6

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kau selalu membuatku tidak mengenali batasanku sendiri."

***

Di dalam ruang kelas yang gaduh, gadis berkepang dua berusaha memeriksa kertas-kertasnya. Tampak ada yang kurang ketika kedua manik matanya menyerap sebuah tinta bertuliskan C+ di laporan yang ia buat dengan sangat saksama beberapa hari lalu. Raut kepanikan muncul, terutama saat ia mengingat bahwa posisi beasiswanya berada di ujung tanduk. Lagi-lagi karena masalah nilai, Sohyun menjadi sangat kesal. Mengapa harus di mata kuliah ini? Semester lalu, ia sudah mengantongi huruf C, sekarang gadis itu tak mau menabung C-nya lagi.

Ia merapikan barang-barangnya. Ada persoalan penting yang harus ia selesaikan secepatnya atau semua akan terlambat. Ibaratnya lebih baik mencegah daripada mengobati. Jika Sohyun tidak bertindak, maka selamanya ia akan mati penasaran sebab tak tahu asal-usul mengapa nilai C bisa diperolehnya.

"Lo mau kemana? 15 menit lagi kan kita masih ada kelas?"

"Aku mau ke ruangan Pak Mark sebentar. Ini penting."

"Mau protes soal nilai?"

"Bisa dibilang begitu."

Sepersekian detik berikutnya, Sohyun sudah keluar kelas ditemani oleh Chaeyoung.

Pintu berlapis kaca tebal yang transparan tersebut seolah memanggil-manggil nama Sohyun. Gadis pemberani itu sungguh tak sabar ingin segera masuk, namun jantungnya berdebar-debar. Ia grogi, salah-salah bicara, Pak Mark bisa saja menurunkan nilainya menjadi D. Tidak! Itu tidak boleh terjadi!

Sohyun menarik nafasnya rileks, kemudian membuka pintu ruangan Pak Mark dengan pelan-pelan.

Dosen super tinggi yang dicari rupanya sedang berkutat di depan komputer. Kacamata menghiasi wajahnya yang selalu serius, serta jemari dosen tersebut begitu semangat memainkan keyboard komputer sampai menimbulkan suara tak tak tak!

"Permisi, Pak.."

Pak Mark mendongakkan kepalanya dan menyadari ada mahasiswinya yang datang menemui. Tangan kanan dosen itu menengadah, menuntun Sohyun agar duduk di kursi yang ada di hadapannya. Chaeyoung masih disana, ia turut duduk di sebelah Sohyun dan menunggu sahabatnya itu dengan tiada henti merapal doa agar sahabatnya selamat dari ucapan pedas Pak Mark.

"Ada apa, Kim Sohyun?"

Sohyun ragu-ragu bertanya. Alasan apa yang membuat laporannya diberi nilai C+? Sedangkan Sohyun mengerjakannya dengan niat sepenuh hati. Ia pun telah meneliti semua laporannya mulai dari awal sampai akhir secara berulang. Tak ada yang ganjil sama sekali. Tetapi, kenapa harus C+?

"Sebelum memutuskan untuk menemui saya, seharusnya kamu mengecek dengan betul apa kesalahanmu. Kamu tahu? Laporan yang kamu buat itu terlalu mainstream. Kalimatnya bertele-tele dan terdengar umum. Dibandingkan dengan milik temanmu yang lain, laporan buatanmu itu masih berada di titik nol, Kim Sohyun. Apa kamu tidak malu? Kesini hanya untuk menanyakan kesalahan yang sudah pasti dan jelas?"

Mainstream? Bertele-tele? Terlalu umum?

Apa Pak Mark sungguh menjelekkan laporanku?

Si kepang dua itu benar-benar tak mengerti. Selama ini, ia jarang melakukan hal-hal berbau mainstream. Sohyun selalu mempertimbangkan kalimat yang disusunnya agar terbaca jelas dan menarik. Apalagi dikatakan terlalu umum, Sohyun mengerjakan sesuatu mengikuti style-nya sendiri. Jadi, tidak mungkin terdengar umum.

Kenapa Pak Mark sebenarnya?

"Apa ada lagi yang kamu perlukan, Sohyun?"

"Tidak, Pak. Terima kasih penjelasannya.."

Gadis Kim sedih sebab usahanya tak membuahkan hasil. Beruntung ia mempunyai Chaeyoung sebagai lumbung curhatannya. Sahabatnya yang satu itu juga tak lupa selalu menyemangati Sohyun saat Sohyun down.

"Udah, lo tenang aja. Masih ada banyak kesempatan buat ngambil hatinya Pak Mark. Semoga aja semester ini beliau ngasih lo nilai A."

"Hh.. semoga saja."

***

Kelas siang berakhir. Sohyun keluar dengan wajah puas, sementara Chaeyoung kebalikannya. Hari itu, mereka mendapat kuis dadakan. Sohyun mengerjakan semua soal dengan sangat baik, sehingga mendapat nilai sempurna. Bertolak belakang dengan Sohyun, Chaeyoung justru gagal dalam kuis. Ia pun menjadi agak frustasi.

"Sial banget gue hari ini! Ngapain sih itu dosen ngasih kuis dadakan? Mana soal esai lagi! Gue kan jadi nggak bisa ngejawab pake kancing baju."

"Ya ampun, kamu juga sih. Udah tahu Bu Tiffany suka ngasih soal kuis, tapi kamu nggak belajar semalem."

"Iya deh.. gue yang salah. Lain kali, lo ingetin gue lah, Hyun. Biar kejadian ini nggak terulang lagi ke gue."

"Gampang.."

Mereka berjalan menyusuri lorong, menuju ke satu spot dimana perut mereka bisa terisi full. Soal-soal kuis tak hanya menguras pikiran, tetapi juga energi yang mereka simpan di dalam tubuh mereka selama setengah hari itu.

Tak sengaja, ekor mata Sohyun melihat sebuah poster yang tertempel di mading. Ia berhenti sejenak untuk men-scanning inti dari bacaan pada poster tersebut.

Dengan visual yang menarik, poster itu  berisi tentang lomba debat yang diadakan oleh jurusan mereka, ekonomi industri. Dan ada satu kalimat yang menyita fokus Kim Sohyun, yaitu pemenang lomba akan mendapat hadiah uang yang terbilang cukup banyak. Sohyun membutuhkannya, penghasilan yang ia dapat dari menebar brosur tak akan cukup untuk membeli obat-obatan.

Melalui secuil informasi yang ia dapat, Sohyun cepat-cepat mencatat sebaris nomor telepon yang harus dihubungi jika ingin mendaftar, sebab ia tak ada waktu lagi. Pendaftaran akan ditutup dalam 24 jam ke depan. Belum lagi, Sohyun harus menemukan satu partner lombanya agar memenuhi persyaratan.

"Lo mau ikut?"

"Iya, Chae. Aku lagi butuh uang tambahan. Lihat! Hadiahnya lumayan, kan?"

"Tapi, lo mau ngajak siapa buat jadi partner lo?"

Sohyun berpikir keras, bibirnya tampak membentuk garis lurus.

"Sepertinya aku tau harus datang ke siapa. Tapi, kira-kira.. dia mau nggak ya aku ajak ke lomba? Lagian, orang itu sepertinya tak mengenalku."

"Coba aja dulu. Siapa tau dia bersedia."

***

"Ada perlu apa sampai seorang 'dosen junior' menemui saya?"

Tanya pria tersebut dengan nada angkuhnya.

Tak ada satu orang pun dosen yang mengetahui status Kim Taehyung di Universitas Hangsang. Artinya, tak ada yang mengetahui bahwa Taehyung yang ada di tengah-tengah mereka lah putra dari pemilik bangunan intelektual yang megah tersebut. Pria bersenyum kotak itu adalah seorang calon direktur yang menyamar dengan apik, bahkan dosen yang terkenal sombong pun tetap berani menunjukkan kebolehannya di depan Taehyung, seperti seorang Mark Tuan.

"Pak, saya mendengar percakapan Anda dengan salah seorang mahasiswi tadi pagi. Bukankah alasan Bapak sangat tidak masuk akal memberikan mahasiswi tersebut nilai C?"

"Memberi nilai itu tidak boleh sembarangan, Pak. Walaupun saya masih baru, saya mengenal Kim Sohyun. Anak itu cukup pintar dan aktif di kelas. Laporan yang ia kumpulkan pada saya, semuanya terbilang bagus."

Jelas Taehyung pada Mark.

Yang diajak bicara menyilangkan kakinya dan menyilangkan kedua lengannya di atas meja. Matanya memutar malas tak percaya. Bagaimana seorang dosen junior bisa seenak jidat menyampaikan nasihatnya pada Mark? Dosen senior tentu saja tak butuh komentar. Mereka menganggap bahwa apa yang mereka lakukan semuanya sudah benar dan tepat.

"Anda masih baru. Apa yang Anda tau tentang karakter mahasiswi yang sudah saya ajar selama setahun lebih ini?"

"Jangan sok tau! Sebaiknya, Anda ini belajar dari saya. Tak seharusnya Anda merendahkan profesionalitas saya sebagai dosen senior disini!"

Taehyung diam-diam merutuki tindakannya dalam hati. Lagipula, ia tak mungkin segila itu berhadapan dengan si dosen congak bertitel Mark hanya karena Kim Sohyun. Iya, itu benar. Taehyung selama ini melengahkan lingkungan sekitarnya, namun bila berhadapan dengan ketidakadilan, Taehyung pasti dengan sergah mengambil peran. Dalam kasus Sohyun, misalnya.

"Baiklah, Pak. Saya minta maaf sebagai seorang dosen junior. Namun, sebagai orang biasa yang berharap kritik dan sarannya didengar, saya harap Bapak mau memikirkan kembali tindakan Bapak yang jelas-jelas merugikan mahasiswi ini. Kalau boleh saya bilang, Pak Mark tidak profesional dan tidak berpikir secara matang dalam menilai mahasiswa. Permisi."

Mark marah karena seorang dosen baru dengan nyali besar baru saja meremehkan kinerjanya. Yang bisa Mark lakukan saat ini adalah menggebrak meja. Jika suatu saat nanti waktu pembalasan dendam datang, ia tak akan segan memanfaatkannya dengan leluasa.

***

Sohyun menelan salivanya sebelum akhirnya memberanikan diri menemui seorang ketua BEM di Fakultas Ekonomi Bisnis, Jurusan Ekonomi Industri. Masih berhubungan dengan lomba debat, ketua BEM tersebut berkali-kali memenangkan ajang perlombaan debat yang diadakan kampus dalam maupun dari kampus luar. Kecakapan bertuturnya tersohor dimana-mana. Sohyun yakin, dengan menjadikan ketua BEM itu sebagai partnernya, ia bisa belajar banyak hal dan memenangkan kompetisi debat tersebut dengan mudah.

Ambil nafas dan tenangkan dirimu, Sohyun. Kamu pasti bisa membujuknya untuk menjadi partnermu..

Gadis itu akhirnya mengambil langkah dan mendekati seorang lelaki yang tengah sibuk  membaca buku di salah satu kursi perpustakaan.

"Permisi, Kak.."

Ia menoleh ke arah Sohyun.

"Siapa, ya?"

"Ini Kak Jinhwan yang selalu menang kompetisi debat kan?"

"Hm... Iya."

"Kakak mau membantu saya dengan menjadi partner lomba debat saya nggak? Saya mohon..."
































To be Continued.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro