32

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Apa kau sudah cukup beristirahat?"

Kaizen mengangkat kepalanya dari buku yang sedang ia baca. Matanya menatap Laszlo lekat sebelum akhirnya mengangguk kecil. "Yah ... cukup. Berkat pengertianmu," ujarnya tak acuh.

Laszlo mengangguk tegas sekali. "Bagus! Jadi kita bisa bicara sekarang?"

Kaizen mengangkat kedua bahunya. "Terserah padamu. Kapanpun kau siap," balasnya santai.

Laszlo menatap Kaizen penuh selidik. Ia menilai mimik Kaizen yang terlihat begitu tenang. Apakah Kaizen sama sekali tak merasa risi saat ini? Padahal bisa jadi ini akan menjadi sesi interogasi yang menyebalkan dan memuakkan. Akan tetapi, kenapa Kaizen bisa terlihat setenang itu? Entahlah. Mau dipikirkan selama apa pun, Laszlo sama sekali tak mengerti.

"Aku ingin mendengar alasan kau keluar seperti itu kemarin malam." Laszlo menatap Kaizen lurus-lurus, tepat di matanya. Selama Kaizen bercerita, ia akan mencoba mencari tahu apakah sahabatnya itu berbohong padanya atau tidak.

Kaizen menggeleng pelan. "Sebaiknya kau tanya terlebih dahulu siapa jati dirimu," ralat Kaizen membuat Laszlo mengernyit tak suka. "dengan begitu, akan membuatmu lebih paham dengan alasanku keluar kemarin malam."

Laszlo menghela napas berat. Lelah dengan perdebatan yang tak ada artinya, ia pun memilih untuk menyerah dan mengikuti kemauan Kaizen. "Ceritakanlah," pintanya pasrah.

Kaizen menatap ke belakang Laszlo. "Ini tugasmu, Em," ujarnya pada orang yang berada di belakang Laszlo.

Laszlo menoleh ke belakang. Di daun pintu, Emily dan Davin sedang berdiri dan menatap-atau lebih tepatnya mengawasi-mereka dengan tatapan cemas sekaligus penuh harap. Sungguh sebuah kontadiksi.

Emily melangkah masuk ke dalam balkon kamar diikuti Davin tepat di belakangnya. "Kau masih ingat cerita tentang klan Vutoo? Kau juga masih ingat tentang panggilan 'tuan muda' yang kau sangat larang itu? Kau juga masih ingat dengan sikap formal kami semua?" tanya Emily membuka percakapan.

Semua pertanyaan itu dijawab dengan anggukan oleh Laszlo. Ia masih ingat mengenai dirinya yang merupakan seorang keturunan klan Vutoo yang memiliki elemen kosong. Ia juga masih ingat seberapa besar usahanya bernegosiasi dengan Emily serta Davin agar tak memanggilnya dengan sebutan 'tuan muda' yang membuatnya risi. Ia juga masih mengingat seberapa menyebalkannya sikap formal dari kedua orang yang jauh lebih tua darinya itu.

"Bisa dibilang, kau itu seorang pangeran," jelas Emily dengan suara pelan.

Pangeran? Kening Laszlo mengernit tak mengerti. Mereka kan bukan sedang berada di negeri dongeng, bagaimana bisa ia menjadi seorang pangeran? Ini benar-benar hal yang tak masuk akal.

"Yah, walau kau tak memiliki gelar pangeran. Tapi bisa dibilang kalau posisimu itu setara dengan seorang pangeran," jelas Emily semakin membuat Laszlo bingung.

Apa maksudnya itu? Tak memiliki gelar pangeran, tp setara dengan pangeran? Ini benar-benar membingungkan.

"Dia bukan seorang pangeran lagi. Bisa dikatakan dia seorang raja. Dia seorang pemimpin sekarang," sela Davin dari belakang.

Emily terdiam selama beberapa saat, memikirkan perkataan tak masuk akal yang baru saja dilontarkan Davin dengan mimik serius. Sementara itu, Laszlo hanya bisa menatap Davin dengan kedua rahang yang terpisah lebar. Ia mengira Emily sudah gila karena terlalu lama menjaganya seorang diri. Namun, ternyata ada yang lebih gila daripada Emily.

"Secara teknis, mereka berdua tak salah, Las. Dan mereka tak gila," sela Yuri memotong semua pemikiran absurd Laszlo.

Laszlo menatap Yuri tak mengerti. "Apa itu tandanya aku yang gila di sini?" tanyanya tak mengerti. Pasti seperti itu. Jika Emily dan Davin tak gila di sini, dialah yang gila. Pasti benar seperti itu!

Kaizen terbahak keras. "Kau tak gila, Las. Mereka berdua juga tak gila. Tak ada yang gila di sini. Dan aku setuju dengan Yuri." Kaizen bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati Yuri. Tangannya melingkar di pinggang Yuri dengan posesif.

Davin melotot melihat lengan itu melingkar dengan natural di pinggang keponakannya. Matanya menatap tajam pada tangan Kaizen yang berhenti di situ dengan nyamannya. Walau begitu, baik Kaizen mau pun Yuri, tak ada yang memedulikannya.

"Ayahmu adalah pemimpin klan. Bisa dibilang, kami menganggapnya sebagai raja kami. Perintahnya adalah mutlak. Bila beliau memerintahkan kami untuk mati, maka dengan senang hati kami akan melakukannya," jelas Yuri dengan suara tenang.

Laszlo melotot kaget. "Itu gila!" serunya tak terima.

Yuri mendecak sebal. "Aku bilang bila, Las. Seandainya! Seumpamanya!" teriak gadis itu frustrasi. "Tuan Nathan adalah pemimpin yang baik. Alih-alih mengorbankan nyawa kami agar ia bisa selamat, ia malah memilih mengorbankan nyawanya agar kami bisa selamat. Ayahmu bukan orang yang culas dan kejam. Berhentilah memikirkan yang aneh-aneh tentang ayahmu!" bentaknya tak terima.

"Ah, begitu. Maaf," sesal Laszlo. Sebersit perasaan bangga menghampirinya. Melihat Yuri yang masih muda begitu menghormati ayahnya, ia merasa bahwa ayahnya benar-benar merupakan pemimpin yang baik. Selain itu, ia juga bisa merasakan kesetiaan Emily dan Davin yang begitu mendalam. Itu pasti merupakan bukti konkret bahwa sang ayah merupakan orang baik.

"Jadi, apa kau mengerti mengapa kau bisa disebut setara dengan pangeran?" Sebelah alis Yuri terangkat saat ia bertanya pada Laszlo. "Ah, tidak. Maksudku, saat ini, kau sudah setara dengan raja," ralatnya cepat.

"Tidak," balas Laszlo dengan tampang polosnya. Ia benar-benar tak mengerti. Ia mengerti ayahnya seorang pemimpin. Dan ia merupakan anak pemimpin. Lalu hubungan dengan raja dan pangeran, ia sama sekali tidak bisa melihat benang merahnya.

Yuri menepuk jidatnya pasrah. "Kau orang terpintar sekaligus paling bodoh yang pernah kukenal, Las," desisnya sebal.




----------------------
836.05012022
Yak! Siapa yang punya temen selola Laz??
Yuk acung.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro