1. Fraegalite by Mayang Sari

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Judul : Fraegalite

Penulis : Mayang Sari

Wattpad Id : Anshadows18

Genre : Science Fiction

Published : 36 Parts

Status : On Going

Hit Rank : #12 in Science Fiction

Visitors : 17,2 Reads. 2,06 Votes. (Fri, 13 Jan 2017)

Cover by : callmeaph

Last Update : 4 Dec 2016

Rating : 8.0/10.0

Sudut Pandang : Orang Pertama dan Orang Ketiga.

Copyright : All Right Reserved

Jujur, ini adalah novel pertama yang saya baca secara utuh di wattpad. Tiga puluh enam part saya selesaikan kira-kira dalam waktu 6 jam di sela-sela kesibukan. Awalnya kurang yakin bisa membaca cepat novel ini. Kendalanya dua. Pertama, membaca di layar membuat mata cepat lelah, kedua, genre novel ini science fiction. Seperti kata penulisnya, tak bisa sembarangan menulis science fiction, begitu pula dengan membacanya, tidak bisa sembarangan. Terkadang harus berhenti agar bisa memahami percakapan atau rangkaian narasi. Jika tidak demikian, mungkin selanjutnya bisa flashback berkali-kali karena jadi kurang mudeng dengan ceritanya.

Novel ini banyak kata pertama bagi saya. Pertama kali saya mengikuti cerita wattpad secara utuh, pertama saya baca science fiction secara utuh, pertama saya menulis review untuk Jendela Kata juga. Jadi, kalau ada kurang-kurang, silakan diingatkan ya. Jangan sungkan.

Sebelum bicara tentang kesan-kesan setelah membaca, saya ingin menjelaskan arti dari Fraegalite di judul. Dalam novel ini, Fraegalite adalah nama sebuah asosiasi perdamaian dunia di mana mereka memiliki tempat tersendiri yang tak terjangkau dari dunia luar. Tempat mereka dibatasi oleh tembok. Jika kalian pernah menonton Divergent, kurang lebih seperti itu. Namun saya tak mengatakan Fraegalite dan Divergent serupa. Ya, mulanya saya sempat berpikir demikian. Tetapi setelah menelusuri bab demi bab, saya menemukan keduanya memiliki aspek masing-masing. Mungkin yang membuat mirip hanya tema cerita yang diangkat dan pembagian manusia ke dalam divisi-divisi tertentu.

Secara garis besar, novel ini menceritakan tentang Mayang, seorang anak SMA yang sangat biasa dan terkesan apatis terhadap dunianya. Di awal dijelaskan dengan sangat detail pergolakan batin Mayang. Dia gadis yang tak memiliki banyak teman, tak suka pelajaran yang berbau eksak, tak suka orang pemerintahan, tak suka membaca. Mencermati karakter tokoh utama ini, saya menggunakan dua kata untuk keseluruhan penggambaran yang diberikan penulis. Negative thinking. Yup, dua kata itu tercetak di hati saya begitu memerhatikan Mayang di awal. Betapa gadis itu banyak mengeluh, banyak berpikiran negatif tentang sesuatu atau seseorang. Dia juga tipe pemikir yang banyak mempertimbangkan sesuatu sebelum melangkah.

Mengingat karakternya yang seperti itu, agak heran saat ia dengan mudahnya mempercayai Panca ketika pertama diajak ke dunia Fraegalite. Dikatakan pula, Mayang sebelumnya hanya memiliki Dylon sebagai kawannya, tetapi ketika Dylon menyusup masuk ke Fraegalite dan terluka, saya tak melihat Mayang bersedih dengan dalam dan sungguh-sungguh. Atau bahkan kesedihan ini tak diekspos penulis. Entah memang sengaja dibuat demikian atau tidak. Jika Dylon memang orang seperti yang digambarkan sebelumnya−orang yang penting bagi Mayang, mudahkah move dari kesedihan tanpa ada bekas?

Entahlah. Ada beberapa bagian di mana pergolakan batin Mayang dan adegan terasa begitu berbenturan sehingga agak sulit untuk mengerti keseluruhan adegan tanpa terbayang oleh pergolakan batin yang lebih dominan dibanding adegan.

Fokus utama cerita ini adalah perang, perbedaan keyakinan, serta kecemburuan. Penulis menggunakan bahasa yang luwes, terasa menyegarkan, serta kosa kata yang beragam dan tak monoton. Gaya bahasa yang menarik, membuat saya teringat pada kisah-kisah klasik menegangkan khas novel-novel barat.

Di Fraegalite, kita akan disuguhkan segala hal berbau perang. Tentunya lengkap dengan senjata-senjata canggih, tank-tank, serta ketidakmasukakalan yang menjadi masuk akal khas Science Fiction. Orang yang telah mati bisa hidup kembali karena sebuah serum, tetapi otak mereka tak lagi menjadi milik mereka melainkan dikendalikan oleh orang lain dengan maksud tertentu.

Konspirasi terencana, kawan dan lawan tak mudah dibedakan. Cinta dan persahabatan yang menyusup dalam hati di tengah ketegangan-ketegangan perang. Penggambaran yang luas, pemahaman mendalam dari penulis membuat pembaca dapat menikmati setiap alur yang dicipta. Namun, terkadang saya terganggu dengan pemikiran Mayang yang terlalu banyak dalam beberapa adegan yang harusnya hanya menuntut waktu sepersekian detik. Hal ini menyebabkan kesan action dalam adegan berkurang dan konsentrasi terpecah ke arah lain.

Cerita ini tak mudah ditebak dan banyak pesan moral tersirat yang disajikan penulis sehingga menambah bobot ceritanya. Terlebih tema yang diangkat tidak mainstream dan cenderung banyak digemari baik untuk pria maupun wanita. Novel ini patut dibaca segala gender. Ya, saya rekomendasikan untuk usia 15+. Meski tak ada adegan 17+, tetapi segala moral, perseteruan dan adegan-adegan yang ada di novel ini akan lebih baik jika dibaca mereka yang sudah cukup dewasa agar dapat memilah mana yang patut ditiru dan mana yang harus dijadikan pelajaran.

Ada tiga tokoh pria di novel ini yang memiliki cukup banyak pengaruh bagi Mayang. Pertama adalah Panca. Panca adalah patron atau penjaga Mayang. Di awal ia digambarkan tak terlalu suka pada sikap Mayang yang cerewet, dia terkesan cuek tetapi sebenarnya perhatian. Dia menjaga Mayang dengan sepenuh hatinya, karena memang seperti itulah tugas seorang patron. Tetapi seiring bergulirnya waktu, Panca sepertinya menaruh hati pada Mayang.

Pria kedua adalah Arya. Sosok yang dipanggil 'Dewa Arya' oleh Mayang karena pernah menyelamatkan gadis itu dari sosok Jill—seorang restrain yang merupakan pelatih para manecer termasuk Mayang. Jill terkenal galak. Ditambah lagi gadis itu cemburu karena Panca yang notabene adalah sahabatnya menjadi patron-nya Mayang.

Arya sangat pengertian, teman bicara yang menyenangkan dan lambat laun Arya juga menaruh hati pada Mayang. Meski sosok ini sebenarnya misterius dan seakan menyimpan banyak rahasia, Mayang tetap sulit jauh darinya.

Tokoh pria ketiga adalah Dylon. Dia sering disebut-sebut oleh Mayang di awal, tetapi perannya ke belakang tak begitu mempengaruhi perubahan dalam diri Mayang. Kemunculannya bagi saya seperti keajaiban. Ya, dia tiba-tiba muncul dan membuat segalanya bertambah runyam.

Dalam novel ini, adakalanya kita diajak untuk merasakan penderitaan orang-orang karena perang. Adakalanya kita diajak untuk menyelami pergolakan perasaan Mayang yang tak menentu. Tetapi tokoh utama ini mengalami perubahan karakter seiring berjalannya cerita. Ia yang mulanya kekanakan dan tak bertanggung jawab, pelan-pelan mulai mengerti dan justru berperan dalam banyak hal.

Saya yakin novel ini belum sempat direvisi oleh penulisnya karena masih banyak ditemukan kesalahan EBI serta dialog tag yang tak tepat.

Yang membuat saya bingung adalah memikirkan setting cerita ini. Oke, ini fiksi. Tetapi tetap saja saya bingung. Settingnya di mana? Di Indonesia-kah? Mengingat nama-nama tokohnya, sepertinya penulis ingin menggambarkan setting Indonesia. Tetapi kemudian, mengapa ada musim dingin di Indonesia?

Dugaan setting Indonesia ini saya kesempingkan begitu melihat ada tokoh-tokoh yang tampaknya tak berbau Indonesia (dari namanya). Namun lagi-lagi saya menemukan indikasi bahwa memang settingnya di Indonesia karena kemudian saya menemukan istilah kurir nasi padang yang digunakan oleh Mayang. Lantas, hal ini membuat saya kembali berpikir, apakah di dalam tembok dan di luar tembok memiliki iklim berbeda? Rasanya tidak. Karena tembok hanya pembatas, segala iklim dan alam tetaplah kesatuan, bukan? Sanggah jika saya salah.

Ada baiknya, jika ingin menggunakan satu setting tempat tertentu, nama tokoh dan segala aspek di sekitarnya juga mendukung setting tersebut.

Lagi, saya menemukan beberapa logika yang janggal. Kali ini dalam adegan di kereta api. Saat itu Mayang bepergian hanya menggunakan piyama tanpa alas kaki dan di musim dingin, dalam keadaan kaki terluka. Mungkinkah orang dalam kondisi seperti itu mampu mengalahkan puluhan savage yang diceritakan bersenjata lengkap? Meski memang savage itu hanya dikendalikan, agak mustahil melihat keadaan Mayang. Musim dingin yang minus beberapa derajat itu. Mungkinkah? Terlebih, saat itu Mayang terluka di bagian telinga.

Bukankah telinga itu keseimbangan? Mustahil ia tetap menang melawan Iqbal yang sudah menjadi savage bahkan sampai bisa membuat Iqbal jatuh padahal kondisinya seperti itu? Baiklah, jika bukan di musim dingin bersalju mungkin ini masih masuk akal. Ditambah lagi, setelah perkelahian selesai dan Mayang kembali ke dalam kereta, dia seolah tak merasakan apa-apa. Aneh, tidakkah ia terkena hipotermia setelahnya? Ya, itu pendapat saya. Ada pula ketika Mayang berkeringat padahal ia sedang berada di ruang terbuka di musim dingin. Satu lagi, mungkinkah bisa seperti itu?

Efek dari peluru juga sempat membuat saya berpikir. Karena ada banyak adegan yang menggunakan senapan, ada banyak pula tokoh yang meninggal karena senapan, serta kita menemukan beberapa yang masih hidup meski terkena tembakan. Oke, mungkin di sini jenis senapan juga berperan. Ketika Dylon tertembak di bagian jantung dan masih bisa dioperasi untuk penyelamatan. Bukankah jika kita ingin menembak seseorang agar langsung mati di tempat, kita harus mengarahkan ke jantungnya? Apa jalur operasi masih bisa di tempuh? Tidakkah ia langsung mati di tempat?

Masih tentang efek peluru. Kali ini Panca. Dia sembuh setelah tertembak di kening. Saya sempat mencari-cari, jika tertembak di bagian pelipis, maka dia bisa mengalami amnesia ringan. Tapi di kening saya tak menemukan akibatnya. Jika dipikirkan benar-benar, betulkah ia bisa sembuh tanpa ada efek samping apa pun? Secepat itu? Saya tak mengingat berapa lama rentang waktu yang dibutuhkan Panca untuk sembuh. Tapi sepertinya tak terlalu lama.

Sedangkan, saat Mayang tertembak di bagian lutut, ia sampai tak sadarkan diri berbulan-bulan. Saat itu Arya bilang lututnya Mayang sudah disembuhkan dengan teknologi khusus, tetapi kepalanya terluka parah dan belum ada teknologi untuk menyembuhkannya dengan segera. Jika begitu, bagaimana dengan kasus Panca sebelumnya?

Antara Bab 26 dan 27 saya juga menemukan kejanggalan. Di Bab 26, Arya mengatakan bahwa Mayang sudah tidak bangun selama berbulan-bulan. Lalu di awal Bab 27, narasi Mayang mengatakan bahwa musim dingin baru beberapa hari berakhir. Padahal di bagian-bagian sebelumnya, sepertinya mereka masih ada di musim dingin. Apakah ini sudah di tahun berbeda mengingat kata Arya Mayang sudah tak bangun berbulan-bulan? Itu artinya, Mayang tak sadar selama hampir setahun? Karena luka kepala dan tulut? Sedang Panca secepat itu bangun padahal tertembak di kening?

Oke, mungkin memang jenis senapan menentukan, tetapi hal itu terlalu janggal dan membuat berpikir. Akan lebih baik jika penulis mempertegas bagian-bagian mana yang tertembak agar pembaca memiliki gambaran apa tokoh yang tertembak itu akan mati atau tidak.

Agak aneh ketika Panca meninggal karena tembakan Mayang, padahal saat itu Mayang menembak dalam keadaan mata tertutup. Betapa hebatnya Mayang dapat mengarahkan senapannya tepat ke jantung Panca dalam keadaan tertekan dan mata tertutup.

Oke, saya tidak akan spoiler. Berhubung cerita ini masih on going. Ayo kita kasih semangat buat authornya, yang kebetulan atau sengaja−namanya sama dengan tokoh dalam novelnya ini−yap, Mayang!

Di akhir, Author Mayang menawarkan sekuel untuk lanjutan Fraegalite. Kita tunggu saja keputusannya.

Novel ini saya rekomendasikan untuk para pecinta genre-genre menegangkan. Tak akan membosankan apalagi membuat gerah. Ya, kalian akan diajak berpetualang merasakan suka-duka dunia di balik tembok. Fraegalite, begitu mereka menyebutnya.

Terima kasih sudah menyimak review dari saya.


View complete review, click the link below :

https://jendelakatablog.wordpress.com/2017/01/15/wattpad-review-fraegalite-by-mayang-sari/


Review by : 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro