𝐦𝐢𝐭𝐬𝐮𝐤𝐢 | precious

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

03.03.

mitsuki's birthday (?)

jika tulisan ini di publish jauh dari tanggal sebenarnya, mohon maafkan

selamat membaca

.

.

.

.

.

Malam larut.

Sebagian anak sekolah saat itu sudah tidur, ataupun dipaksa tidur oleh orangtua mereka. Tempat-tempat kerja swasta mungkin sudah tutup layanan. 

Sementara Mitsuki baru pulang ke asrama. Setelah beragam pekerjaan dan beban harian.

Ia yang harus senantiasa mengulas senyum di depan kamera, pun di hadapan kawan seperjawatan. Sementara ia sendiri tak selalu mendapat tanggapan menyenangkan, mesti telah berusaha menahan diri dan bersikap baik saja. Belum lagi masalah internal antar agensi hiburan yang menekan kehidupan banyak entertainer seperti dirinya.

Mendatangi bagai pukulan bertubi. 

Namun ia tahu, ia harus tahan. Karena pukulan ini akan datang lebih dari sekali. Pun ia telah berpengalaman menerimanya lebih dari sekali.

Bila tidak menegakkan badan, sama saja menyerahkan diri untuk luluh lantak.

Kepalanya terbenam ke tempat tidur. Berharap tumpukan busa dapat menyerap seluruh letih. Dan semoga bunga mimpi dapat memuaskan luka yang ada di hati.

Aku hanya ingin tidur. Beristirahat.

Harus tidur cukup.

Kalau aku kelelahan, aku tidak punya energi untuk memasang senyum esok hari.

Setelahnya, ia jatuh dalam lelap yang pulas.

▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃

Tempat yang ia kenali dengan baik. Aroma manis memenuhi rongga hidung. Dekorasinya yang memikat. Ini....Fonte Chocolat.

Toko keluarganya, bukan? Kenapa ia ada di sini?

Bukankah tadi ia baru pulang ke asrama?

"Halo. Izumi Mitsuki? Bisa melihatku?"

Ia tersentak. Tiba-tiba, muncul sosok yang asing di matanya. Tubuhnya melayang, seolah berada di dalam air. Seketika ia teringat akan kisah psychopomp, pembimbing kembara jiwa ke alam baka. Entitas yang hanya bisa dilihat manusia ketika raga telah berpisah dengan nyawa. Apa itu artinya...?

"Apa aku sudah mati?"

"Menurutmu?"

Mitsuki gelagapan.

"Ba-bagaimana mungkin? Tapi aku tidak sakit keras?"

"Aku tidak bilang kau sudah tiada."

Pemuda berambut jingga itu pun bungkam.

"Lalu, siapa kau? Kenapa muncul di depanku?"

Ia melihat sosok di hadapannya mengerutkan kening, seolah berpikir. Kemudian menelengkan kepala.

"Aku? Apa, ya?"

Definisi riil dari gak tahu diri.

"Kau tidak perlu mengenalku. Yang penting aku mengenalmu."

"Aku adalah personifikasi dari asa manungsa, Mitsuki. Diriku dekat dengan kehidupan kalian, tapi kita berada di dunia yang sungguh berbeda. Aku hanya muncul di saat-saat tertentu, untuk menunjukkan apa yang ingin mereka lihat. Apa yang ingin mereka ketahui. Asal dari pertanyaan tak terjawab karena keterbatasan yang mereka punya."

"Saat-saat tertentu...?"

"Kau punya kesempatan, Izumi Mitsuki. Tiga pertanyaan. Apapun yang selama ini kau pertanyakan, aku akan menjawabnya." Sang makhluk halus itu mengacungkan tiga jarinya, berucap meyakinkan.

"Bukannya kalau yang di cerita dongeng itu harusnya tiga permintaan, ya?"

"Lah, kok ngelunjak? Aku sudah nawar, malah minta yang lain."

"Aku enggak ngelunjak! Aku nanya!"

"Aku beritahu dulu di awal ya. Aku bukan peri ataupun jinnya Aladdin. Jadi sistemku tidak sama dengan makhluk apapun itu yang kau baca di buku dongengmu."

Terus, apa dong? Masa setan.

Kalau malaikat? Terlalu ngeselin buat dibilang malaikat.

Ternyata versi manusianya asa manusia itu nyebelin ya.

Eh, kata manusianya kebanyakan.

Syal, harusnya ini tuh saya buat ke arah cerita deep uplift ala-ala gitu. Kenapa malah jadi crack.

"Jadi sungguh? Hanya pertanyaan?"

"Ya." Sosok itu menjawab. "Tapi apapun itu, kau akan mendapat jawabannya. Bagaimana?"

"Apa kau tidak pernah menyimpan satu atau dua pertanyaan, yang ingin kau tahu jelas jawabannya? Barangkali telah kau pendam dalam waktu lama? Tak kau utarakan karena

Ia bungkam. Memutar balik apa yang telah ia lalui, mengais apa yang sebenarnya ingin ia ketahui.

"Aku ingin tahu."

"Apa sebenarnya selama ini usahaku ada artinya?"

"Sudahkah aku memberi makna bagi orang-orang di sekelilingku, tak hanya jadi beban mereka saja?"

Sosok itu mengangguk-angguk.

"Malam ini, biar kita melihatnya bersama, Izumi Mitsuki. Jawaban dari yang kau pertanyakan."














































































































Kala itu, masa kejayaannya. Ia seorang idol yang menarik perhatian banyak orang. Figurnya muncul di berbagai media. Lagunya terdengar di banyak tempat. Demikian pula dengan namanya yang banyak dibicarakan. Zero.

Bagai menyampaikan isi hati dalam lantunan, menyuarakan rasa yang barangkali tak tersuratkan. Mungkin juga mewakili asa banyak orang yang tak utuh dalam kata.

Alangkah ia tampak kuat dan bersinar. Karismanya masih terasa bahkan meski topeng menyembunyikan wajah. Namun, di mata kanak-kanak Mitsuki, hal itu justru membuatnya serupa tokoh pahlawan dalam cerita komik.

Tapi, mungkin baik superhero fiksi maupun idol itu tidak jauh bedanya? Mereka sama-sama menjadi harapan banyak orang, kehadirannya menghadirkan energi positif.

Bermedia musik, seorang idol berkesempatan untuk menyampaikan kekuatan. Pada siapa saja yang mendengar. Meski bahkan mereka tak saling mengenal, tak saling jumpa. Bukankah itu terdengar ajaib?

Jadilah Mitsuki kecil mengutarakan teguh impiannya.

"Aku mau jadi idol! Seperti Zero!"

"Zero...yang ini?" Adiknya, Iori, menunjuk poster dengan telunjuknya yang mungil. Mitsuki mengangguk, mengiyakan dengan semangat.

"Kenapa...niisan mau jadi seperti dia?"

Kala itu Iori belum lebih dari lima tahun. Ia masih lebih sering berinteraksi di sekitar anggota keluarganya saja. Dan bicaranya pun belum lancar benar, seperti sekarang.

"Nanti Iori bisa lihat niisan di atas panggung, seperti itu."

"Tapi kalau niisan di atas panggung... nanti Iori ditinggal sendiri?"

Aduh, gemasnya.

Ia tak bisa menahan diri untuk mengelus kepalanya yang ditumbuhi rambut biru gelap. Kontras dengan rambutnya yang jingga, terang.

Kata orangtuanya, masih sekecil ini saja mereka tampak berbeda. Mitsuki sudah sangat aktif dan banyak bicara sejak lidahnya mulai mengenal kata. Sementara Iori terkesan lebih malu-malu.

Namun, bagaimanapun perbedaannya, mereka tetap kakak-adik. Melihat Iori yang 

"Niisan akan selalu bersama Iori, kok!"

▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃

Tak urung, Mitsuki turut tersenyum. Tak sedikit orang menganggap impian yang disebut di masa kecil akan berubah seiring dewasa. Malah bisa terlupakan.

Beruntung ia masih mengejar mimpi yang sama. Meski tertatih dan penuh aral.

Beruntung ia masih tetap berjalan, meski tak cepat langkahnya. Setidaknya meski berjalan lambat, ia tidak berjalan mundur ataupun berhenti.

Bahkan tidak hanya sendiri. Bersama adiknya. Yang dulunya terlihat seperti sosok yang harus dilindungi setiap saat, kini malah dapat membimbing orang lain.

Pernahkah ia merasa tersaingi? Jujur saja, iya. Namun apakah ia turut bangga dengan sang adik? Sudah pasti.

"Niisan orang yang selalu bersinar. Dan aku ingin orang lain juga melihatnya."

"Dulu, menjadi bintang bagiku hanya mimpi kakak."

"Namun entah mulai kapan, sekarang jadi mimpiku juga."

"Ini...." Ucapan Mitsuki terputus sesaat. "...suara Iori?"

Sosok di depannya menjawab, "Harusnya kau yang paling tahu kan?"









"Mitsu terus berlatih, sampai membuatku heran."

"Perasaanku sakit melihat dia bersungguh-sungguh untuk bertahan di grup ini, sementara aku seolah bisa pergi sewaktu-waktu."

"Apa memang meninggalkan grup ini adalah keinginanku?"







"Mikki masakannya selalu enak. Paling enak di antara yang lain."

"Kadang-kadang ia marah dan mengomel. Tapi kalau aku sudah berusaha, dia akan menghargai usahaku dan memujiku."

"Dia orang dewasa yang keren."

"Aku senang ada Mikki di asrama."





"Mitsuki-san orang yang rajin dan bertanggung jawab."

"Aku berharap bisa menjadi orang yang bertanggung jawab seperti dia."

"Aku ingin terus mendukungnya."







"Mitsuki di grup ini seperti keberadaan peri ajaib bagi Cocona. Ia manis, penuh semangat, dan suka menasehati yang lain."

"Melihat dia yang seperti itu, membuatku ingin menjaganya."







"Mitsuki-san pandai menyelesaikan pekerjaan rumah dan telaten. Ia juga penuh energi."

"Di mataku, ia orang yang kuat dan bisa dipercaya!"
















Ini suara para member. Tentang dirinya.

Sebagian ucapan yang barangkali belum pernah diperdengarkan padanya. Yang hanya disimpan dalam hati saja.

"Ini belum seberapa, Izumi Mitsuki." Ia mendengar lagi suara sosok di depannya. "Masih ada lagi. Dengar baik-baik."

"Aku senang melihat senyum ceria Mitsuki-san! Membuatku ingin tersenyum juga!"

"Jujur saja, sebelumnya aku tidak begitu tertarik dengan grup idola. Namun, aku jadi penasaran sejak melihat Mitsuki dari IDOLiSH7 muncul di acara TV."

"Mitsuki-san kudengar orang yang pekerja keras. Berada di dunia hiburan pasti bukan hal mudah. Tapi ia bisa berada di sana, dan itu hebat."

"Penampilannya mengubah mood-ku menjadi lebih baik."

"Ia punya aura yang sangat positif."

"Dia orang yang inspiratif."












Terus-menerus. Kata-kata dari berbagai suara entah dari mana, entah dari siapa. Memenuhi telinganya hingga membuat kewalahan untuk mendengarnya satu persatu.

"Bagaimana pendapatmu?"

Ia berhenti mendengar beragam suara yang mulai tumpang-tindih itu, tersadarkan dengan lawan bicaranya. Rasanya ada sesuatu yang memenuhi hatinya, membuat dadanya seakan penuh oleh udara. Melegakan.

"Ini..., ini yang dipikirkan orang-orang tentangku?"

"Ya." Ia melihat lawan bicaranya mengangguk. "Orang-orang yang kau kenal. Temanmu, kolegamu. Ataupun yang hanya mengenalmu dari TV. Mereka orang-orang yang telah kau pengaruhi dengan cara yang baik. Dan yang telah kau dengar itu adalah apa yang mereka pikirkan atas tindakanmu selama ini."

"Baiklah. Berhubung menurut kalender bumi, kau harusnya sedang berulang tahun sekarang...."

"Apa permintaanmu?"

Astaga.

Ulang tahun?

"Sudah kubilang, bukan? Aku datang di saat tertentu. Dan dalam kasusmu, aku mendatangimu sebagai hadiah atas bertambahnya umurmu, Izumi Mitsuki. Atas satu tahun yang telah kau lewati dengan hebat, dan hadiah atas pengaruh baikmu pada orang lain. Maka katakan permintaanmu."

"Ya, aku tahu, kita tidak punya lilin atau apapun sekarang. Tapi aku ingin mendengarnya."

Pemuda itu menjawab pasti.

"Aku ingin kembali. Pulang."

Sosok di depannya kini tersenyum. Tulus.

"Pilihan yang tepat."

"Kau sudah melakukan yang terbaik, Izumi Mitsuki. Kau berhasil melewati satu tahun kehidupanmu, lagi. Melalui rintang aral. Menjadi penyokong orang-orang di sekitarmu. Bertahan hingga terlewat satu tahun masa hidupmu."

"Sekarang saatnya kau pulang. Rayakan itu bersama orang-orang yang kau sayangi dan juga menyayangimu."


























"Mitsuki-san? Mitsuki-san!"

"Ayo, bangun! Kita sarapan bersama!"

Suara yang familiar. Riku. Sudah pagikah? Ia membuka kelopak mata. Benar saja, ia berada di kamar tidurnya. Ia bisa mendengar pintunya diketuk beberapa kali.

"Mitsuki-san? Apa kau sudah bangun?"

"Ah, iya! Aku akan bergabung setelah mencuci muka."

"Kami tunggu di meja makan, ya!"

Mitsuki kini berada di kamar mandi. Menghadap cermin setelah membasuh wajah dengan air, demi membangunkan diri sepenuhnya.

Tiba-tiba, ia teringat dengan kali pertama ia melewati audisi di Takanashi Production. Waktu itu, karena gelisah menunggu hasil, ia juga pergi ke toilet dan mengusap wajah seperti ini.

Mimpiku tadi..., benarkah?

Terasa demikian nyata. Dekat.

Ia bisa mengulang perkataan yang didengar itu di kepalanya.

Mimpi atau tidakkah itu?

Ah, apa pentingnya.

Yang terpenting sekarang, ia harus segera keluar dan bertemu para anggota yang telah menantikannya.

















"Otanjoubi omedetou!"

"Happy birthday, Mitsuki!"

"Mikki, happy birth~"

"Nii-san malah nangis."

"Eeeh?"

"Terima kasih, semuanya!"

Dan di sinilah ia, merayakan satu tahun kehidupannya bersama orang-orang yang ia kasihi.






















"Kami-sama. Arigatou."

Finally, yaaay!

Oke, saya tahu ini telat tapiiiiiiii.... It's better late than never lah ya? :D #ALASAN

Update pertama di book satu ini! Gak nyangka Mitsu bakal jadi yang pertama? Hehe.

Right. He is not my top oshi. But for me, he is the most relatable character.

Most relatable darimananya? Ya, soalnya saya juga punya adik yang jarak umurnya tidak jauh dari saya, tapi pintar dan sopan. Sopannya sama orang lain, sama saya mah kayak kacang keberuntungan.

Udah gitu, mana tinggi menjulang pula. Padahal dulunya lebih pendek. Ngelihat adik sendiri udah lebih gede dari kita tuh kayak campur aduk aja perasaannya. Mungkin karena itu saya ngerasa bisa relate sama Mitsuki begitu mengenal karakternya. 

Tentang Mitsu, saya sangat suka melihat pembawaan dirinya yang positif dan senyumnya yang cerah. Dengan rambutnya yang jingga, dia jadi terlihat seperti cercahan mentari senja. Pemandangan indah yang memanjakan mata di akhir berakhir, melupakan lelah.

Keep shining, you are the fairy of dusk. Always bring the positive vibe.

Pesan ini untukmu juga, readers sekalian. Saya harap kalian sadar keberadaan kalian juga membawa secercah cahaya bagi orang lain. Meski kecil, tapi bisa jadi sangat berarti. Keep them with you.

Have these Izumi babies and have a nice week!

Coba lihat, senyumnya itu manis banget. Mesti dijaga.

(Btw, sebenarnya ini sudah pernah saya aplot tanggal berapa gitu. Tapi saya unpub lagi, mau ngerapihin ceritanya. Dan malah lupa publish ulang)

(Wong edan)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro