Chapter 18

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Aku tidak akan mencurangi ketiga masa, karena bukan itu tujuanku datang ke Dimensi Masa ini!"

Mirai melebarkan bola mata. Ada sesuatu yang terbangun dari dalam gadis itu. Ia bisa merasakan auranya. Keberanian, kepercayadirian, semangat, dan tekad yang awalnya bagai setitik cahaya, kini telah menghadirkan sinar yang lebih mencerahkan jiwanya.

Sang Ratu sempat lengah dengan perubahan kondisi gadis waktu di haadapannya, sampai-sampai ia tak sadar sebilah anak panah telah melesat menggores pipinya sedikit. Ia menyentuh sedikit kulit terbukanya yang mengeluarkan kerlipan cahaya itu sebelum memindahkan pandangan lagi kepada Iri.

"Cih!" decih si pemanah. Sialan! Kenapa juga bidikannya harus meleset di saat kesempatannya terbuka. Iri sempat melirik Ren untuk melihat reaksi dia saat Iri menyerang. Dan, tepat seperti dugaannya, kedua pupil biru langit itu sukses mengecil dengan kelopak mata yang terbuka lebar. Kalau saja kedua tangan dan kaki itu tidak terikat, dan mulut Ren tidak terbungkam, ia pasti sudah diomeli habis-habisan.

Iri kembali fokus pada ratu yang kini nampak sedikit lebih ... berbeda dari sebelumnya. Atmosfernya terasa menyesakkan, dan tatapan mata itu ... menyalang pada sang gadis seakan benar-benar marah.

Iri memposisikan lagi senjatanya, tapi langsung tercegah dengan cengkeraman kuat di pergelangannya. Seuntai tali mengikat tangan yang memegang busur itu, dan langsung menariknya kencang. Membuat Iri terjerumbub di bawah kaki Mirai.

Ia merintih. Badannya seketika terasa nyeri dan linu di beberapa titik. Perlahan-lahan Iri bangun dan megadahkan kepala. Menelusuri kaki mulus Mirai, kemudian sampai di kedua tangan yang memegang sebuah cambuk putih yang mengeluarkan kerlipan yang berbentuk seperti kupu-kupu, hingga akhirnya mata berwarna hazelnya bersitatap dengan mata kelabu Mirai.

"Memancing amarah sang Masa Depan ..." Mirai mendengus dengan seringai. "Heh, berani juga kau, ya, Gadis waktu."

Gadis yang masih bergeming itu bergidik. Kata-kata yang meluncur dari wanita ini entah kenapa lembut tapi terdengar sangat mengancam. Memancarkan aura yang terbaca oleh tubuhnya sebagai tanda bahaya. Namun, Iri tidak bisa lari. Tubuhnya tidak mau bergerak dan terusa berada dalam posisi berlutut. Posisi yang terlihat seperti tengah menghormat pada Yang Mulia.

Mirai tiba-tiba tertawa. Iri keheranan. "Tapi, boleh juga, Iri. Kemampuanmu benar-benar menakjubkan untuk seorang manusia biasa. Aku juga kagum dengan cahaya jiwamu yang tak luntur sedikitpun dengan semua ilusi ini." Sang ratu memutar badan dan memecutkan cambuknya kea rah Ren. Iri sempat terkejut, si bocah juga menutupkan matanya karena takut. Namun, ternyata yang terjadi adalah ikatan pada tubuh Ren terbuka. Ia bisa berbicara dengan leluasa lagi setelah cambuk tersebut mengenai sihir yang membelenggu dirinya.

Iri berdiri kala Mirai memunculkan sesuatu dari telapak tangannya yang terbebas. Iri menduga, sihir itu akan membentuk permata masa. Dan, ternyata benar. Mula-mula sebuah bunga mawar kecil mekar di atas telapak tangan berjari lentik itu. Setelah sepenuhnya mekar, benang-benang sarinya memanjang dan meliak-liuk saling melingkar, hingga membentuk benda ungu muda yang berkilau.


"Aku mengakuimu, Gadis Waktu. Kau memang layak mendapat tanggung jawab besar ini," ujarnya. "Ku titipkan Permata Masa Depan padamu. Bersama ketiga Permata Masa milik Penjaga Waktu lainnya, pergunakanlah mereka untuk menemukan apa yang kau cari, dan menampakkan apa yang selama ini tersembunyi."

Iri menyadari sesuatu pada kalimat Mirai. "Yang selama ini tersembunyi? Apa maksudnya, Yang Mulia?"

Mirai terdiam beberapa saat. Ori semakin penasaran, karena Ratu itu terlihat menyembunyikan sesuatu. "Aku tidak mau menjelaskannya--lebih tepatnya--aku tidak bisa. Aku hanya meminta kau untuk berhati-hati--"

"Pada apa?" Iri menyela tak sabaran. Untunglah sang Ratu tidak mengamuk dan malah menjawab Iri dengan lembut.

"Kepada Era."

"Hah? Era? Ratu Waktu? Orang yang memilihku untuk mencari inti waktu?" Iri memastikan. "Tunggu, kenapa? Ada apa dengannya?" Bagai air terjun nigahara, pertanyaan Iri meluncur dengan derasnya.

"Iriku sayang ...." Ima tetap berusaha bersabar. "

"Iriku sayang ...." Ima tetap berusaha sabar. "Tidak selamanya yang berkuasa berhati mulia. Tidak selamanya yang terlihat jahat berhati gelap," tuturnya. "Dengarlah, Iri. Ketiga pertama sudah ada di tanganmu. Dengan begitu, tanggung jawabmu jadi semakin besar, dan penjahat sebenarnya sebentar lagi akan menampakkan wujudnya."

"Maaf lancang memotongmu, Yang Mulia Ima," ucap Ren yang sudah berdiri di samping Iri. "Tapi, apa aka nada sesuatu yang terjadi di masa yang akan datang—yang aan menimpa kami?"

Ima tak menjawab pertanyaan itu dan hanya tersenyum. Ia hanya berkata, "Masa Depan mengetahuinya, tapi kami tak bisa membocorkan rahasia ketiga waktu, Ren. Karena, masa depan pun dapat berubah, bergantung pada diri kalian sendiri. Akan seperti apa dan bagaimana esok hari, kalianlah yang memutuskan."

Sang Ratu memerintahkan mereka untuk kembali melanjutkan perjalanan. "Sekali lagi, berhati-hatilah. Mungkin sesuatu yang tidak kalian duga akan menggoyahkan kekuatan kalian." Lalu, sebuah portal dibuatnya. Ren serta Iri pun pamit undur diri dan memasuki jalan penuh kerlap-kerlip merah muda yang akan membawa mereka kembali ke Kota Nol.

++++

++++

Kedua orang yang keluar dari portal mendarat dengan mulus di tanah Alun-Alun. Si anak kecil dengan si gadis, keduanya masih sama-sama dihantui oleh kata-kata terakhir Ima.

"...mungkin saja Era yang memberi semua perintah ini, bukanlah Era yang asli."

"Iri, bagaimana menurutmu?"

"Hah? Apa? Maksudmu soal Era palsu?" Iri tersadarkan dari lamunan. "Aku tidak tahu, Ren. Kau 'kan makhluk asli dari sini, sedangkan aku hanyalah seorang manusia dari Bumi yang numpang berpetualang di Dimensi Masa. Kenapa kau tanya padaku?" Iri sewot.

Ren menunduk. "Maaf," katanya. "Aku hanya ... entahlah, kau tahu. Ini semua terlalu membingungkan. Bagaimana mungkin seseorang yang memimpin kita selama ini bukanlah dirinya yang asli? Lalu, selama ini aku melakukan pekerjaanku demi apa dan untuk siapa?"

"Ren ...." Anak ini benar-benar sudah pada batasnya. Tak ada yang tahu beban sebesar apa yang sudah menumpuk di kepala dan hatinya. Sedikt lagi saja pemicu, mungkin Ren bisa benar-benar down atau meledak-ledak tidak terkontrol.

"Hey." Iri menepuk pundak si bocah. Lelaki yang tersentuh itu menoleh dan melihat wajah Iri yang tersenyum padanya. "Kau tidak perlu memikirkan semua hal itu. Bukankah kau menikmati pekerjaanmu?"

Ren menimbang. Ya, dia memang menikmati kesehariannya di Bumi. Menikmati segala aktifitas yang dilakukan para manusia, menyaksikan segala suka dan duka yang mereka lalui di waktu-waktu yang mereka miliki, juga menjaga masa-masa yang rentan terlepas dari kehidupan mereka.

Ren mengangguk pelan.

"Kalau begitu, anggaplah semua yang kau lakukan itu untuk dirimu sendiri, Ren. Sadar atau tidak sadar mereka akan semua kerja kerasmu, pada akhirnya kau sendiri yang merasakannya bukan?"

Mereka berdua bertatapan cukup lama. Sampai akhirnya, Iri menyadari bahwa ia telah mengatakan sesuatu yang di luar kebiasaannya. "E—EH!? A—Apa yang aku katakana barusan?" Iri menutup wajahnya malu. "Ya ampun, bagaimana bisa kata-kata sebijak itu keluar dari mulutku ini?! Oh, ya ampun!!"

Ren tertawa. Benar-benar tertawa lepas hingga air mata membasahi ujung matanya, menjadikan wajah Iri semakin memerah. Gadis itu memprotes untuk ebrhenti menertawai diirnya. Ren akhirnya menurut dan meinta maaf.

Tapi, ya, apa yang dikatakan Iri tadi benar adanya. Sebagai Anak WAktu, ia memang terlahir untuk melakukan semua kewajiban ini. Dan, tidak ada yang salah dengan itu, karena ia menikamtinya—sangat menikmatinya. Walau sebelum ini, Iri tidak pernah bisa melihat sosoknya di Dunia sana.

"Baiklah! Kalau begitu, Ren. Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Iri setelah berhasil menenangkan diri.

Ren mengeluarkan semua Permata Masa dari Tiga Penguasa Waktu dari sebuah portal lubang hitam kecil di tangannya. "Kita harus menyatukan ketiga permata ini untuk membuka gerbang menuju Inti Waktu."

"Tunggu, bagaimana kau tahu gerbang itu kita buat dari tiga Permata MAsa yang disatukan?" Iri meragukan Ren. Sedangkan si lelaki menggelengkan kepalanya sambil mendesah.

"Iri, aku ini Anak Waktu. Informasi-informasi tentang Dimensi ini sudah tersimpan di memori terdalamku. Kau tidak perlu ragu atau takut. Percayalah padaku!"

Iri memincingkan mata. "Hmmm ... baiklah. Aku percaya padamu," katanya kemudian.

Ren tersenyum. "Kalau begitu, mari kita mulai penyatuannya!"

++++

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro