Tentang Matsu yang Memimpikan Tokyo***

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

❄❄❄

"Jadi seperti itu?" Natsu menghela napas perlahan, penjelasan Kamura sekarang benar-benar membuatnya mengerti. Sekarang rasa bersalahlah terhadap Matsu mulai menghampirinya. "Aku jadi merasa tidak enak dengannya."

"Kamu tidak perlu merasa seperti itu, ini semua tidak sepenuhnya salahmu." Kamura menepuk-nepuk bahu temannya.

"Lagipula, kenapa Kamura melakukan hal itu?"

Natsu semakin merasa bersalah, kemarahannya kemarin, seharusnya ia tidak terpancing emosi. Matsu pergi ke rumah Kamura kemarin karena Kamura yang meminta, ternyata kemarin Kamura mengikuti saran Natsu untuk menanyakan perihal yang sama tentang rekomendasinya ke Tokyo.

Kamura juga menawarkan kepada Matsu untuk mendaftar ke Universitas Tokyo sepertinya. Matsu sempat terkejut saat mendengar kabar itu dari Kamura langsung, tapi masalahnya bukan itu tujuan utama Kamura meminta Matsu untuk datang kerumahnya kemarin.

"Bagaimana respon Matsu saat itu?" Natsu kembali bertanya, pria itu hanya tersenyum ke arahnya.

"Dia juga terkejut mendengar hal itu, tapi aku lebih suka gaya terkejut Oichi-chan." Natsu memanyunkan bibirnya dan Kamura melanjutkan, "dan aku juga mengikuti saranmu untuk mengajak Matsu-chan mendaftar ke sana, ke Tokyo."

"Lalu?" Natsu mencondongkan tubuhnya.

"Dia malahan senang sekali bisa mendaftar di salah satu universitas terbaik itu, begitu katanya."

"Tuh kan! Matsu pasti menerima itu! Dia itu memang pintar, dari dulu dia memang ingin tinggal di kota moderen seperti Tokyo, bukan kota tradisional seperti Kyoto." Jelas Natsu, "jadi kalian nanti sama-sama pergi meninggalkan Kyoto?"

Kamura menggeleng, "tidak juga!"

"Apa?"

"Ya, begitu saat dia sedang berbicara masalah impiannya ke Tokyo, kau menelponnya, dan itu berkali-kali! Benar bukan?"

Natsu menelan ludah mengangguk sekali.

"Ya, saat itulah dia mulai khawatir jika dia pergi ke Tokyo, nantinya Oichi-chan dengan siapa? Siapa yang akan menemanimu nanti? Dia tahu kalau kau tak akan kembali ke Ine. Itulah yang dikatakannya kepadaku sehingga mengangkat telponmu pun dia takut."

"Matsu mengatakan hal seperti itu?"

Kamura mengangguk, "dia sangat mempedulikanmu, sesuai katamu dia gadis yang pintar dan sangat berpeluang pergi ke sana, tapi dia tidak mau meninggalkanmu. Rasanya aku melihat seperti menguap begitu saja kebahagiaannya saat kau menelpon," jantng Natsu serasa tertusuk seketika, "sehingga akulah yang harus menelponmu kembali agar kau tak khawatir, dia takut mengangkat telponmu karena mungkin kau akan menanyakan dia ada di mana? Sedang apa? Dan jika suatu saat dia bilang saat lulus nanti dia ingin lanjut pendidikan ke Tokyo, dia tidak ingin kau bersedih mendengarnya."

Sekarang semuanya benar-benar jelas, amarah Matsu kemarin, dari dulu dia selalu bercerita tantang Tokyo kepada Natsu. Bahkan di dinding dorm kamar tertempel gambar Tokyo Tower, gedung pencakar langit, Taman Rikuigei, Kuil Meiji Jingu, dan apapun tentang Tokyo—meski beberapa diantaranya bukan Tokyo.

Namun, saat impiannya akan terwujud, seolah Natsu menjadi penghalang besar baginya.

Aku tak ingin kalian bergantung terus kepadaku.

Itu benar. Pada kenyataannya Matsulah yang benar, Natsu selalu bergantung kepadanya, bukan hanya masalah pelajaran, tetapi hampir seluruh masalah Natsu selalu meminta bantuan Matsu. Contohnya saja saat ingin sekolah ke Kyoto, Natsu harus meminta Matsu untuk meyakinkan Oka-san.

Matsu berat meninggalkannya karena Natsu masih bersifat kekanak-kanakkan, ia masih bergantung kepada orang lain terutama Matsu, Natsu rela meninggalkan rumah demi cinta yang bertepuk sebelah tangan. Sungguh tindakkan yang tak masuk diakal—di luar alasan lainnya.

Bahkan saat Nene menangis tak ingin melepaskannya pun, Matsulah yang menenangkannya, Natsu hanya dapat diam dan menahan tangis.

Natsu sekarang merasa tak lebih dari sekedar batu penghalang, bahkan ia sempat-sempatnya marah kepada sahabatnya sendiri hanya karena Maatsu yang tidak memberikan kabar.

Saat ini, Natsu merasa bahwa dia makhluk yang tidak berguna.

"Aku harus minta maaf kepadanya sekarang." Natsu berdiri, namun Kamura menahan lengannya duluan dan memintanya duduk kembali.

"Aku belum selesai cerita, Oichi-chan!"

"Masih ada lagi?" Kamura hanya tersenyum dan menarik tubuhnya lebih dekat.

"Raut wajah Matsu langsung berubah saat aku katakan tujuanku yang sebenarnya..."

"Tunggu!" Natsu memotong cepat, "jadi tujuanmu sebenarnya mengajak Matsu kerumahmu bukan untuk mengajaknya kuliah di Tokyo?"

Kamura kembali tersenyum yang kali ini Natsu tidak tahu apa maksud dari senyuman itu.

"Tentu saja bukan!"

"Lalu apa?" Natsu mengerutkan dahinya.

"Aku meminta Matsu untuk membujuk Natsunawa Oichi mengambil Universitas Tokyo." Kamura tersenyum miring, Natsu membelalakkan matanya, "lagi pula tujuan utamaku tetap Oichi-chan!"

Natsu terdiam, menatap mata Kamura tak percaya, tak mengerti. Dia menggeleng.

"Kenapa? Lagipula itu bagus kan? Kamu akan tetap bersama Matsu dan aku akan tetap mempunyai teman disana." Kamura mengerlingkan mata kirinya kepada Natsu.

"Ka-Kamura-kun, kau ini!" Natsu berkata patah-patah, penuh penekanan.

Tiba-tiba Kamura memajukan tubuhnya sangat dekat dengan Natsu, hingga Natsu memundurkan wajahnya yang sudah berjarak beberapa mili dengan wajah kamura, sedikit maju saja wajah mereka akan saling bersentuhan.

Saat ini tangan Natsu mulai bergetar, jantungnya berdegup kencang, apa yang sedang dilakukan temannya itu? Apakah dia tidak takut jika ada yang melihat?

"Ka-Kamura apa yang kau.."

"Makanya, kamu jangan sampai mengecewakan Matsu. Belajarlah dengan giat untuk tes di sana, tidak ada yang tidak mungkin Oichi!" Bisik Kamura, "jadinya nanti aku akan selalu bisa melihat wajahmu yang memerah seperti sekarang!" Kamura tersenyum jahil.

Natsu seketika mendorong tubuh Kamura hingga laki-laki itu terdorong ke belakang. Dia langsung berdiri dari tempat duduknya. "Aku akan tetap memilih Kyoto, bagaimanapun Kamura-kun memaksaku aku akan tetap tinggal di sini!"

Kamura tertawa, ia ikut berdiri dan mengacak rambut Natsu pelan, "jadi, kamu tetap di sini?" Ia melingkarkan lengannya ke bahu Natsu, lalu menuntunnya berjalan pergi. "Kamu tidak mau memikirkannya lagi?"

"Tentu tidak, di sana soal tesnya pasti sulit. Aku tak akan bisa." Gumamnya, "Kamura-kun pergilah ke Tokyo, aku tidak mau melihat pria menyebalkan seperti Kamura lagi!" Natsu berjalan mengikuti arah Kamura yang lagi-lagi tertawa lepas.

Sekarang Natsu benar-benar mersakan perubahan pada diri Kamura. Sikapnya yang dulu dingin sekarang terasa lebih hangat, bahkan sering bertingkah konyol dan menyebalkan terhadap Natsu. Bibirnya yang dulu sangat kaku untuk tersenyum bahkan senyuman tipis sekalipun, kini sekarang Natsu justru sering mendengar gelak tawanya yang begitu khas.

Dan satu hal lagi, Kamura yang baru menjadi temannya sekitar dua bulan setengah ini sudah mulai berani melakukan kontak terhadap Natsu, menepuk bahu, mengacak rambut, dan sekarang melingkarkan lengan kanannya, mendekap bahu Natsu.

Benar-benar berbeda dengan sikap Kamura yang dingin terhadap orang lain.

❄❄❄

Hari ini, Natsu akan ke rumah Yori lagi. Ia akan melanjutkan belajarnya karena dua minggu lagi akan masuk ujian kelulusan dan minggu selanjutnya pendaftaran untuk tes di universitas yang dipilih.

Natsu ingin benar-benar fokus belajar, dia ingin masuk ke Universitas Kyoto dengan pilihan utamannya, untuk itu ia harus meningkatkan nilainya.

Namun, hari ini sedikit berbeda, Natsu pergi bersama Kamura, Kamura memaksa ikut. Natsu sudah berkali-kali menolaknya untuk tidak perlu ikut, namun Kamura tetap bersih keras dengan alasan ingin membantu Natsu belajar. Saat Natsu mengatakan Kamura juga harus membatu mengajari Yori, Kamura tetap setuju. Akhirnya Natsu menyerah.

Sekali-kali di perjalanan, Kamura masih menggoda Natsu untuk memilih Universitas Tokyo yang membuat Natsu semakin jengkel. Dan satu lagi, masalahnya dengan Matsu tadi sudah ia selesaikan, Matsu orangnya pemaaf jadi masalahnya dengan cepat mereka selesaikan.

"Aku sudah mendengar semuanya dari Kamura." Natsu berkata pelan, Matsu hanya terdiam menatap ke depan saat itu. "Aku memang payah, aku marah begitu saja kepadamu. Aku hanya penghalang bagimu."

"Natsu sudahlah, jangan menyalahkan dirimu sendiri."

"Tidak Matsu," Natsu menundukkan kepalanya, "kau benar, aku terlalu bergantung padamu, itulah yang menyebabkan kau sulit memilih. Tapi pilihlah Tokyo." Natsu menegakkan kepala, matanya terasa panas saat itu, meskipun ia sudah mempersiapkan diri, tapi ternyata sulit berbicara dengan Matsu dalam keadaan seperti ini.

"Natsu-chan?" Matsu menautkan alisnya.

"Ya Matsu! Dari dulu kau memimpikan Tokyo bukan? Lanjutkan mimpimu, kau tak perlu menghiraukan aku, disini masih ada Yori kok." Natsu memaksakan senyuman. Matsu terdiam lama.

"Aku akan memilih Kyoto." Jawab Matsu tegas.

"Apa?"

"Impianku memang berada di Tokyo, tapi bukan berarti aku harus memilih universitas di sana, aku bisa menunda impianku nanti, yang penting aku masih tetap bersama sahabatku di sini!"

"Matsu Chan ...," Natsu tidak dapat menahan tangisnya, perlahan air matanya mengalir keluar.

"Kita adalah sahabat Natsu." Matsu merentangkan tangan dan Natsu menyambutnya, memeluk temannya erat.

"Terima kasih." Natsu berbisik pelan.

"Terima kasih untuk?"

"Untuk memaafkanku, untuk tetap disini, dan untuk persahabatan kita." Matsu menepuk-nepuk bahu temannya.

"You can do everything what you want but you can't forget every people who you love." Bisiknya pelan.

"Ini rumahnya?" Kamura menatap rumah besar yang ada di depan mereka, seketika Natsu kembali pada dirinya yang saat ini.

"Ya! Tapi kamu benar-benar serius? Kalau kau berubah pikiran, pergilah sebelum terlambat, nanti menyesal di sana." Natsu mencoba membujuk Kamura lagi.

"Kan kamu sendiri yang memintaku untuk bersosialisasi!"

Kamura tersenyum melihat Natsu yang menjadi salah tingkah.

"Tapi di situ hanya aku , Yori, dan Matsu. Tidak ada laki-laki, kamu tak malu?" Pria itu kembali tersenyum melihat wajah serius Natsu, mengacak-acak rambut Natsu pelan.

"Yang penting ada Oichi-chan!"

"Benar ya, nanti jangan menyesal." Natsu membukakan pagar rumah Yori, mereka berjalan masuk, "soalnya kalau ngajarin Yori biasanya tekanan darah manjadi naik."

Kamura tertawa, lagi Natsu melihatnya tertawa.

Saat sudah sampai di pintu rumah, Natsu menekan bel, cukup beberapa detik terdengar suara Yori dari dalam yang menyuruh masuk.

"Kau siap?" Natsu berkata kepada Kamura.

"Memangnya semenyeramkan apa sih?"

Tanpa aba-aba lagi, Natsu langsung membuka pintu.

Terlihat semua orang ada di ruang tamu.

"Irasshaimase!!!" Semua menyambut mereka. Mulut Natsu menganga, matanya melotot tak percaya.

"Kalian semua ada di sini?" Tanyanya heran, mereka berdua masih mematung di ambang pintu.

"Ya," Matsu yang menjawab, "tadi aku dengar percakapan kalian berdua di kelas, Kamura memaksa ingin datang."

"Jadi ada orang jenius yang akan ikut mengajariku di sini, sekalian saja aku undang teman-teman yang butuh bantuan, tidak apa-apa kan Kamura-kun?" Yori menambahkan.

Natsu menatap kamura yang juga terlihat terkejut meskipun masih memasang ekspresi yang datar. Banyak sekali siswi yang datang dan tidak ada laki-laki sama sekali.

Natsu dapat menangkap seluruh siswi selain Yori dan Matsu. Ada Yamaguchi di sana, Mika, Rammaru, Reika, Itsumo, Mio, oh ada Tsuda juga disana.

Natsu menyikut lengan Kamura, "sudah kubilang jangan datang!" bisiknya. Kamura hanya menatapnya diam.

"Sisi baiknya, tidak ada Kobayashi di sini." Natsu mengambil hal positif yang tersisia.

"Ada yang memanggilku?" tiba-tiba Kobayashi muncul dari balik sofa dan melambaikan tangannya kepada Natsu .

"Oh, gawat." Natsu menggigit bibirnya.

"Setidaknya ada laki-laki lain disini." Kamura berbisik pelan.

❄❄❄

-WINTER-

Pernah punya dua orang teman yang pinter banget? Atau kalian salah satu dari dua orang pintar diantara yang lain?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro