20

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Taehyung POV

"Namamu siapa, Nak?"

"Kim Taehyung, Bu."

"Kau terlihat dewasa, berapa umurmu?"

Keringat dinginku pun jatuh. Tenggorokanku terasa seperti di gurun pasir. Dan tidak tau mulai kapan, jari-jemariku bergerak resah di belakang tubuh.

"27 tahun.."

Jawabku yang diikuti dengan suara menelan ludah.

Gulp.

Setelah itu suasana hening. Aku dan seorang wanita paruh baya di depanku hanya terlibat pandang-memandang. Aku tahu, ada keraguan di kedua maniknya. Sesaat, ia mengamatiku, sesaat kemudian ia mengamati cecunguk muda yang ada di sampingku (baca : Hanbin). Dan sesaatnya lagi, ia memandang seorang gadis cantik yang menjadi alasan mengapa aku bisa berdiri disini dengan berani.

Begini ceritanya.

Dua hari sebelumnya adalah hari dimana Sohyun harus memberiku jawaban. Aku harap-harap cemas saat itu, namun kegelisahanku tak begitu kutampakkan. Mengingat aku seorang lelaki, aku sebisa mungkin bersikap bijaksana dan tenang dalam menghadapi apapun.

Malam itu, aku dan dia sepakat untuk bertemu di salah satu taman yang letaknya tak jauh dari lokasi kos Sohyun. Sembari menunggunya, aku terus merapalkan kalimat-kalimat yang sengaja aku siapkan jikalau ia menolak perasaanku.

Lagian, terdengar konyol kan saat tiba-tiba aku datang padanya dan mengatakan cinta? Malah lebih tepatnya aku mengajaknya menjalani hubungan kekasih. Aku tak peduli kalau menit itu juga harga diriku sebagai dosen dingin jatuh. Faktanya, aku sudah terjatuh sejak awal. Sejak aku mengenal gadis itu, aku terjatuh pada palung pesonanya.

Perkara hati memang terlalu rumit untuk dibahas. Dan aku tak mau tenggelam terus dalam kepenasaran, mungkin ini pilihan terbaik. Aku harus bertindak sebelum aku didahului oleh sahabat masa kecilnya.

"Pak.."

Ya Tuhan, dia datang.

Perasaanku makin tidak menentu. Aku menghirup oksigen yang rasa-rasanya menipis bahkan hampir tidak tersedia di sekitarku. Jantungku tidak bisa tenang, ia terus saja bermaraton.

Ok. Siapkan dirimu Taehyung. Kau sudah bergerak sejauh ini, bahkan sampai kau tentang Papamu sendiri. Kau harus berani..

"Kau sudah punya jawabannya?" Tanyaku to the point, karena memang aku bukan tipe orang yang suka bertele-tele.

"Eum... Begini.." Ia berbicara tanpa menengadahkan dagunya untuk menghadapku. Ia memainkan sepatunya di bawah sana.

Astaga.. kenapa jadi gemas begini!

Jawab saja langsung, Sohyun. Kau membuatku penasaran.

"Ya? Katakan saja Sohyun. Aku sudah siap kalaupun kau tolak nanti." Kataku putus asa.

"Hei, kemana Pak Taehyung yang kulihat tadi pagi? Dia bukan orang yang mudah menyerah seperti ini loh."

"Oke. Jadi maumu bagaimana?"

Sohyun tersenyum, sekarang kedua matanya yang indah menatapku penuh keyakinan.

"Besok lusa, Ibuku datang ke Seoul. Jika Bapak mau mendekati putrinya, maka Pak Taehyung harus mendapat restu ibunya dulu."

"Apa? Bertemu calon mertua?!!"

Oh tidak! Aku belum bercukur! Kantung mataku pasti kelihatan menyedihkan karena aku jarang tidur gara-gara mengurusi tugas dari kampus.

Kacau! Bagaimana kalau Ibu Sohyun langsung mendiskualifikasi dan mendepakku seketika setelah melihat penampilanku begini?

"Bapak kenapa? Kok panik gitu? Kalau nggak berani ya sudah.."

"Eh, tunggu! Siapa bilang aku tidak berani? Aku belum mengatakan apapun." Elakku.

Wah, andai saja Sohyun bisa membaca isi hatiku. Dia akan mengejekku habis-habisan.

"Baiklah. Aku terima permintaanmu tadi. Tapi janji ya, kalau aku berhasil memenangkan hati Ibu mertua, maka kau benar-benar akan aku nikahi."

"Hei! Menikah?? Bapak kan cuma bilang mau ngajak pacaran. Nggak ada nikah-nikahan!"

"Lihat saja nanti.. kau sendiri yang akan memintaku untuk menikahimu, Sohyun." Aku tertawa geli.

"Tidak akan!!"

"Kupegang kata-katamu."

.

.

.

.

"Sohyun, jadi dia dosenmu?"

Meskipun keberadaan Sohyun dan ibunya agak jauh dariku, aku bisa mendengar percakapan mereka.

"Iya, Bu."

"Apa kau sedekat itu dengannya?"

"Iya.. karena Pak Taehyung itu dosenku. Memangnya ada yang salah, Bu?"

"Tidak. Hanya saja ibu merasa aneh. Tidak biasa mahasiswi sedekat ini dengan dosennya."

"Nanti juga Ibu akan tau alasannya."

Mereka pun kembali menuju ke arahku dan Hanbin. Ngomong-ngomong soal Hanbin, aku sungguh merasa sial. Bagaimana Sohyun bisa memintaku untuk memenangkan hati ibunya sementara Hanbin sudah lebih dulu mengenal dan dekat dengan beliau.

Jika diibaratkan memanjat tebing, Hanbin itu sudah 1000 meter di atasku. Sementara aku masih kesusahan menempelkan kakiku di dasar tebing. Dan butuh memeras keringat agar posisiku sejajar dengan Hanbin meskipun itu mustahil.

"Pak, kami sudah selesai bicara. Apa bisa mengantarkan kami pulang?"

"Ah, ya. Baiklah."

Aku membukakan pintu untuk mereka berdua di kursi belakang mobilku. Dan selanjutnya, Hanbin tak punya pilihan lain. Ia duduk di depan bersamaku.

Seharusnya itu bangku milik Sohyun. Argh..
Akubtidak rela mencium bau pantatnya disana. Lihat saja, setelah ini akan aku beri antiseptik agar bakteri-bakteri 'orang ketiga' terusir dari dalam mobilku.

***

Sohyun POV

"Ya ampun, Bapak ngapain repot-repot bawa kami makan ke restoran?"

Bisikku sambil mencubit lengan Pak Taehyung ketika kami baru saja sampai di halaman parkir sebuah restoran mewah.

Ibu dan Kak Hanbin berjalan mendahului kami di depan.

"Ya, nggak papa lah. Aku tau Ibumu pasti lapar, kau pun juga."

"Bapak sok tau. Bapak ini licik sekali ya!"

"Licik?"

"Iya. Sekarang saya jadi banyak hutang sama Bapak. Bapak sendiri tau, saya sedang krisis keuangan."

"Siapa yang minta kamu buat ganti uang makan nanti?"

"Ah, Bapak jangan bercanda. Ini restoran mewah, makanannya pasti mahal-mahal. Nggak mungkin Bapak seikhlas itu mengeluarkan uang untuk kami."

"Apa sih yang nggak buat calon mertua? Lagipula, kau bisa membalas budi kebaikanku dengan menyiapkan sarapan setiap pagi, saat kau jadi istriku nanti."

Bugh.

Lagi— kupukul lengan Pak Taehyung. Sedari tadi dia menyebut ibu sebagai ibu mertua. Dan Pak Taehyung kembali bicara ngelantur. Bagaimana tidak kesal? Kalau sampai ibu mendengarnya, bisa rumit urusanku.

"Jaga omongan Bapak baik-baik. Dan jangan main panggil sembarangan.."

"Nggak sembarangan kok, sini tangan kamu."

"Buat apa?"

"Udah sini!"

Pak Taehyung mengambil kedua tanganku. Ia membalikkannya, dan membuat bagian telapak tanganku menghadap langit.

Jempol jarinya ia gunakan untuk mengusap permukaan telapak tanganku. Kedua matanya fokus ke sana.

"Ini.. masa depan kita ditunjukkan disini. Dari garis tanganmu, sudah cukup terbukti kalau di masa depan kita akan menikah dan punya anak. Kau jadi mommy, dan aku jadi daddy."

Langsung kutarik kedua tanganku setelah Pak Taehyung berbicara ngawur.

"Bapak udah gila ya?"

"Kan aku gila gara-gara kamu, Sohyun.."

"Nggak denger!!"

Aku buru-buru kabur dari Pak Taehyung karena disaat yang sama ibu memanggil namaku.
Saat lari pun aku bisa mendengar tertawaannya yang sekeras toa.

.

.


.


"Bu, makan yang banyak. Biar tetep sehat. Ini,"

Pak Taehyung mengiris sesuatu yang tadi ia pesan. Aku tidak tau itu apa, yang jelas kelihatan lezat. Irisan itu lalu ia taruh di atas piring ibu.

"Daging ikan tuna, baik untuk kesehatan jantung. Kandungan proteinnya 24-30 gram per 85 gram daging. Ikan tuna juga rendah lemak, Bu. Jadi tidak perlu khawatir kalau kolestrol dan berat badan naik."

Aku, ibu dan Kak Hanbin beruntun menyaksikan tingkah Pak Taehyung yang terlalu over.

Sehat sih sehat, Pak. Tapi ngejelasinnya nggak sampai sedetail itu. Aku yakin, ibu nggak paham maksudnya.

Tunggu, tadi ikan apa?

"Hm..."

Pikiranku buyar setelah kutangkap adegan Kak Hanbin memakan daging tuna yang sengaja Pak Taehyung sajikan untuk ibu.

"Hei, kamu! Nggak punya sopan santun, ya? Itu kan punya Ibu."

Bentak Pak Taehyung.

"Dagingnya enak, Pak. Sayangnya, Bibi tidak suka makan ikan-ikanan. Alergi. Iya kan, Bi?"

"Benar kata Nak Hanbin. Ibu alergi ikan. Ternyata, Nak Hanbin tidak pernah berubah ya, masih ingat apa yang Ibu nggak suka. Nggak salah Ibu milih Nak Hanbin buat jagain Sohyun di kota."

Ibu mengelus puncak kepala Kak Hanbin seperti anak kecil. Sementara, aku lihat raut kekecewaan yang ada di wajah Pak Taehyung.

Sedetik kemudian, senyumnya pun muncul.

"Jadi, kalau boleh saya tau, apa yang Ibu suka dan tidak suka?"

"Apa Sohyun punya selera yang sama seperti Ibu?"

"Kenapa Nak Taehyung ingin tau?"

"Karena, saya disini sebagai seorang laki-laki dewasa, yang juga merasa punya tanggung jawab untuk menjaga dan melindungi Sohyun. Saya harus tau segala hal tentangnya. Termasuk Ibu."





Pak Taehyung sangat percaya diri. Walaupun ia sempat merasa putus asa, dia tetap bangkit dan mencari cara untuk mendapat perhatian ibu.

Memperhatikannya, diam-diam senyuman ikut lolos dari bibirku.

Selamat berjuang, Pak. Semoga berhasil.































To be Continued.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro