-5-

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tak terasa waktu pun berlalu. Sang mentari memanasi teriknya hari ini. Akhir dimana kau akan menghilang dari dimensi ini telah tiba, menunggu disaat-saat yang tepat.

Sampai juga hari terakhir ternyata.

Manikmu menatap jendela kaca yang berada di lorong kelas, memandangi guguran bunga sakura yang terhempas oleh angin. Terasa penuh penyesalan dan kesedihan tersirat dimatamu.

Sudah masanya kau mengangkat kaki dari dunia ini. Dalam hatimu, kau senang bisa disini walaupun tidak sesuai dengan yang kau bayangkan, sulit jika semua berlangsung dengan cepat.

"Aomine-kun?!"

Pergelanganmu ditarik oleh pemilik kulit eksotis itu. Lantas, tanganmu berusaha melepaskan saking eratnya ia menggenggaminya, tapi Aomine tak memperdulikanmu.

Aomine menarikmu sepanjang jalan entah kemana dia membawamu. Kakimu mulai merasa lelah berjalan mengikutinya.

Tak lama kemudian, dia berhenti dan mulai merengganggkan tangannya. Dia tak sama sekali menatap dirimu yang sedang tercengang padanya.

Ternyata ia membawamu ke rooftop yang jarang dikunjungi oleh siswa. Dari sini kau bisa lihat langit terlihat biru cerah dengan gumpalan awan putih disana.

"Mengapa kau membawaku kesini, Aomine-kun?" tanyamu.

Tangan Aomine mulai mengepal, "Kau bercanda ya, (Name)."

"Apa maksudmu ber—"

"Kata-katamu kemarin!"

Kakimu melangkah mundur, rasa takutmu berkoar tetiba ia membentakmu.

Aomine kini tersadar ia menakutimu. Perlahan ia mendekat, kedua tangan memegang tanganmu yang tengah bergemetaran, "Ah, maafkan aku tidak bermaksud membentakmu."

"Ti-tidak, tidak apa-apa 'kok. Justru kau pantas seperti itu tadi." Kau cepat menggelengkan kepalamu.

Kau tahu rasanya, Aomine kini diguncang dengan kekecewaan sebab kamu. Kalau bukan gara-gara pesan misterius itu, mungkin ini tidak akan pernah terjadi.

"Jelaskan perkataanmu kemarin, seharusnya aku bisa mencegatmu dan mungkin aku paham dengan situasi ini."

Kemarin lalu, kau sempat lolos dari Aomine. Kau takut jika perasaan ini terus melekat dihatimu. Sebab masa lalumu, kau sangat menjaga egomu untuk membencinya selalu.

"Padahal aku sudah memberi petunjuk dari awal aku bertemu dengan Daki-kun, baka," lirihmu dengan sedikit nada ejekanmu.

"Masih sempat mengumpat, ya." Aomine tersimpul senyuman mirisnya, "Sepertinya memang takdirnya seperti ini, sebelum kau pergi menjauh dari sini, aku punya sesuatu untukmu."

Raut wajahmu berubah menjadi penasaran, "Apa itu?"

"Tutup matamu, kamu akan tahu nanti, cepat."

Kelopak matamu tertutup sesuai dengan yang diperintahkan Aomine.

Aomine kini berjalan lalu berdiri tepat di belakangmu, meletakan benda yang melingkar dilehermu dan membantu memakainya untuk gadis itu.

"Bukalah sekarang."

Samar-samar, kau menemukan sebuah kalung liontin yang berhuruf a dan d yang melekat di lehermu, tanganmu memegangi liontin kalung pemberiannya dengan menahan air mata yang mulai membendung. Hatimu mulai goyah sekarang, memang kau sudah tidak seperti dulu, aku benar luluh olehnya.

"Itu hadiah untukmu, kau akan selalu menjadi miliku. Aku menyukaimu, (Name)-chan, aku benar-benar menyukaimu sekarang." Aomine yang tersenyum pedih, memandang gadis di depan yang sedang berusaha menahan tangisannya.

Tanpa aba-aba, kakimu melangkah ke Aomine, tanganmu membentang lalu memeluk pemuda Navy itu. Diam-diam cairan bening mengalir dipipimu, membasahi pakaiannya.

"Arigatou, hiks ...  untuk semuanya. Suki dayo nee, Daiki-kun."

Pandanganmu perlahan-lahan memburam dan berakhir menjadi gelap menghitam dipenglihatanmu.

•••

"Mati 'kah dia?" Liana yang tengah berada disamping kasurmu seraya memegang dagunya, memerhatikanmu yang tengah terlelap dikasurmu.

"Hush, mulutmu. Kita tunggu dulu kalau dia belum bangun, kita siram pakai air."

Rani yang bersiaga memegangi segelas air untuk membangunkanmu jika kau masih tertidur. Temanmu masih sama saja kelakuannya, usil, tapi selama mereka tetap baik kepadamu.

"Berdosa banget kamu, tapi aku suka deh."

Suara riuh kedua temanmu, membuatmu terbangun dari alam mimpi, "Bisa diem nggak sih kalian!"

Keduanya menengok kearahmu yang setengah sadar dari tidurnya. Tidak sadari kau meneteskan air mata yang berlinang dipipimu.

"Kok nangis, aku nggak bermaksud 'nyiram kamu tadi," kata Rani yang agak khawatir, takut jika dia penyebab kau menangis sekarang, "Dan omong-omong itu kalung darimana, ya? Wah kau diam-diam punya pacar, ya."

Keduanya sahabat melihat kalung yang tepat melingkar di lehermu.

Kau mendengus kesal, "Ih, aku nggak punya pacar tahu. Ini yang kasih Aomine, dasar kalian."

Kedua sahabatmu sama-sama saling memandang satu sama lain, "Dia lagi halusinasi kayaknya," ujar Liana

"Aku padamu, Lia. Mulai nggak waras otaknya. Katanya dia benci Aomine, tapi kayaknya sekarang suka sama dia, aneh, 'kan. Masa dalam sekejap dia berubah begitu."

Kepalamu yang tadi menunduk, mendengar ucapan menyelekit itu. Mencengkram selimut, menahan emosi yang tertampung.

"Bodoh amatlah kalian. Sekarang aku sudah menyukai Aomine Daiki titik!"

❝ End ❞

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro