Masakan Istri

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Andrea bangun dari tempat tidur ketika ia merasakan ada pergerakan yang mengganggu dari sisi ranjang. Ia menggosok-gosok matanya yang lengket, perlahan membuka mata dan mengedarkan pandangannya. Seketika dia bangkit dari tempat tidurnya saat melihat sosok sang suami tengah duduk di bibir ranjang memandanginya.

"Kakak sudah pulang? Maaf, Andrea ketiduran." 

Rey meraih pipi sang istri, mendaratkan sebuah kecupan pada dahi Andrea. "Sudah jam sebelas malam, sebaiknya kamu tidur lagi saja, Sayang."

Andrea menggelengkan kepalanya, ia bangkit dari atas ranjang secara perlahan. Dia membuka lemari dan mengambilkan pakaian ganti untuk sang suami. "Sebaiknya Kakak mandi dulu saja, biar Andrea panaskan lagi makanannya."

Rey meraih handuk, ia mengecup pelipis sang istri lalu masuk ke dalam kamar mandi. Andrea menggulung rambutnya ke atas, berjalan menuju dapur untuk menghangatkan makanan yang telah ia masak tadi sore, menyiapkannya di atas meja makan lalu menunggu sang suami datang.

"Maaf ya, Kak. Aku cuma bisa masak ini karena hanya ada bahan itu di kulkas."

"Gak masalah, apapun makanan yang kamu masak pasti aku makan kok, Sayang." Lagi-lagi Rey mengecup dahi Andrea sambil mengucap terima kasih.

Andrea menemani Rey makan hingga selesai saat itu, dia memperhatikan kebiasaan-kebiasaan yang Rey lakukan. Entah mengapa hatinya menjadi sedih. Ia seperti melihat sosok Anthony di diri suaminya itu. Banyak kemiripan-kemiripan yang ia temukan, meski dia tau Rey memiliki sifat yang lebih baik dan dewasa dibanding Anthony.

Memikirkan itu membuat Andrea merasa sedih dan meneteskan air mata. Rey yang saat itu tidak sengaja melihatnya pun khawatir. "Kenapa kamu menangis, Sayang? Apakah ada yang membuatmu sedih?" tanyanya.

Andrea menyeka air matanya, ia lalu menceritakan tentang Anthony kepada Rey. "Entah mengapa melihat kebiasaan Kakak sangat mirip dengan seseorang yang telah mencampakkan aku."

"Seseorang? Siapa?" Rey meletakkan sendok dan garpunya, ia menolehkan kepalanya ke arah Andrea, menatap fokus ke arah Andrea.

Andrea memejamkan matanya sejenak, ia mengepalkan tangannya erat-erat kemudian memulai membuka suara. "Dia adalah ayah biologis dari bayi yang aku kandung ini, Kak. Kami dulunya saling mencintai, hingga sebuah kejadian malam itu membuat aku hamil. Saat itu, aku mengajak dia bertemu. Aku meminta pertanggung jawaban atas kehamilanku ini, tetapi dia berkata dengan tega kepadaku untuk menggugurkan bayi ini karena dia harus melanjutkan studinya. Alasan lainnya adalah dia ingin mewarisi perusahaan orang tuanya." Andrea bercerita dengan linangan air mata yang membasahi pipinya. 

Mendengar cerita dari Andrea, Rey merasa marah dan emosi. Dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran laki-laki yang telah menelantarkan Andrea begitu saja. Bisa-bisanya laki-laki itu meninggalkan perempuan dalam keadaan hamil hanya untuk mengejar studi demi menguasai perusahan keluarganya. "Lupakan dia, Andrea! Dia tidak pantas untuk ditangisi."

Rey meraih tubuh sang istri dan membawanya ke dalam dekapannya. "Jangan menangis lagi, aku berjanji akan menghapus semua kepedihan yang dia berikan kepadamu dan menggantinya dengan rasa bahagia."

Andrea menganggukkan kepalanya, ia menegakkan tubuhnya dan tersenyum tipis. "Selesaikan makanmu, Kak. Setelahnya, ayo kita istirahat."

Rey segera menghabiskan makanannya, ia kemudian membimbing sang istri menaiki tangga menuju kamar mereka. Keduanya merebahkan tubuhnya berdampingan di atas ranjang kemudian segera terlelap tidur.

***

Keesokan harinya, Rey terbangun tepat pukul sembilan pagi. Saat itu ia melihat sang istri sudah tidak ada di sampingnya. Dia segera bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.

Rey turun ke lantai bawah dengan pakaian santainya, dari kejauhan dia melihat sang istri sedang menonton sebuah video tutorial memasak sambil mempraktekannya. Andrea terlihat kerepotan dan sesekali menghentikan aktivitasnya akibat sering menyibakkan rambutnya ke belakang tubuhnya. Rey naik lagi dan masuk ke dalam kamar, dia mengambil kuncir rambut Andrea dan segera menuju dapur. Tanpa aba-aba Rey merapikan rambut Andrea kemudian mengikatnya.

"Terima kasih, Kak," tutur Andrea tersenyum tipis.

Andrea kembali melanjutkan aktivitas memasaknya, sedangkan Rey, dia berdiri di dekat Andrea memperhatikan apa yang sedang Andrea lakukan. "Kamu mau bikin apa sih itu?" tanya Rey penasaran.

"Marmer cake, aku dulu udah pernah nyoba sekali sih sama Mama. Dan kali ini aku mau coba bikin lagi, semoga saja hasilnya sesuai ekspektasi." Andrea berkata dengan senyuman di wajahnya.

Rey mencebikkan bibirnya, dia kemudian berkata, "Kenapa gak beli aja sih, Sayang? Kamu kan bisa beli di toko kue. Kalau bikin begini nanti kamunya kecapean gimana?"

Andrea terkekeh mendengar ucapan sang suami, ia masukkan loyang kue yang sudah terisi adonan ke dalam oven lalu mencuci tangan dan meraih lengan sang suami, menariknya ke arah kursi meja makan. "Kamu duduk disini dulu ya, Mas. Aku bikinin kamu sarapan, kamu pasti lapar kan?"

Rey duduk di kursi meja makan dengan tenang sambil mengamati punggung sang istri yang bergerak ke sana kemari seiring dengan langkah kakinya.

"Wah, nasi goreng? Kamu yang bikin, Sayang?"

"Hem, ayo cobain, Kak."

Rey mulai menyendok nasi goreng buatan sang istri dan memasukkannya ke dalam mulutnya, perlahan ia mengunyahnya. Rasanya memang tak sesempurna nasi goreng milik abang penjual nasi goreng keliling juga tak seenak masakan mamanya. Namun, rasanya juga tidak terlalu buruk sehingga masih bisa dimakan oleh Rey.

"Gimana rasanya, Kak?"

"Lumayan, kalau kamu sering bikin pasti rasanya jauh lebih enak lagi, Sayang." Rey berkata dengan bahasa yang halus, ia tidak ingin menyinggung perasaan sang istri.

Namun, jawaban Rey agaknya kurang memuaskan bagi Andrea. Dia pun terus mendesak agar Rey mau memberikan penjelasan yang lebih spesifikasi agar dia bisa membenahi resep makanannya. "Jujur aja gak apa kok, Kak. Aku gak akan marah, janji!"

Rey menyendok nasi goreng itu lalu menyuapkannya kepada sang istri. "Coba kamu pejamkan mata dan rasakan sendiri. Aku gak bisa menilainya secara detail."

Andrea mengikuti saran sang suami, sejujurnya memang dia belum mencicipinya tadi. Dia benar-benar memejamkan mata dan merasakan hasil masakannya, membandingkan itu dengan hasil masakan sang ibu.  "Oh, ini bumbunya kurang strong ya, masih kurang nendang gitu rasanya. Oke deh nanti aku coba bikin lagi dan belajar lagi supaya makan enak." Andrea berkata dengan senyuman di bibirnya.

"Gak apa, Sayang. Pelan-pelan saja, lama kelamaan aku yakin kamu pasti bisa kok."

Ting!

Suara mesin oven berbunyi, Andrea segera bangkit dari tempat duduknya menuju ke arah dapur. Ia mengenakan sarung tangan pelindung yang tebal, mematikan oven dan mengambil kuenya dari dalam oven.

Bau harum dari kue menguar menggugah selera Rey untuk mencobanya, dia segera bangkit membawa piring kotornya menuju dapur, mencuci tangannya dan mengambil sepotong kue yang telah disajikan sang istri di atas piring.

"Nah! Kalau kue ini enak, Sayang. Pas, gak terlalu manis. Aku suka."

Rey memakan kue dengan antusias hingga menghabiskan beberapa potong. "Sayang, kamu benar gak apa-apa kalau di rumah sendiri pas aku tinggal kerja? Beneran gak mau aku carikan Mbak gitu buat bantu-bantu kamu dan temenin kamu?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro