Keinginan sang Bintang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kaeritai...

Sungguh, lelaki muda itu tak bisa fokus saat ini. Hatinya gelisah, pikirannya entah sedang melamunkan apa.

Hiruk pikuk dan sorak sorai penonton memenuhi ruangan raksasa itu. Gemerlap lightstick mereka tujukan untuk dirinya. Tetapi entah kenapa ada yang membuat lelaki itu merasa tak nyaman.

Ia ingin semua ini Segera berakhir. Kebisingan ini, pekerjaan menuntut ini. Ingin rasanya ia selesaikan secepat kilat.

Tepat setelah alunan musik penutup merendah dan selesai, setelah ucapan terimakasih ia tujukan pada lautan manusia di sana, lelaki itu melesat ke belakang panggung.

Akhirnya, rindu terbalas hari ini. Ia sudah selesai untuk konser kali ini. Raga dan jiwanya sudah tidak sabar. Ia tak bisa menunggu lebih lama lagi dari ini.

Barang-barang ia kemasi di ruang pribadinya. Tak lupa beberapa oleh-oleh yang ia siapkan khusus.

Untuk mereka yang ia rindukan.

Manager tiba-tiba menyembulkan kepala dari balik pintu ruangan itu.

"Luz, kau sudah mau pergi? "

Lelaki bersurai kecoklatan itu tersenyum. Ia berbalik menghadap sang manager.
"Aku khawatir meninggalkan mereka lebih larut lagi, " ujarnya.

Sang manager tersenyum, "Kau orangtua yang baik. Baiklah, sampaikan salamku pada mereka ya. Oh, dan jangan lupa besok kau ada interview pagi-pagi"

"Baik... Baik... Aku usahakan takkan terlambat," sambar Luz sambil mendorong sang manager keluar. Hatinya kini bungah. Setelah semua barang ia kemasi, ia beranjak keluar ruangan.

Sebelum keluar, tak lupa ia memakai jaket, masker, topi, dan kacamata hitam. Ia tak mau ada orang yang menyadarinya apalagi para fans yang tentunya akan menghambat ia segera pulang.

Kaeritai. Ima sugu kaeritai...

Menunggu kereta di peron tak membutuhkan waktu lama. Lagipula ini kereta malam. Penumpang tak sebanyak sore tadi.

Butuh waktu agak lama hingga kereta berhenti di stasiun berikutnya. Luz segera turun dan berlari keluar stasiun.

Langkahnya semakin lama semakin cepat. Kebahagiaan semakin membuncah seiring berkurangnya jarak antara ia dengan tempat yang ia tuju.

Hingga pada suatu waktu, kedua kakinya berhenti melangkah di depan sebuah rumah. Rumah yang tak terlalu besar maupun kecil, namun nyaman ditinggali.

Luz melihat lampu dalam masih menyala. Lelaki itu tersenyum lega. Syukurlah, mereka berdua masih bangun, itu yang diucapkan batinnya.

Dan dengan mantap dibukanya pintu rumah itu. Suhu hangat dalam rumah langsung saja menyelamatkan Luz dari dinginnya udara luar.

Dari dalam ruangan tengah, dua bocah berlari ke arahnya dengan sumringah. Mereka tampak sangat menanti-nantikan kepulangannya.

"Oto-san sudah pulang! "

"Nee, nee, Oto-san. Tadi aku lihat Oto-san di TV, lho! "

"Oto-san keren banget... "

Dua tangan kecil itu menarik kedua tangannya.

"Okaerinasai, Oto-san!!" keduanya berseru kompak.

Luz tersenyum. Lelaki itu jongkok membelai kepala kedua bocah laki-laki di hadapannya.

"Tadaima, Soraru... Mafumafu... "

***

Hehe...
Kafka is back, bruh! 'v'b
Kali ini dengan cerita yang berbeda. Yayy!!

Heum, maafkan saya karena tak bisa menahan diri dari membuat cerita ini. Padahal sudah banyak cerita lainnya yang belum satupun terrampungkan.

Berdoa saja semoga ni ff kagak terlantar yak.

Hehe, jadi sekali sekali nih Kafka pengen bikin cerita tentang family Utaite jadi Kafka coba deh.

Ayahnya Luz. Di sini dia artis penyanyi muda single parent beranak dua.
Waww... Mantap ya Daddy Luz '_'

Yang jadi kakaknya Soraru, si Mafeng adeknya. Huehe...

Okelah. Akhir kata, enjoy the story!!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro