❥Roku

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Happy Reading!

"Tidak, kau sama sekali tidak mengganggu waktuku."

"Kau mengajakku untuk bertemu di festival tsukimi nanti?"

"A-ah, tidak usah dipaksakan, Iori-kun."

"Apa itu tidak akan mengganggu jadwalmu?"

"Baiklah, sampai jumpa."

Panggilan diakhiri salah satu pihak, menatap layar ponsel sembari menghela napas pelan.

"Ada apa?" tanya ibu penasaran.

"Iori-kun ingin aku menemuinya saat festival tsukimi nanti," jawab [Name] pelan.

"Benarkah? Apa dia mengatakan sesuatu selain 'Kita bertemu saat festival tsukimi'?"

[Name] mengangguk pelan, "Dia bilang, 'Aku tidak akan membuatmu kecewa seperti janji sebelumnya.' "

[Name] terdiam sejenak seakan memikirkan sesuatu lalu bertanya, "Apa aku harus menemuinya, Bu?"

"Temui saja, minta maaf kepadanya." Sang ibu memberi saran. "Tanyakan pula apakah dia akan memberi kesempatan untuk memperbaiki sifatmu atau tidak, tidak ada salahnya memiliki sebulir harapan meski minim kemungkinan untuk terjadi. Tetapi kamu harus bersiap akan skenario terburuknya," tambahnya dibalas anggukan mengerti.

"Terima kasih, Bu. Maaf atas tindakanku saat sarapan," kata [Name] dibalas pelukan hangat dari seorang ibu.

Festival tsukimi telah tiba, berbagai hiasan mulai dipasang setiap sudut kota, restoran dan kafe menyediakan menu spesial saat tsukimi tiba. Hampir di setiap jalan, ditemukan orang-orang mengenakan kimono, berfoto ria sembari menikmati keindahan bulan.

Seorang gadis dengan rambut diikat kepang berjalan menyusuri jalan, sesekali mata indahnya melirik ke kanan dan kiri sembari berdecak kagum. Meriah sekali festival kali ini.

Menyeberang jalan demi tiba di lokasi tujuan, sesekali mengangkat sedikit kimono yang dikenakannya karena agak panjang. Gadis itu tiba di taman, lokasi tujuan beberapa menit kemudian. Ia duduk di kursi taman untuk menunggu seseorang yang ingin ditemuinya.

"Konbanwa, Fuyuki-san."

Suara sapaan begitu familiar di telinganya, [Name] menoleh dan mendapati seorang laki-laki dengan helai rambut raven tersenyum tipis.

"Konbanwa mo, Iori-kun." [Name] berdiri, membalas sapaan tersebut diselingi senyuman tipis juga.

Mereka kembali duduk di kursi taman, suasananya begitu mendamaikan hati. menikmati semilir angin malam dingin nan menenangkan sembari melihat keindahan bulan.

"Aku membawakan sesuatu untukmu," ucap Iori memecahkan keheningan, tangannya memberikan sebuah kotak ke [Name].

[Name] menoleh, menerima kotak tersebut dengan rasa penasaran. "Ini apa?" tanyanya.

"Dango," jawab Iori begitu singkat, gadis itu mengangguk paham. "Boleh kubuka?"

Iori mengangguk pelan, mengizinkannya untuk membuka. Melihat respon yang diberikan, [Name] langsung membuka dan menatap isi kotak dengan raut terkejut.

"Banyak sekali dango-nya!" seru gadis itu kala melihatnya, ia menghitung ada berapa banyak dango di kotak. "Ini ... kau yang membuatnya sendiri?"

"Iie, aku membuatnya bersama nii-san dan yang lain." Laki-laki bernetra kelabu menjawab pertanyaan tersebut seraya menggeleng pelan.

"Begitu ya," gumam [Name]. Tangannya perlahan mengambil salah satu dango lalu menatapnya dalam diam, ada secuil rasa ingin mencicipi lezatnya makanan manis itu.

"Jika kau ingin makan, makan saja." Iori berceletuk kala melihat gadis di sampingnya melakukan hal demikian. "Aku sengaja membawa sekotak dango untuk dimakan bersama sembari melihat bulan," tambahnya diselingi senyuman samar.

Mengalihkan atensi menuju laki-laki di sebelahnya kemudian tersenyum tipis. Tangan yang memegang sebuah dango digerakan ke arah Iori, berniat untuk menyuapinya. "Ayo makan ini, Iori-kun," pinta gadis berambut [h/c].

Ekspresi terkejut di wajah Iori, warna merah tipis perlahan menghiasi kedua pipi, rasa malu mulai menghinggapinya. "T-tidak perlu, Fuyuki-san. Ka-kau saja yang makan," tolaknya sedikit tergagap.

"He? Kenapa?" tanya [Name] pura-pura tidak mengerti. "Padahal aku ingin menyuapimu dengan dango," ucapnya dengan mimik wajah dibuat sesedih mungkin.

Melihat ekspresi tersebut membuat Iori luluh, dengan rasa enggan sekaligus malu, ia mengangguk pelan. [Name] tersenyum senang, segera ia menyuapi Iori dengan penuh kehati-hatian. Laki-laki itu menerimanya dengan senang hati bercampur perasaan malu, mengunyah dango dan merasakan sensasi manis di dalamnya.

"Oishi," gumam Iori yang didengar [Name].

"Tentu saja oishi! Secara kau yang membuatnya lagipula rasa manis itu bertambah manis saat disuapi oleh seorang gadis. Benar, bukan?" celetuk [Name] diakhiri godaan kecil.

Iori sedikit membelalakkan mata setelah mendengar godaan tersebut, batuk sebentar sebagai bentuk respon. Rona merah semakin menghias kedua pipinya, mengalihkan pandangan agar [Name] tidak melihat ekspresinya. Sayang seribu sayang, gadis itu melihatnya. Ketawa kecil keluar dari bibir mungilnya, merasa lucu akan ekspresi Iori.

"Ppfft ... Iori-kun kawaii!" komentar [Name] dibarengi tawa kecil.

"U-urusai!" ketus Iori menahan malu. [Name] semakin tertawa, tawa bahagia mengalun tanpa henti bagaikan sebuah melodi. Iori semakin malu tetapi tidak bisa menampikkan fakta bahwa ada perasaan senang sekaligus lega saat mendengar tawa yang dirindukannya selama ini.

"[Name]-chan wa totemo kirei desu," komentar Iori mengalir begitu saja tanpa sadar.

[Name] berhenti tertawa, menatap Iori dengan pandangan terkejut, rona tipis perlahan menjalar di wajah cantiknya. "A-apa ya-yang baru saja ka-kau katakan, Iori-kun?"

Sadar apa yang telah diucapkan, Iori memilih untuk berdeham dan bersikap stay cool. "Tidak, aku sama sekali tidak mengatakan apapun," elaknya.

"A-ah ... souka ne ...."

"Fuyuki-san," panggil Iori membuat [Name] yang sedaritadi menatap bulan mengalihkan tatapannya. "Iya?" sahut [Name].

"Gomennasai," ucap Iori meminta maaf. [Name] menggeleng cepat, menganggap ini bukan sepenuhnya salah dia. "Ini bukan salahmu, Iori-kun. Aku yang salah, maaf atas semua egoku. Maaf atas segala semua keinginanku tanpa mau tahu bagaimana padatnya jadwalmu." Gadis itu menunduk setelah mengatakan kebenaran.

"Aku minta maaf, sangat minta maaf. Seharusnya aku mengerti bagaimana padatnya jadwalmu, tetapi ini tidak. Aku sama sekali tidak mengerti, tidak memberikan dukungan untukmu dari belakang lalu mengesampingkan semua janji dan rencana kita," ucapnya begitu lirih, [Name] merasakan ada perasaan sesak di dalam lubuk hati, liquid bening perlahan menggenang di pelupuk mata.

"Aku merasa ... aku bukanlah seorang gadis yang diimpikan setiap orang." Tangan putihnya perlahan beralih menuju dadanya sendiri, menahan rasa sesak di sana. "Dikarenakan egoisku begitu melampaui batas, tidak bisa mengerti apa yang sedang dilakukan orang lain sampai membatalkan janji. Aku benar-benar seorang gadis yang buruk," tukasnya dengan liquid bening meleleh di wajahnya.

Iori terdiam, netra kelabu menatap gadis yang dicintainya menangis dengan perasaan sakit sekaligus perih., seakan ada sebuah panah imajiner menghujam hatinya. Tanpa ragu, tangannya merengkuh tubuh mungil [Name] dengan lembut, menyandarkan kepala sang gadis di bahu bidangnya. Gadis itu semakin menangis, tangannya meremas kimono yang dikenakan. Isakan kecil keluar dari mulutnya bersamaan dengan permintaan maaf.

"Maaf, hiks ... maafkan aku, Iori-kun."

Malam itu dipenuhi isakan dan permintaan maaf penuh penyesalan, bulan dan ribuan bintang berpendar sebagai saksi bisu pasangan yang saling menyatakan permintaan maaf atas segala terjadi.

End!

Note :

"[Name]-chan wa totemo kirei desu" : "[Name] sangat cantik."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro