38

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Sohyun mengemasi barang-barangnya yang tersisa di apartemen Taehyung. Tak ada alasan lagi baginya untuk tinggal, kebenaran sudah terpecahkan. Sohyun dan Taehyung tidak memiliki ikatan yang sah.

Sementara Taehyung, lelaki itu tak berbuat apapun untuk mencegah. Ia mendukung tindakan Sohyun, asalkan gadis itu tak pergi jauh darinya. Namun, fakta yang dinyatakan oleh Sohyun mengatakan lain.

"Pak, saya pamit. Saya akan pulang ke kampung halaman," ungkap gadis itu di depan pintu apartemen. Wajahnya tak berani menatap Taehyung seolah-olah ia dengan berat hati terpaksa melakukan demikian.

"Apa?! Bagaimana kuliahmu?"

"Mungkin Bapak belum tahu, tapi ... baru kemarin saya di-drop out karena uang kuliah tunggal saya belum terbayarkan."

"Sohyun ... kenapa nggak ngasih tahu aku? Aku pasti bantu kamu."

"Bapak udah banyak membantu saya, saya nggak mau ngerepotin lebih jauh lagi. Saya pamit, ya, Pak."

Sohyun membalikkan badannya, membawa tas di punggungnya yang ringkih. Perasaan Taehyung kacau begitu saja. Namun tetap, lelaki itu tak bertindak. Pikirannya masih terngiang dengan ucapan pamit Sohyun. Ia tidak tahu harus berbuat apalagi.

***

"Sohyun, aku ikut pulang, ya?"

"Nggak boleh, Kak. Kakak 'kan masih harus ngelanjut kuliah, gimana kalau orang tua Kakak nanyain nanti? Bisa-bisa aku yang disalahkan."

"Sohyun, ibu aku deket sama kamu. Beliau nggak akan marahin aku gara-gara nyusul kamu pulang."

"Pokoknya nggak boleh, atau aku bakal marah sama Kak Hanbin."

Perdebatan demi perdebatan harus Sohyun hadapi ketika berpamitan dengan orang-orang terdekatnya. Seperti Hanbin, Kak Jieun, Momo, dan teman-teman kosnya yang lain.

Sohyun tahu, masa depannya akan berakhir menyedihkan. Orang miskin sepertinya tidak pantas mengenyam pendidikan tinggi. Ia dari kampung, masa depannya pun hanya akan berkutat di kampungnya saja. Paling tidak, Sohyun bisa melanjutkan usaha ibunya sebagai penjahit. Hanya itu keahlian satu-satunya yang ia miliki.

"Sohyun ...," Hanbin memeluk tubuh sahabat kecilnya. Menyesal, seandainya sejak dulu Hanbin peka terhadap perasaan Sohyun, mungkin rasanya tidak akan sesesak ini mengetahui dirinya akan ditinggal pergi.

Benar, Hanbin menyukai Sohyun. Sebab itulah, dulu ia memutuskan Jihyo secara mendadak. Ciuman yang diberikan Hanbin malam itu benar-benar dalam kesadaran. Hanbin ingin mengungkapkan perasaannya pada Sohyun, tapi Sohyun terlanjur marah padanya. Dan sejak itu, Sohyun menjadi dekat dengan dosennya—Taehyung.

"Sohyun ... aku ... suka sama kamu."

Ucapan Hanbin membuat Sohyun meremang. Bukankah gadis itu seharusnya senang? Cinta pertamanya berbalas. Tapi tidak. Sohyun tidak merasakan apapun. Ia cukup lega karena mendengar pernyataan cinta Hanbin, namun ia sama sekali tidak merasakan kesenangan. Pikirannya tertutupi oleh hal lain.

Hanbin paham mengapa Sohyun tidak merespon ucapannya sama sekali. Hanbin sangat yakin, hati Sohyun telah dikuasai orang lain. Kini, tak ada lagi kesempatan untuknya menjaga Sohyun.

"Kak–"

"Nggak perlu dibalas, aku tahu kamu mencintai dosen itu. Dan aku nggak akan menolak fakta."

Hanbin melepas pelukannya, kedua tangannya kini menyentuh pundak Sohyun. Menyugesti agar gadis itu mempertimbangkan ulang keputusannya.

"Kamu bisa aja balik ke Boryeong, aku nggak masalah dengan itu. Tapi, gimana sama Pak Taehyung?"

"Kak Hanbin ngomong apa sih ...."

"Sohyun, Pak Taehyung sangat mencintaimu. Kalau bukan karenanya, aku pasti sudah mendekatimu. Aku bahkan berani memaksamu untuk menerima cintaku. Tapi aku tahu diri, Pak Taehyung yang lebih pantas untuk menjagamu."

Sohyun melamun, otaknya memutar pertemuan pertamanya dengan Taehyung. Dosen itu dulu menciumnya tiba-tiba dan memeluknya seolah mereka kenal lama. Sohyun yang bodoh karena tidak tahu menahu bahwa orang yang ia tampar adalah dosen barunya. Kenapa rasanya Sohyun merindukan masa-masa itu? Masa sebelum semua masalah datang menghampirinya. Masa sebelum terjadi pernikahan tipuan, upaya pembunuhan, dan kematian bapaknya. Tragedi yang baru-baru ini terjadi melahap habis semua kenangan manis yang pernah singgah di hati Sohyun. Sohyun ingin melupakan semua itu, dan mungkin dia harus pergi.

***

"Sohyun!"

Sohyun menatap keluar jendela bus. Di sana, berdiri Taehyung dengan sorot sendunya. Lelaki itu terengah mengejar bus yang mulai melaju. Ibu Sohyun tak tega, beliau berharap putrinya turun dari bus dan mau menemui Taehyung.

"Sudahlah, Bu. Kalau aku turun, dia akan semakin runyam. Biarkan saja."

"Sohyun!!" teriak Taehyung sekali lagi. Bus benar-benar melaju kencang. Hampir meninggalkan terminal.

"So–"

"Pak Taehyung?!"

Melihat Taehyung terjatuh, sebagian jiwanya yang tak mau kembali ke Boryeong terpanggil. Sohyun melirik ibunya untuk mendapat pencerahan, ibunya pun mengangguk. Menyetujui ide yang ada di kepala Sohyun, ide yang sudah tertebak oleh sang ibu.

"Pak! Hentikan busnya!"

Sohyun turun, berlari. Ia menghampiri Taehyung lalu memeluk tubuh kokoh lelaki itu. Taehyung membalasnya dengan pelukan erat. Ia menyandarkan kepalanya pada ceruk leher Sohyun. Tangan kekarnya menyentuh bagian belakang kepala gadis itu, sementara tangannya yang lain menggapai punggung Sohyun.

"Jangan tinggalkan aku ...."

"Maafkan saya, Pak. Saya ... tidak akan meninggalkan Bapak."

"Janji?"

Taehyung menarik kepalanya ke belakang demi melihat ekspresi wajah Sohyun yang meyakinkan. Tangannya mengelus pipi Sohyun.

"Janji."

Taehyung tersenyum simpul, kemudian dituntunnya Sohyun untuk mendekatkan wajah. Taehyung mengecup bibir gadis itu, perlahan. Kemudian melumatnya penuh kerinduan. Kedua mata mereka terpejam. Dirasakannya, air hujan mulai turun. Suasana terminal yang sudah ramai, kini semakin ramai. Terlebih, mereka menyaksikan sepasang manusia yang sedang bercumbu di bawah hujan.

"Sohyun, aku mencintaimu."

"Saya juga, Pak."

Adegan ciuman mereka berlanjut. Taehyung berdiri dan mengangkat tubuh Sohyun. Mereka berputar di bawah hujan, terlihat begitu bahagia. Taehyung merasa sangat puas. Bersamaan dengan turunnya rahmat dari langit, Taehyung ingin mengalirkan semua kenangan buruk antara dirinya dan Sohyun keluar. Dan yang ingin ia sisakan adalah kebahagiaan. Cukup satu kebahagiaan, yaitu hidup bersama dengan Sohyun yang selalu mencintainya.

***

Pasangan itu saling bergandengan tangan. Di depannya mengalir Sungai Han dengan pemandangan lampu perkotaan di seberang yang membentuk bayangan indah di permukaan.

Sohyun menyandarkan kepalanya ke bahu Taehyung. Bibirnya menyunggingkan senyum.

"Pak, memangnya Nona Seoyun gadis yang bagaimana sampai-sampai Bapak terpikat olehnya?"

"Kenapa kamu nanyain itu?"

"Penasaran."

"Dia gadis yang kuat dan mandiri. Baik hati dan sangat memperhatikanku. Dia gadis yang dewasa dan berpemikiran terbuka. Dia juga cantik."

"Lalu, kenapa Bapak memilih saya? Saya tidak sedewasa Nona Seoyun. Saya tidak sekuat dan semandiri Nona Seoyun, saya juga terlalu tertutup. Dan mungkin ... tidak secantik Nona Seoyun juga."

"Sst. Apa yang kamu pikirkan? Apa aku mendekatimu karena kamu mirip dengannya?"

Aku pikir memang begitu.

"Sohyun, setiap orang punya kelebihan masing-masing. Dan kamu punya sesuatu yang membuatku merasa nyaman. Kamu tipe yang unik, tahu? Coba saja pikirkan, mana mungkin aku suka sama anak kecil? Aku bisa dikira pedofil. Iya kan? Tapi buktinya, aku jatuh hati padamu. Jelas kamu istimewa sampai-sampai bisa membuatku menjadi seorang pedofil gila."

Taehyung terkekeh, Sohyun yang mendengar cicitan Taehyung malah merengutkan wajahnya. Ia sedikit kesal. Padahal, Sohyun sedang berbicara serius tapi Taehyung menganggapnya candaan.

"Oh, ya, Sohyun. Mulai sekarang, tolong jangan panggil aku dengan sebutan 'Bapak'. Pertama, aku bukan lagi dosenmu. Kedua, aku bukan bapakmu. Mengerti?"

Raut muka Sohyun berubah saat Taehyung menyinggung soal bapaknya. Pria itu kelepasan, ia segera mengutuk diri sendiri dan berupaya mengembalikan keceriaan Sohyun.

"Sohyun? Aku nggak maksud. Maaf, ya?"

"Pak ... apa aku harus memanggilmu 'Oppa'?"

Lega ... kukira dia akan tersinggung dengan ucapanku.

"Oppa? Tidakkah itu sedikit kekanakan?"

"Kekanakan? Pasangan di luar sana memanggil cowoknya dengan sebutan 'Oppa'. Apa yang salah dengan itu?"

Sohyun menegakkan tubuhnya dengan bibir mengerucut. Ia hanya tidak setuju jika panggilan 'oppa' dibilang kekanakan.

"Ya, kamu tahu 'kan? Aku lelaki dewasa. Aku mau dipanggil dengan lebih dewasa juga."

"Seperti apa?"

"Sayang? Honey? Darling? Atau Babe."

Sohyun mengernyitkan dahinya, respons tidak sukanya. Justru, ekspresi wajah Sohyun ini membuat Taehyung tergelitik.

"Kenapa? Kok mukanya gitu?"

"Jijik. Panggilan seperti itu lebih pantas untuk suami-istri."

"Loh, emang kenapa? Kita kan juga bentar lagi akan nikah. Fine-fine aja, 'kan?"

"Hah? Kata siapa kita nikah? Kapan Bapak ngelamar saya?" tanya Sohyun dengan tawa mengejek.

"Jangan nyepelein aku Sohyun ...," ucap Taehyung seraya bangkit dan bersimpuh di depan Sohyun yang masih duduk di bangkunya.

Lelaki itu mengeluarkan sebuah cincin dari dalam saku jasnya.

"Sohyun, will you marry me?"

Sohyun terhenyak. Dirinya tak bergeming. Apa yang harus ia jawab? Tentu saja ia ingin menikahi Taehyung. Tapi ...

"Saya jadi yang ketiga, dong, Pak?"

Mata Taehyung melebar. Dia begitu syok, tidak menyangka tanggapan yang keluar dari mulut Sohyun adalah kalimat tersebut.

"Sohyun, apa maksudmu?"

"Bapak udah nikah dua kali sebelumnya, jadi saya ragu ... saya jadi yang ketiga, 'kan? Terus mungkin aja Bapak kepincut sama yang lain juga."

"Dengar, Sohyun. Pernikahan pertama itu memang karena cinta. Pernikahan kedua, itu kesalahan. Dan kali ini aku serius, aku cintanya sama kamu."

"Bapak harus ngeyakinin saya dulu."

"Soal apa?"

"Soal itu ...," gumam Sohyun memaksa Taehyung untuk menebaknya.

"Soal apa?"

"Soal Bapak masih ...."

Seketika, tawa Taehyung meledak. Sebagai lelaki dewasa, tentu ia mengerti maksud pembicaraan Sohyun.

"Kok Bapak ketawa?"

"Sohyun, Sohyun. Kamu itu polos banget sih. Maksudnya, apa aku udah berhubungan intim sama Seoyun?"

"Bapak frontal banget. Bisa bicara lebih halus nggak? Tap-tapi bukan itu, bukan Nona Seoyun ...."

"Itu udah yang paling halus, Sayang."

Sohyun merona mendengar panggilan sayang untuknya.

"Kalau kamu mau tanya soal itu, oke. Aku akan jawab yang sejujurnya. Aku belum pernah ngelakuin itu. Baik sama Seoyun maupun sama Tzuyu. Aku masih perjaka. Puas? Dan nanti ...," kata Taehyung mulai berbisik. "Kamu jadi yang pertama buatku."

"Jadi, apa kamu mau menikah denganku? Menjadi istriku yang terakhir dan selamanya?"

"Meskipun saya bukan cinta pertama Bapak, dan Bapak bukan cinta pertama saya, saya yakin sepenuh hati. Saya mau memulai kehidupan baru bersama Bapak, saya akan berusaha jadi istri yang baik. Yang menurut sama suami."

"Jadi?"

"Saya mau, Pak. Saya mau jadi istri Bapak."

***

Cek update-an baruku di IG, eaak.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro