


To be Continued..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro