35

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nathan berlari penuh semangat begitu melihat ayah dan ibunya menunggunya di depan sebuah kereta kuda yang biasa saja. Ia segera melompat naik saat pintu kereta dibuka. Kedua orang tuanya hanya bisa menggeleng melihat tingkahnya bak kuda yang sudah terkurung selama puluhan tahun dan baru saja di lepas ke alam bebas.

"Nathan!" tegur Cathleen saat Nathan berdiri dari kursinya dan menatap ke luar. "Kau akan terjatuh kalau kau tak duduk dengan benar."

Bibir Nathan mengerucut, pipinya menggelembung. Sebal. Ia kembali mendaratkan bokongnya pada kursi kayu yang keras itu. Sebenarnya, pemandangan di luar tak begitu menarik perhatiannya. Ia hanya merasa pantatnya akan memar jika ia duduk lebih lama di sana.

"Kursinya sangat keras, Ibu," rengeknya dengan harapan sang ibu memperbolehkannya berdiri.

Ethan menggeleng pelan saat melihat Cathleen kembali membuka mulut. Ia segera memotong, "Biarkan saja ia melakukan semaunya. Ia akan tahu apa yang akan terjadi nantinya dan ia harus merasakan akibatnya sendiri." Matanya kemudian beralih pada Nathan, "Jadi kau siap untuk menanggung resiko dari keputusanmu, Jagoan?"

Nathan mengangguk tegas. Tentu saja tak akan masalah jika ia berdiri di kereta kuda yang sempit ini. Menurutnya, berdiri lebih baik daripada harus merelakan bokongnya memar akibat beradu dengan kayu keras tersebut. Lagipula, memangnya apa yang bisa terjadi di dalam kereta kuda yang sempit seperti ini? Tak akan terjadi apa pun di sini.

Dengan kepercayaan diri penuh, Nathan pun bangkit dan berdiri di depan pintu. Menghadap ke luar jendela sembari menikmati pemandangan luar. Jalanan yang tak rata dan berbatu sempat membuatnya terhuyung beberapa kali dan hampir terjatuh. Namun, ia selalu berhasil menyeimbangkan dirinya sebelum terjatuh. Refleksnya cukup bagus karena sparing tiba-tiba yang dilakukan oleh guru berpedangnya. Untuk itu, ia harus berterima kasih pada guru seni pedangnya.

Perjalanan yang mereka lalui sudah cukup panjang, mereka bahkan sudah melewati ibu kota. Dan sepertinya sebentar lagi mereka akan sampai di desa yang dimaksud oleh sang ayah. Jantung Nathan berdegup kencang, tak sabar dengan apa yang akan menyambutnya di desa nanti.

Jalan yang dilewati semakin lama semakin hancur sehingga sulit bagi Nathan untuk menyeimbangkan tubuhnya. Tubuhnya terlempar ke kanan dan kiri akibat tak duduk dengan benar. Saat Nathan mengira goncangan tersebut mereda, terdengar bunyi 'duk' yang cukup nyaring. Kemudian, ia yang tak siap pun terlempar keluar. Ternyata tak ada yang menyadari saat ia sedang sibuk terlempar ke kanan dan kiri tangannya tanpa sengaja menarik cantolan pintu hingga terlepas.

Nathan memejamkan matanya erat begitu terlempar. Telinganya bisa menangkap pekikan panik kedua orang tuanya. Ia akan jatuh. Dan itu hal yang pasti. Benar saja, walau waktu terasa berjalan begitu lambat. Ia bisa merasakan tubuhnya yang terbanting ke tanah dengan keras. Namun, ada yang aneh. Rasanya tak begitu sakit. Malah ia merasa hangat dan empuk.

Perlahan, Nathan membuka matanya. "Ah!" serunya kaget. Tubuhnya gemetar tanpa bisa dikendalikan. Pantas saja tak begitu sakit, Ethan melindunginya dengan sempurna. Dan sebagai akibatnya, Ethan yang harus mengalami luka. Kepala dan bahu kanan Ethan sobek dan mengucurkan darah begitu banyak.

"Ma-maaf, Ayah. Saya bersalah," isak Nathan sembari berlutut di depan ayahnya yang tengah mengernyit kesakitan.

Ethan tersenyum tipis. Tiga kesatria yang diam-diam mengikuti mereka dari belang sudah membantunya menyandar pada pohon dan langsung melakukan pertolongan pertama. Kereta kuda yang mereka naiki pun telah terhenti dan ia dapat melihat Cathleen berlari ke arah mereka dengan panik. Ethan mengangkat tangan kirinya yang tak terluka, mengusap kepala Nathan dengan lembut.

"Sudah mengerti apa resikonya sekarang, Nak?" tanyanya dengan suara lembut.

Nathan mengangguk kecil. Ia benar-benar menyesali perbuatannya saat ini. Seharusnya tak seperti ini, seharusnya ia mendengar apa perkataan ibunya dengan baik. Karna kelakuannya, ayahnya terluka. Ia bisa melihat bagaimana ibunya berlari ke arah mereka sambil berurai air mata, walau terhalang oleh beberapa kesatria yang sedang melakukan pertolongan pertama pada ayahnya. Wajah cantiknya berubah pasi. Tangan ramping yang menutupi mulutnya gemetar hebat.

"Ethan!" seru Cathleen nyaring. Kepala wanita itu sontak menoleh ke kanan dan ke kiri dengan cepat seolah tengah mencari sesuatu. Kakinya langsung berayun dengan cepat begitu melihat sosok yang dicarinya tersembunyi di balik para kesatria yang sedang membantu Ethan.

"Nathan!" Cathleen mengangkat tangan kirinya dan langsung menarik buah hatinya. Tangan ramping itu memeluk Nathan dengan kuat. Hatinya begitu lega setelah melihat buah hatinya masih bernapas. Setelahnya, ia mengurai pelukan itu dengan cepat dan memeriksa setiap inci tubuh Nathan dengan saksama.

Tak ada luka yang serius pada tubuh Nathan, hanya ada beberapa luka gores dan memar. Selain itu, tubuh Nathan baik-baik saja. Remaja pria itu sempat syok melihat ayahnya yang bersimbah darah akibat menolongnya. Sepanjang sisa perjalanan untuk mencari penginapan dan dokter terdekat, Nathan lebih sering diam. Walau Ethan dan Cathleen mengatakan tak apa, Nathan terus-menerus menyalahkan dirinya akibat kejadian ini.








-------------------
766.16012022
Nah! Siapa nih yang gak pernah nurut kalau dibilangin? Jangan gitu ya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro