Chapter 10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Benar-benar kejam! Sangat kejam! Entah berapa kali Iri harus mengeluarkan sumpah serapah karena kelakuan Sang Ratu yang tak punya perasaan. Membuat Iri menjerit kencang hingga tenggorokannya sakit dan matanya berair, sebab tubuhnya tengah melayang di ketinggian yang tak dapat diukurnya.

Seseorang tolong selamatkan aku!!

Sementara di dalam Menara Waktu, kepanikan Ren tak dapat lagi terbendung. Jendela misterius yang menyebabkan Iri terjatuh dari atas sini, kini telah tertutup sepenuhnya. Menyatu dengan tembok, seakan-akan lubang tersebut memang tidak pernah ada.

"Yang Mulia, apa maksudnya ini!?" Ren berseru penuh emosi.

"Gadis itu tengah melaksankan ujian dariku, dan idak boleh ada seorang pun yang mengganggunya—termasuk kau, Anak Waktu."

Tangan Ren mengepal kuat. Apa-apaan ini?! Sebenarnya apa yang Yang Mulia Ima pikirkan sampai menjatuhkan Iri ke dasar Menara yang taka da seorang pun yang tahu apa yanga ada di bawah sana?!

"Tapi, Yang Mulia, Iri tidak punya kekuatan untuk melindungi dirinya sendiri! Dia hanya manusia biasa! Bagaimana kalau terjadi apa-apa padanya?" Ren benar-benar cemas. Berbagai pikiran negative mulai berseliweran di kepalanya, dan itu membuatnya tak nyaman.

"Itulah kenapa aku melemparnya ke dasar Menara, Ren." Nama lelaki yang tersebut itu menoleh, dan menatap Ima lekat-lekat. "Kako memberikan berkatnya pada gadis itu, bukan?" Ren berpikir sejenak, kemudian mengangguk. Ima melanjutkan, "Iri harus bisa mengendalikan kekuatan yang di dapatnya kalau dia ingin terus melanjutkan perjalanan. Dan, di bawah sanalah, ia akan mengerahkan seluruh kemampuannya.

++++

Jarak antara Iri dengan daratan semakin pendek. Jantung Iri berdegub kencang, kepalanya berusaha berpikir dan menghilangkan segala pemikiran menakutkan.

"Pe—PELINDUNG!"

Entah karena apa ia berteriak seperti itu, tapi karenanya Iri berhasil tepat waktu dan menyelamatkan dirinya sendiri dari benturan yang bisa menghancurkan seluruh tubuhnya. Gelembung dengan sinar keperakan membungkus si gadis dan memperlambat lajunya. Iri pun mendarat dengan selamat sentosa.

Kaki gadis itu tak kuat lagi menahan beban tubuh saking shock-nya. Iri pun duduk berlutut sambil mengatur napasnya yang memburu. "Ha—hampir ... saja ...." Rasa takut sepertinya sudah menguasai dirinya, sehingga ia bisa mengeluarkan sihir yang mengejutkan.

Setelah merenung beberapa saat, gadis itu ingat bahwa di Memori Masa Lalu, Kako memberinya berkat, yang sepertinya sihir tadilah berkat yang dimaksudkan sang Ratu. Tapi, apa sekarang ia bisa mengerahkan sihir itu kembali?

Iri berdiri dengan sempoyongan. Ia menggunakan sebelah tangannya untuk menahan tubuh pada dinding menara yang ditumbuhi lumut dan tanaman-tanaman liar. Kedua iris hazel itu mengitari tempat bak hutan belantara ini. Apa memang begini keadaan di bawah Menara Waktu? Gelap. Menyeramkan. Suasananya seperti berada dalam sebuah tempat di film horror.

Apa yang harus ia lakukan sekarang? Menunggu Ren turun dan menolongnya? Atau menunggu Ima datang dan melakukn sesuatu pada dirinya? Ia benar-benar bingung!

Sraaak!

Suara dedaunan kering yang bergesek membuat Iri mengedarkan pandangan dengan wasawas. "Siapa di situ!?" teriak Iri. Namun, yang bisa ia dengar hanyalah keheningan yang menyakitkan telinga.

Suara ranting patah terdengar di telinga Iri yang agaknya menjadi lebih sensitif. Kewaspadaannya meningkat drastis, ketajaman inderanya meningkat beberapa persen. Iri jadi bisa mendengar suara-suara pelan, mencium aroma tanah lembab bercampur dedaunan yang menyengat, juga melihat sekelebatan bayang-bayang yang membuat Iri bergidik ketakutan.

Apa ini efek dari sihir yang ditransfer oleh Kako? Apalagi yang bisa dilakukan dengan dirinya yang sekarang ini?

Belum selesai Iri berpikir, suara melengking datang dari arah kanannya. Ia menoleh cepat, dan mendapati makhluk sama yang menyerangnya di Kota Nol tadi berjalan teringkih-ingkih mendekatinya.

Sontak, Iri pun berlari menjauhi makhluk tersebut. Gadis itu bersyukur karena gerakan Ghost ini lebih lambat dibanding yang menyerang Rend an dirinya di Kota Nol. Ia pun memperlambat langkah dan mulai mengambil napas. Sudah seberapa jauh ia belari dari dekat Menara Waktu? Gadis itu khawatir akan tersesat, tapi ia juga tidak sadar kemana arah dirinya tadi berlari.

"Se—sebenarnya apa yang direncanakan Ratu Ima!?!?" seru Iri penuh emosi. Namun, ia langsung membunkam mulutnya rapat-rapat saat sadar suaranya berhasil membuat ranting-ranting pohon bergoyang dan suara-suara aneh kembali bermunculan.

Iri melihat sekeliling. Dan, saat itulah ia menangkap cahaya merah berkilat di antara semak-semak belukar. Gadis itu menyipitkan kedua bola matanya untuk melihat apa yang tersembunyi di balik sana. Semakin lama, semakin jelas bahwa kilatan merah itu adalah tatapan dari makhluk bertaring dengan tubuh yang diliputi bayang-bayang hitam yang tengah mengunci targetnya.

Suara geraman keluar dari moncong makhluk itu. "Oh. Sial." Iri reflek mengambil langkah seribu, begitu uga dengan serigala yang juga menyerang dia dan Ren tadi di perjalanan menuju Gerbang Waktu. "Aargh!! Kenapa harus kau lagi sih!?!?"

Derap kaki Iri memang tidak sebanding dengan serigala yang mengejarnya. Langkah kaki hewan buas itu terlalu lebar, ia bahkan sekarang sudah sangat dekat dengan gadis yang tersandung-sandung melewati jalanan gelap ini.

Ayo, ayo, ayo. Kerahkan seluruh tenagamu, Iri! Berpikirlah! Cari cara agar selamat dari sini!

Sang serigala melompat ke arahnya. Namun, tepat saat itu, Iri tersungkur di atas tanah lembab. "Waaa—!" Kaki Iri menyandung akar pohon yang mencuat dari dalam tanah. Untunglah, hal itu membuatnya selamat dari gigitan maut makhluk ganas ini.

Kesempatan!

Iri memutar arah. Menghiraukan rasa sakit pada kakinya, dan melanjutkan pelarian. Selagi itu, kepalanya memutar mencari cara apa yang bisa ia lakukan dengan berkat sihir yang dimilikinya.

"Ah, benar juga! Senjata!"

Iri berbelok kea rah pohon besar terdekat dan berembunyi di baliknya. Napasnya tak beraturan, tapi ia harus gerak cepat atau ia akan binasa. Ia menyingkapkan poni yang menghalangi matanya dengan sebelah tanganyna. Peluh terasa membasahi surai hitam berombre merah itu. "Senjata ...," ucap Iri di sela-sela napasnya. "Aku harus membuat senjata untuk bertarung."

Dia menatap telapak tangannya yang kotor oleh tanah. Tadi, waktu ia terjatuh dari atas menara dan berteriak membentu perlindungan, sihir di dalam tubuhnya aktif dan menyelamatkan nyawa Iri. Apa sekarang pun ia hanya perlu berpikir sambil fokus untuk memunculkan apa yang ia ingkinkan.

"Hm ... taka da salahnya mencoba. Mungkin aku akan terlihat bodoh, tapi itu lebih baik daripada jadi santapan makan malam oleh makhluk di Dimensi ini!"

Kedua mata itu terpejam, sambil terfokus pada tangan yang terulur ke depan. Iri mulai bisa merasakan belaian-belaian lebut angin misterius yang ia duga berasal dari sihir di tubuhnya. Cahaya keperakan menyinari tubuh setinggi 160-an sentimeter itu. Lingkaran sihir dengan tulisan-tulisan unik muncul di telapak tangan Iri. Gadis itu tetap berusaha fokus, walau jantungnya berdegub kencang karena suara-suara yang kembali terdengar.

Senjata yang dipikirkan di kepala Iri mulai terbentuk dengan jelas. Sebuah busur dari kayu hampir setinggi dirinya tergenggam erat di tangan saat sihirnya menghilang. Iri membuka mulut lebar. Walau senjata ini terlihat biasa saja, bahkan cukup mengkhawatirkan, ini tetap menakjubkan.

Tapi, ia tak tahu bagaimana cara menggunakan busur ini. Dulu, ia sempat mengikuti ekstrakulikuler panahan, tapi itu sudah sangat lama, dan ia tidak yakin lengannya masih bisa menarik anak panah dan melesatkannya tepat sasaran. Namun, hanya senjata seperti inilah yang pernah ersentuh oleh tangannya.

"Ggrrr!!"

Sumber dari geraman menyeramkan yang tadi terdengar, kini sudah muncul lagi di hadapan. Iri yang terkejut mundur satu langkah. Ia mencengkeram erat senjata sihirnya dengan diliputi keraguan. Apa ia bisa melakukannya?

Serigala yang mulai berjalan mendekat ke arahnya mau tak mau membuat Iri bertindak. Ia memasang kuda-kuda, memposisikan busur di depan tubuhnya, dan tangan kanan menarik tali dari senjata tersebut. Sebuah anak panah muncul secara bersamaan dengan renggangan dari tali. Iri menarik napas panjang dan membidik sasarannya.

Sang serigala melompat, mulutnya terbuka lebar siap melahap Iri bulat-bulat. Iri berusaha tetap tenang dan fokus pada bidikannya. Akhirnya, sedetik sebelum Iri kehilangan nyawanya, anak panahnya melesat ke mulut makhluk itu, hingga menembus tubuh belakangnya.

Gerakan serigala terhenti di udara. Tak seberapa kemudian, dia berubah menjadi pasir-pasir hitam yang berterbangan di udara.

"Be—berhasil ...," gumam Iri terengah-engah. Satu serangan yang mengenai sasaran, cukup membuatnya lebih percaya diri saat beberapa makhluk-makhluk aneh yang tak jelas tubuhnya mulai berdatangan. Dia menembakkan lagi beberapa anak panah. Satu dua makhluk kembali tumbang. Gadis itu berlari menjauh untuk menjaga jarak, dan menyerang kembali saat dirasa posisinya sudah tidak terlalu dekat.

Perempuan itu benar-benar takjub saat ia mengalirkan sihir lebih pada panahnya, membuat benda itu membelah menjadi beberapa bagian dan menghantam musuh dengan lebih kuat. Ia juga mencoba beberapa kombinasi serangan, salah satunya adalah serangan jarak dekat—yang mengandalkan hantaman dari busur yang ia ayunkan dengan sihir yang membuat musuhnya terpental.

Iri tersenyum lebar. Ia tidak pernah mengikuti bela diri, tapi tubuhnya bisa sekuat ini. Ini sungguh menakjubkan!

Sayang, kegembiraan itu harus segera menguap, tatkala ia merasakan sesuatu datang dari balik punggungnya dan mengarah tepat ke arah dada.

++++

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro