Bab 1 Dua Garis

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jam menunjukkan pukul tiga dini hari, seorang gadis cantik yang tertidur pulas tiba-tiba bangkit dari tidurnya dan berlari ke arah kamar mandi. Ia segera berjongkok di depan kloset dan memuntahkan seluruh isi perutnya hingga tubuhnya lemas.

Andrea, begitu orang memanggilnya. Andrea bangkit dari duduknya dan berjalan menuju wastafel. Ia mencuci wajahnya lalu mengelapnya hingga kering sebelum ia kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang queen size dengan sprei bergambar karakter favoritnya. Ia menambah tumpukan bantalannya agar ia bisa tidur lebih nyaman namun sayangnya kejadian yang sama kembali terulang. Perutnya mual seperti diaduk-aduk, itulah yang ia rasakan saat ini.

"Ya Tuhan, kenapa aku muntah-muntah terus? Apa mungkin AC-nya terlalu dingin dan aku masuk angin," ucap Andrea sembari menyetel settingan pendingin ruangannya.

Andrea mengambil sesuatu dari dalam laci lalu mengolesi perut, leher dan depan lubang hidungnya dengan minyak angin.

"Huhh, ini lebih mendingan sih," ucap Andrea sembari memposisikan tubuhnya tidur di atas ranjang dengan kepala yang sedikit ia tinggikan dengan dua tumpukan bantal.

Andrea mencoba memejamkan mata namun sulit baginya untuk kembali terlelap. Ia meraih gawai yang terletak di atas nakas. Ia membuka tombol kunci layar gawainya lalu mengetikkan sebuah pesan untuk seseorang.

To : Syana
Na, besok kita jalan yuk?

Tulisnya dengan membubuhkan emoticon senyum. Tak ada balasan dari Syana, Andrea pun kembali mengetikkan sebuah pesan.

To : Syana
Na, besok aku jemput kamu pagi ya, awas kalau aku datang kamu belum siap!

Kirim Andrea dengan stiker mengancam. Andrea terkikik geli melihat stiker yang baru saja ia kirim kepada Syana. Ia puas sekali membayangkan bagaimana wajah kesal Syana nanti jika membukanya.

Jari jemari Andrea kembali mengetik sebuah pesan kali ini bukan untuk Syana tapi untuk seseorang yang bernama My Prince.

To : My Prince
Sayang, aku besok ijin keluar ya?
Aku mau jalan-jalan sama Syana.
Ketik Andrea dengan menyisipkan emoticon cium dan love yang dipencet secara random.

Andrea memasang alarm lalu meletakkan kembali ponselnya di atas nakas. Kali ini ia mulai menguap dan matanya terasa berat. Ia pun kembali membenarkan posisi tidurnya sepersekian detik kemudian terlelap.

Bunyi alarm membangunkan Andrea dari tidur nyenyaknya. Ia mematikan ponselnya lalu beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi. Ia mengguyur tubuhnya di bawah guyuran air yang sudah disetting menjadi hangat. Ia lantas mengambil sabun cair dengan wangi rose kesukaannya belum sempat ia menggosokkan sabun ke tubuhnya ia lebih dahulu pusing dan mual mencium baunya. Ia pun mengurungkan niatnya.

"Aneh, kenapa aku bisa pusing dan mual hanya karena mencium bau sabun," ucap Andrea yang belum menyadari tanda-tanda yang ia rasakan.

Tanpa mengenakan sabun Andrea menyudahi acara mandinya dan segera berganti pakaian. Andrea berganti pakaian dengan kilat lalu bergegas ke rumah Syana untuk menjemputnya.

"Ma, Pa, Andrea pergi dulu ya," pamit Andrea kepada kedua orang tuanya yang sedang sarapan di meja makan.

"Mau kemana nak? kok buru-buru?" tanya Lusi kepada putrinya.

"Mau ketemuan sama Syana ma, Andrea ada janji sama dia. Bye Ma Pa," ucap Andrea sembari berlari menuju garasi mobil.

Andrea mengendarai mobilnya menuju jalan ibu kota yang masih sepi dan sejuk udaranya. Ia membuka sedikit kaca mobilnya merasakan segar udara pagi.

Hanya lima belas menit saja, saat ini Andrea sudah berada di depan rumah Syana. Andrea memencet bel rumah Syana yang kemudian dibukakan oleh Mety ib Syana.

"Pagi tante, Syana-nya ada?" ucap Andrea santun.

"Pagi Sayang, ada kok naik aja ke atas," jawab Mety memberikan instruksi.

Andrea berlari menaiki anak tangga menuju ke sebuah kamar dengan pintu berwarna pink.

Tok tok tok

"Masuk!" Sahut sang empunya dari dalam ruang kamar.

Tanpa babibu Andrea masuk ke dalam kamar Syana. Sang empunya terlihat sedang mengeringkan rambut.

"Kamu tumben jam tiga pagi sudah bangun?" tanya Syana heran.

Andrea mengangkat kedua bahunya. "Aku juga nggak tau Na, tiba-tiba saja aku terbangun dan muntah-muntah," jawab Andrea jujur.

Syana terkejut, ia langsung mematikan hair dryer dan menghampiri Andrea. "Kamu mual-mual? masuk angin atau kenapa?" tanya Syana menyelidik.

Andrea menggelengkan kepala pelan. "Aku juga gak tau Na, kayaknya masuk angin deh," jawab Andrea asal.

"Yakin kamu masuk angin?" tanya Syana memastikan.

"Kamu merasakan sesuatu yang aneh tidak?" tanya Syana lagi kepada sahabatnya yang polos itu.

"Apa ya? emm, aku cuma ngerasain pusing dan mual saja sih Na akhir-akhir ini. Mungkin efek aku kelelahan kali ya," ucap Andrea kemudian.

"Hemm bisa jadi."

Syana sudah rapi, ia mengambil sling bag lalu menyemprotkan minyak wangi ke bajunya. Sementara itu, Andrea yang menciumnya pun tiba-tiba berlari menuju kamar mandi dan memuntahkan cairan bening untuk kesekian kalinya.

"An kamu kenapa?" ucap Syana cemas. Pikiran Syana kini kemana-mana, ia takut dugaannya ternyata benar.

Selang beberapa menit Andrea keluar dari kamar mandi dan langsung merebahkan tubuh lemahnya di ranjang Syana.

"Na, aku lemes banget deh," keluh Andrea dengan wajah yang nampak pucat.

"An, terakhir kamu datang bulan kapan?" tanya Syana to the point.

"Lupa, sebulan lalu deh kayaknya," ucap Andrea santai.

"WHAT!" seru Syana. "Coba deh kamu ingat-ingat lagi," pinta Syana yang hatinya sudah tak bisa tenang.

"Iya se-bulan lalu..." ucap Andrea lirih yang mulai menyadari sesuatu. "Na, ini tanggal berapa ya?" tanya Andrea dengan wajah cemas.

"Tanggal dua puluh empat An."

"Hah!" seru Andrea sembari bangkit dari tidurnya. Ia menepuk jidatnya lalu menggeleng lemah.

"Kenapa kamu?" tanya Syana.

"Na, aku telat. Bagaimana ini," adu Andrea yang mulai khawatir.

"Sudah kuduga," jawab Syana santai.

"Ikut aku," ajak Syana menarik lengan Andrea pergi.

"Kemana?" tanya Andrea heran.

"Ikut saja An," lanjut Syana.

Keduanya menuruni anak tangga berpamitan dengan sang ibu lalu Syana melajukan mobil Andrea dengan kecepatan sedang membawa Andrea ke sebuah klinik persalinan terdekat. Syana langsung mendaftarkan Andrea dan mengantar Andrea masuk ke dalam ruangan dokter.
Setelah mendengar keluhan yang diceritakan oleh Syana, dokter memberikan alat tes kehamilan kepada Andrea dan meminta Karin untuk mengeceknya.

"Baiklah, nona Andrea silakan ke kamar mandi dulu untuk tes urine." pinta sang dokter.

"I-iya dok," jawab Andrea gugup.

Andrea masuk ke dalam kamar mandi, lalu mengikuti petunjuk yang berada di kemasan testpack tersebut. Ia menampung urine ke dalam wadah kecil yang disiapkan lalu mencelupkan ujung alat itu ke dalam urine dan membiarkannya. Ia mondar mandir dengan mulut yang tidak berhenti merapalkan doa sembari menunggu hasil testpack-nya. Andrea membekap mulutnya tak percaya ketika melihat dua garis merah yang tertera di alat tes kehamilan yang telah digunakan. Andrea keluar dari dalam kamar mandi dengan wajah sedih membuat Syana tahu apa hasil test sang sahabat.

"Dua garis Na," ucap Andrea sembari meneteskan air mata.

Syana memeluk sang sahabat, ia tahu jika Andrea saat ini sangat sedih dan takut.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro