11

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pasoon tersenyum tipis. Persiapannya sudah selesai. Kini, yang tersisa hanyalah bagaimana pelaksanaannya. Matanya menatap lembaran kertas yang penuh dengan coretan strategi perang dengan tatapan puas. Dengan perasaan bangga, ia bangkit dari kursinya.

Langkah tegas Pasoon membawa pria bermata biru terang itu ke tenda di mana Michio beserta Torin berada. Kepalanya menggeleng pelan melihat kedua kepala klan itu masih saja senang saling mengadu kekuatan.

"Apa kalian benar-benar ingin menghancurkan tenda dan semua perlengkapan perang di sini?" tanyanya tenang. Walau begitu, kedua pria tersebut langsung menghentikan gerakan mereka.

Torin berdeham sejenak, lalu mengambil langkah menuju Pasoon. "Apa yang membuatmu datang ke sini setelah mengurung diri selama dua minggu penuh di dalam tendamu?"

"Kau sudah menemukan kelemahan Davin?" Michio berjalan cepat dan langsung berdiri di antara Torin dan Pasoon. Matanya menatap Pasoon penuh binar bangga seolah ia lah yang telah menemukan cara untuk mengalahkan musuh.

Pasoon menghela napas panjang. Ia menahan wajag Michio dengan telapak tangannya, lalu mendorong wajah itu agar menjauh. Michio yang tak terima segera menepis tangan itu kuat.

"Apa kau meremehkanku sekarang? Beraninya kau meletakkan tanganmu tepat di wajahku," geramnya. Akan tetapi, Pasoon tak mengacuhkannya. Pria itu hanya berjalan lurus menuju meja besar dengan peta tempat mereka berada saat ini.

Pasoon menatap peta yang sudah diberi tanda dengan beberapa tenda miniatur kecil dengan berbagai warna agar dapat membedakan di mana letak tenda musuh dan tenda sekutu.

"Kita akan memutar!" Pasoon membuka rencananya sembari tersenyum tipis. Matanya menatap miniatur tenda-tenda berwarna hitam dengan penuh dendam. Diambilnya satu buah tenda tersebut dan diremasnya kuat hingga tenda kecil itu hancur berkeping-keping. "Kali ini, kita harus benar-benar melenyapkannya!"

*********

Kaizen menepuk pelan pundak Laszlo sebanyak dua kali. "Mungkin ibumu memang sibuk," lirihnya tak yakin.

Laszlo mendengkus. Bisa-bisanya Kaizen berusaha meyakinkan orang dengan nada ragu yang begitu kentara. Jika orang itu tak naif-bila tak ingin disebut bodoh-mungkin dia akan percaya pada hal tersebut. Namun, lawan bicara Kaizen saat ini adalah Laszlo. Maka dari itu, pemuda itu hanya bisa mendengkus sembari memutar bola matanya malas.

"Hei! Ibumu pasti sibuk! Buang saja pikiran tak bergunamu itu," seru Kaizen tak terima. Ia tahu dengan jelas apa yang dipikirkan Laszlo tentang dirinya. Dan ia sedikit sakit hati karenanya.

Laszlo tersenyum tipis. Baiklah. Setidaknya ia harus berterima kasih pada teman yang sudah menghiburnya bukan? "Yah, mungkin kau benar," ujarnya acuh tak acuh.

"Iya, 'kan? Benar, 'kan?" seru Kaizen bersemangat.

Laszlo mengangkat bahunya tak acuh. "Lagi pula, kalau memang Ibu menghindariku. Beliau tak akan bisa menghindariku selamanya bukan?"

Kaizen mengangguk setuju. "Ya! Ya! Benar! Seperti itu!" seru pemuda itu penuh semangat. Ia sedikit lega karena Laszlo sudah mulai terlihat bersemangat. Kaizen melirik pada Laszlo sekilas.

Pemuda itu, kini terlihat lebih santai daripada beberapa menit sebelumnya. Ia pun bangkit dari duduknya dan menepuk pundak pemuda itu pelan. "Karena tak ada ibumu, mari berpesta," ajaknya semangat.

Laszlo hanya bisa menatap temannya dengan bingung. Mau pesta apa di rumahnya? Pikirannya lantas membayangkan Kaizen membawa beberapa orang dan membuat keributan di seisi rumah. Hal itu langsung membuatnya bergidik ngeri.

"Hei!" tegur Kaizen. Mimik tersinggungnya terlihat sangatlah kental. "Apa yang kau bayangkan?!" tuduhnya sebal. "Aku tak akan menghancurkan rumahmu. Apa kau tak tahu seberapa mengerikannya ibumu?"

Laszlo langsung teringat dengan omelan sang ibu saat ia membuat rumah menjadi berantakan. Marie sangat tidak menyukai ketidak teraturan. Marie juga sangat membenci kotor. Dan siapa pun yang melanggarnya. Orang itu harus siap-siap mendengarkan omelan pedas Marie hingga berjam-jam. Terkadang bahkan bisa sampai bertahan selama berhari-hari atau-sialnya-berminggu-minggu.

"Aku masih menyayangi telingaku," sungut Kaizen seraya menarik Laszlo bangkit dari posisi tidurannya. "Ayo, keluar! Kita hanya perlu keluar dan pesta di luar."

Ke luar. Hanya membayangkannya saja sudah muak. Laszlo menyeret langkahnya dengan malas. Baru saja ia berada sejauh lima meter dari rumahnya, ia sudah ingin kembali.

"Kita hanya membeli makanan ini itu. Selesai makan kita akan kembali," ujar Kaizen memberi tahu.

Laszlo mengangguk paham. Kaizen menyukai makanan manis dan di saat pemuda itu sedih ia akan mencari makanan manis untuk meningkatkan energinya. Mungkin Kaizen mengajaknya keluar karena berpikir bahwa cara Kaizen menyenangkan diri bisa efektif untuknya. Ia pun mengikuti Kaizen demi menghargai usaha sang teman.


-----------
686.20102021
Yuhuuuu....
Kali ini aku gak lupa jadwal lagi 🤣🤣🤣🤣
Maapkan aku di hari Minggu yang gak up yak
Semoga kalian suka

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro