2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kerajaan Cahaya adalah kerajaan yang paling disegani oleh seluruh kerajaan yang ada di sekitarnya. Mereka menyebutnya Kerajaan Utama, atau kerajaan di atas kerajaan yang lain. Bisa melihat bentuk istananya saja, orang itu sudah bisa dikatakan sangat beruntung.

Jika diilustrasikan sebagai persegi panjang, letak Kerajaan Cahaya adalah di titik potong diagonalnya, sehingga jarak antar seluruh kerajaan dan Kerajaan Cahaya tidaklah terlalu jauh.

Kerajaan Cahaya penuh dengan misteri. Ada tembok besar yang mengelilingi Kerajaan Cahaya dan penjagaan yang ketat dari setiap sudut ke sudut tembok. Mereka yang terpilih adalah mereka yang beruntung karena bisa terlahir untuk melayani keluarga kerajaan.

Sampai sekarang, Ryena belum pernah melihat pemimpin yang memimpin di Kerajaan Cahaya. Selama tiga belas tahun dia hidup di dunia ini, dia hanya selalu menghabiskan waktunya untuk bermain di luar tembok bersama anak-anak seumurannya.

Desa tempat Ryena tinggal adalah desa yang paling dekat dengan Kerajaan Cahaya. Desa itu juga termasuk desa yang maju dan menjadi destinasi bagi perantau. Mereka adalah orang-orang yang datang dengan harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi--walaupun sebenarnya nantinya mereka akan berakhir menjadi rakyat biasa di desa ini.

"Ibumu masih sakit?" tanya Riuka sembari membantu Ryena mengangkut rumput kering.

Ryena mengikat jerami sambil menghela napas panjang, "Masih."

"Sudah mencari Tabib Zuan? Dia pasti bersedia membantu."

"Sudah, tapi kata istrinya Tabib Zuan diundang di Kerajaan Cahaya," balas Ryena sambil memutar bola matanya kesal, apalagi saat dia mengingat perlakukan Nenek Zuan. Ingin sekali rasanya Ryena mengutuknya agar dia tidak bisa tidur selama tiga malam. 

"Kau kesal sekali kelihatannya," kikik Riuka sambil menepuk-nepuk pundak Ryena sekerasnya. "Eh, tunggu. Tabib Zuan diundang oleh Kerajaan Cahaya? Wah! Bukankah itu artinya Raja Zeolard akan menobatkannya menjadi tabib istana? Kalau dia kembali nanti, aku akan mengucapkan selamat untuknya."

"Sepertinya tidak bisa, karena jika Tabib Zuan kembali, rumahnya akan dipenuhi oleh orang-orang yang juga ingin mengucapkan selamat," gerutu Ryena. "Aku yakin, istrinya yang suka pamer itu pasti mengumbarkannya kepada seisi desa. Dan kalau dia sanggup, pasti dia akan mengumbarkannya kepada seisi dunia."

Riuka berkacak pinggang, "Tapi rasanya wajar saja dia senang. Memangnya siapa yang tidak senang punya kesempatan untuk melihat Kerajaan Cahaya dan bertemu dengan Raja Zeolard?"

"Kan suaminya yang melihat Istana Cahaya, bukan dia," timpal Ryena kesal.

Ditatapnya tembok tinggi yang membatasi dunianya dengan bagian dalam istana misterius itu. Kerajaan Cahaya tidaklah seterang namanya, kerajaan itu juga berdiri sendiri tanpa pernah melibatkan kerajaan sekecil apapun.

Akan ada masanya kerajaan itu akan merekrut budak sebanyak-banyaknya untuk proses pembangunan istana musim--ini yang sejak Ryena kecil didengarnya. Dulu, mereka merekrut banyak sekali orang-orang dan mereka tidak pernah tampak lagi sejak itu. Kerajaan itu terlalu sibuk sampai lupa memikirkan rakyatnya. Nama Cahaya jelas tidak pantas untuk kerajaan yang tidak adil ini.

Cahaya adalah sesuatu yang adil, mereka menerangi kegelapan semampunya.

Kerajaan ini? Tidak perlu mencari sampai desa terpencil di ujung sana, desa yang sudah tampak tepat setelah mereka membuka gerbang saja, mereka tidak pernah melihatnya. Cahayanya terlalu kelam untuk menerangi hal di sisinya

Ryena berdengus sembari memalingkan wajahnya dari tembok itu.

"Aku tidak akan mau masuk ke istana itu, meskipun jika Raja Zeolard yang mengundangku masuk," gumamnya.

Riuka menatap sahabatnya dengan tatapan mengejek, "Memangnya kau punya kelebihan apa sampai harus diundang langsung oleh Raja Zeolard?"

Ryena mengendikkan bahu, "Siapa tahu raja melihatku saat pangeran tanpa nama itu berulangtahun untuk yang ke-15 nanti? Lalu siapa tahu juga kalau dia ingin menjadikanku selir ke-sekiannya?"

"Pangeran Kerajaan Cahaya punya nama, Ryena, hanya belum diumumkan ke pihak luar," imbuh Riuka. "Kau tidak cukup ya kalau hanya orang tua seperti Tabib Fue yang tertarik denganmu?"

Ryena memutar bola matanya, "Aku lebih suka tidak disukai oleh siapapun daripada harus disukai Tabib Fue yang mesum itu."

"Jangan terlalu benci, karena benci dan suka hanya setipis pakaian yang kita gunakan."

"Tenang. Kalau sampai sobek, tinggal jahit. Kalau sampai suka, tinggal dilihat lagi wajahnya. Tapi tidak mungkin, mataku masih sangat jernih."

Riuka terkikik lagi. Ryena selalu kesal jika membahas apapun tentang Tabib Fue, Ryena membencinya setengah mati. Selalu saja Ryena mengatakan bahwa Tabib Fue sudah seperti kakeknya sendiri--mengingat Tabib Fue lebih tua dibandingkan ayahnya. Sepertinya dia tetap tidak mengerti.

"Ngomong-ngomong, pangeran akan berulang tahun dalam beberapa purnama lagi. Keluargamu sudah tahu belum, mau mempersembahkan apa?"

Ryena memelototi Riuka. "Kau bercanda? Buat apa warga miskin seperti kita memberikan hadiah untuk anak raja? Memangnya mereka kurang apa lagi? Seharusnya aku yang mendapatkan hadiah dan bukannya pangeran!" protesnya.

"Memangnya kau siapa, sampai merasa harus mendapat persembahan?" tanya Riuka.

Kening gadis itu mengerut cemberut. "Ah, aku benci terlahir di hari ulang tahun yang sama dengan pangeran."

Riuka menepuk keningnya, seolah baru teringat dengan sesuatu yang penting, "Astaga, aku juga baru ingat. Maaf."

"Kau membuatku makin membencinya."

"Membenci orang lain sama mudahnya dengan mencintai orang lain, hanya saja kau lebih mudah mengakui benci daripada cinta," ujar Riuka dengan bijak, "itu kata ibuku."

Ryena menghela napas panjang, "Aku tidak percaya dengan hal konyol seperti itu."

Dari kejauhan, Ryena bisa melihat ayahnya melambaikan tangannya, memanggilnya pulang.

Sambil mengangkat tumpukan jerami yang telah diikat di atas bahunya, Ryena berpamitan pulang, "Riuka, pulang dulu. Jangan kemalaman."

Riuka mengangguk sekali, "Hati-hati."

Saat sudah mendekat pada gerobak kayu ayahnya dan meletakan jerami yang didapatkannya untuk hari ini, sang Ayah mengatakan, "Itu siapa?"

"Riuka. Masak ayah tidak bisa mengenalinya," jawab Ryena sembari membantu ayahnya, mendorong gerobak itu dari belakang, sedangkan ayahnya menariknya dari depan.

"Riuka?" Ayahnya menoleh, menatapnya terheran-heran.

"Jangan bilang ayah lupa dengan Riuka? Dia kan sering bermain bersamaku dulu," jawab Ryena sambil membayangkan Riuka dengan rambut yang diikat ke atas, namun pada akhirnya mereka harus memotongnya karena rambut panjang hanya dikhususkan untuk keluarga bangsawan dan kerajaan. Bukan untuk mereka, yang bahkan adalah perempuan, jika dari keluarga di bawahnya.

"Riuka tidak membagi tubuhnya menjadi dua, kan?" tanya ayahnya yang kali ini membuat Ryena bertanda tanya, bingung. "Daritadi kan kalian bertiga."

Ryena menoleh ke belakang dengan perasaan ngeri. Namun dia tidak menemukan apapun kecuali kekosongan. Riuka juga tampaknya telah pulang. Hanya ada padang rumput yang luas dan pepohonan yang tinggi. Latar senja menghiasi tempat itu, tiba-tiba Ryena teringat dengan cerita Riuka tetang penunggu di tempat itu.

Belum sempat menjelaskan apapun kepada ayahnya, kali ini beliau menyambung lagi, "Aku tidak tahu kalau kau punya teman dari keluarga bangsawan."

"K-keluarga bangsawan seperti apa, maksud ayah?" tanya Ryena ketakutan.

"Rambutnya panjang begitu dan memakai perhiasan emas di mana-mana, kalau bukan keluarga bangsawan, apa lagi? Keturunan dewi?"

Tbc

6 Juli 2018

a/n

Untung blurbnya aku bikin terang-terangan. Kalau gelap-gelapan nanti, habis kalian kebingungan baca cerita ini /keselek garam/

Hari ini udah jumat ya? Kayaknya nggak salah deh aku pasang up time aqua revive di weekend.

Berasa cepet waktunya lol

See u

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro